Mohon tunggu...
Rhr Dodi Sarjana
Rhr Dodi Sarjana Mohon Tunggu... -

Lahir di kota kecil Kertosono, Jawa Timur. Belajar hidup dari air, angin, tanah, dan api. Sementara belajar menulis lewat tuntunan mata, telinga, mulut,dan hati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Zone Merah Pelecehan Seksual Anak-anak

7 Oktober 2014   21:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:01 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

DI TENGAH menghangatnya kasus tertangkap tangannya Gubernur Riau oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), realitas lain yang cukup memprihatinkan bagi warga Riau, perlu mendapat perhatian serius pula. Kita barangkali tidak pernah menyangka bahwa Provinsi ini, ternyata masuk dalam zona merah kekerasan seksual terhadap anak. Berada di posisi teratas.
Sekitar dua bulan lalu, dari Kabupaten Siak terbongkar kasus mutilasi terhadap anak-anak yang dilakukan oleh "satu" keluarga; suami - istri - dan saudara. Sebelum dibunuh, korban terlebih dahulu diperkosa, disodomi, dan dipotong alat kelaminnya. korban tidak hanya satu, tapi lebih dari lima orang.
Sementara dalam satu semester tahun 2014, data yang dirilis Mabes Polri terkait kekerasan seksual terhadap anak, menempatkan Riau pada peringkat teratas di Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan Riau sudah berada di zona merah darurat kekerasan seksual terhadap anak.
Sebagai posisi puncak, menurut Kabagpenum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Agus Rianto, sepanjang semester ini, di Riau terdapat 64 kasus kekerasan terhadap anak. Disusul Provinsi Kalimantan Selatan dengan 13 kasus, Yogyakarta 7 kasus, Jawa Timur: 2 kasus, Jakarta dan Jawa Barat masing-masing 1 kasus.
Sementara data dari Polda Riau, seperti dikemukakan Reskrimsus Polda Riau Kombes Pol Arif Rahman Jakim, dari Januari sampai Mei 2014, Polda Riau telah menerima laporan 114 kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan korban mencapai 117 orang.
Kasus-kasus yang terjadi di Riau, diantaranya terjadi di Pekanbaru: 26 kasus, Kampar: 20 kasus, Dumai: 12 kasus, Rokan Hilir: 12 kasus, Indragiri Hilir: 8 kasus, dan Indragiri Hulu: 7 kasus
Sementara menurut catatan Haria Tribun Pekanbaru, sepanjang Mei 2014, terjadi tiga kasus tindak kekerasan seksual terhadap anak. Dari kasus ini.  yang menonjol adalah kasus enam bocah di wilayah  Tampan Pekanbaru, yang menjadi korban tindak kekerasan tiga kakak beradik.Ironisnya, satu pelaku masih berusia 9 tahun.
Selain itu, fakta mengejutkan disampaikan psikolog dari Putik Psychology Center Elia Wardani, awal Mei lalu. Dalam dua bulan terakhir, lembaga itu menangani enam kasus pelecehan seksual. Yang lebih mengerikan, korbannya berusia antara 2,5 hingga 8 tahun.
Menurut Elia, kasus ini semakin memprihatinkan ketika ada anak perempuan korban pemerkosaan yang justru disembunyikan orangtuanya. “Saat saya tanya, mengapa tidak melapor ke polisi, si ayah korban bilang ia segan, karena pelakunya teman dia sendiri,” ujar Elia.
Bentuk pelecehan seksual terhadap anak-anak bermacam-macam. Bisa berupa menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik, atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.
Pelecehan seksual pada anak, apa pun bentuknya, harus kita lawan dan hentikan. Karena dampak pelcehan seksual pada anak cukup mengkhawatirkan, diantaranya membuat korban mengalami depresi, gangguan stres pascatrauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan cedera fisik.
Di Amerika Utara, sekitar 15% sampai 25% wanita dan 5% sampai 15% pria yang mengalami pelecehan seksual saat mereka masih anak-anak. Sebagian besar pelaku pelecahan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban mereka; sekitar 30% adalah keluarga dari korban, 60% adalah kenalan lainnya seperti 'teman' dari keluarga, pengasuh, atau tetangga.
Asosiasi Psikiater Amerika menyatakan bahwa "anak-anak tidak bisa menyetujui aktivitas seksual dengan orang dewasa", dan mengutuk tindakan seperti itu oleh orang dewasa: Oleh karena itu, memaksakan aktivitas seksual terhadap anak-anak adalah tindak pidana dan tidak bermoral yang sampai kapan pun tidak pernah bisa dianggap normal.
Atas kondisi yang ada, kita semua tidak bisa tinggal diam. Kita harus bersatu dan sungguh-sungguh melawan aksi kekerasan seksual pada anak-anak. Anak-anak adalah penerus kita. Anak-anak adalah masa depan kita, mereka harus kita selamatkan dan kita antarkan menjadi generasi tangguh yang mandiri.****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun