RENCANA penyambutan Jokowi sebagai presiden oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara pada 20 Oktober 2014 mendapat gugatan. Bahkan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra, Kamis (16/10/2014) melemparkan pertanyaan, "Agak aneh (rencana penyambutan itu). Pak Jokowi sudah dilantik (menjadi Presiden). SBY sebagai apa (menggelar penyambutan Jokowi itu)?
Pertanyaannya sekarang, tidak bolehkah SBY sebagai mantan presiden yang saat ini masih berdiam di Istana Negara menggelar acara tersebut? Adakah peraturan yang menyebutkan larangan tersebut? Ada? Tidak ada? Kalau tidak ada why not? Toh itu merupakan bentuk apresiasi yang positif. Dan kita perlu mengapresiasinya tanpa mengkait-kaitannya dengan “taktik” politis ataupun upaya pencitraan, dan lain sebagainya.
Seperti kita ketahui bersama lewat pemberitaan beberapa media, bahwa pihak Istana Kepresidenan memastikan akan ada acara penghormatan militer di Istana Merdeka, usai presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dilantik MPR RI pada 20 Oktober mendatang.
Menurut Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan menyambut Jokowi di Istana Merdeka dengan upacara militer. Setelah pelantikan, rencannya ada upacara pelepasan dan penyambutan Presiden baru oleh SBY.
Diakui Julian, upacara pisah-sambut Presiden SBY ke Jokowi ini baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah. Dan upacara penghormatan ini digagas oleh SBY.
Rencana SBY tersebut, ditanggapi Saldi Isra dengan menyebutkan usai pelantikan Jokowi menjadi Presiden di MPR pada hari itu, SBY bukan lagi tuan rumah di Istana Negara. "Ketika (Jokowi) sudah dilantik, kuasa sudah berpindah dan tuan rumah (di Istana Negara) adalah Jokowi," tegas Saldi.
Menanggapi “gugatan” tersebut, Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul memberikan klarifikasi. Menurut Ruhut, para pengkritik tersebut tak mengerti etika dan budaya Indonesia.
"Yang mengkritik itu enggak tahu diri, jangan semuanya salah SBY......," kata Ruhut, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (16/10/2014).
Ruhut menjelaskan, apa yang dilakukan SBY adalah upaya membangun kultur di masa peralihan kepemimpinan. Ia menilai tak ada hal yang salah, khususnya ketika dilihat dari sisi norma dan budaya ketimuran.
"Jangan lihat sisi tata negaranya, tapi lihat etika dan sopan santunnya. Memangnya ketika Jokowi (jadi) presiden, SBY bisa diusir seenaknya?" ucap Ruhut.
Acara penyambutan (jika memang dilakukan tulus tanpa tendensi apa-apa) seyogyanya memang tidak ditanggapi negatif. Kita sangat berharap, dalam perjalanan berbangsa di masa depan, kita mengedepankan niat-niat baik, fairplay, serta demi kebaikan bersama.