Angka negatif, menurut Maria Dearborn dalam History of Negative Numbers, pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 200 Sebelum Masehi di Tiongkok. Bilangan negatif merepresentasikan jumlah barang yang dibeli atau utang. Matematikawan pertama yang menyebutkan bilangan negatif dalam pekerjaan matematika adalah Diophantus. Dia mulai melihat persamaan yang akan menghasilkan jawaban bilangan negatif. Kemudian, pada abad ke-7, seorang ahli matematika bernama Brahmagupta adalah orang pertama yang menulis aturan tentang penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan negatif.
Beberapa hari lalu, secara serendipitas saya menjumpai kembali pertanyaan mengapa dua bilangan negatif bila dikalikan berubah menjadi positif. Di medsos banyak bertebaran upaya menjelaskannya dengan cara yang ngepop. Salah satunya dengan pendekatan sifat distributif  dalam matematika.Â
Saat SMP kita diajari bahwa a (b+c) = (ab)+(ac). Sekarang anggaplah a=1, b=1, dan c=1. Sambil wisata kala (baca: rekreasi menelusuri masa SMP kita) mari kita terapkan a=1, b=1, dan c=1 ke dalam langkah distributif a(b+c) = (ab)+(ac). Dan, voila! kita mendapatkan 1(11)=(11)+(11).
Mari kita sederhanakan! 1-1=0, jadi 10=(11)+(11). Karena bilangan apapun jika dikalikan 0 adalah 0, maka 0=(11)+(11). Kita ganti (11=1), maka 0=1+(11). Selanjutnya mari kita pisahkan (11) dengan cara menambahkan 1 kepada kedua ruas persamaan ini, atau guru matematika saya menyebutnya dengan istilah memindahkan -1 ke ruas kiri dengan mengubah tanda bilangan dari negatif menjadi positif, sehingga persamaan tadi menjadi 1=11. Terbukti  kan bahwa hasil dari perkalian dua bilangan negatif adalah positif? Senang rasanya bisa "bertemu" kembali dengan guru Aljabar saat di SMP dulu yang anehnya waktu itu begitu intimidatif. Saya memang penghuni dasar piramida siswa berbakat dalam matematika. Hehehe   Â
Sebagai seorang penyuka pola atau dengan kata lain a big picturian, saya mencoba menggunakan pola yang lebih sederhana. Mari kita buat pola berikut 3(1)=3 --> 2(1)=1 --> 1(1)=1 --> 0(1)=0. Ya, sebuah pola dengan mengecilkan bilangan pengalinya, kita mendapatkan hasil perkaliannya bertambah 1. Konsekuensi logisnya, bila -1(-1)=1. Hasilnya harus bertambah 1 dari 0. Nah, ini jauh lebih sederhana dan lebih cocok bagi siswa yang selalu merasa tertindas sepanjang jam pelajaran matematika. Hehehe
Sebuah pendekatan filosofis tentang negativitas dalam matematika membuat pagi ini terasa begitu bermakna. "Bilangan negatif dapat dianggap sebagai kebalikan atau "inversi" dari nilai positif," begitu saya temukan dalam sebuah tulisan. "Mengalikan dengan negatif lainnya akan membalikkan inversi, dan membawanya kembali ke positif," tandasnya. Mirip-mirip ungkapan negasi ganda dalam bahasa. Misalnya, "Pak Akmal* tidak tidak suka durian." Maka, artinya, Pak Akmal suka durian. Pertanyaan lebih mendalamnya adalah apakah hal ini berlaku dalam kehidupan nyata kita?Â
Dalam etika, terdapat sebuah pepatah yang mengatakan: "Two wrongs don't make a right - dua kali kesalahan tidak akan menjadikannya benar." Implikasi dari pepatah ini mengajarkkan kepada kita bahwa mengulangi kesalahan atau menyikapi kesalahan dengan kesalahan jelas memperburuk keadaan alih-alih menjadikannya baik. Memarahi orang yang tempat duduknya kita duduki di sebuah bisa, misalnya, saat ia mencoba mengingatkan kita untuk berpidah tidak menjadikan kita benar. Berpindah setelah sebelumnya kita meminta maaf jauh lebih benar alih-alih sebaliknya. Two wrongs don't make a right.
Nampaknya kita harus menerima kenyataan bahwa konsep ini tidak berlaku secara universal. Hal ini juga sekaligus membuktikan bila matematika bukanlah ilmu pasti. Atau setidaknya, tidak sepasti yang lazim kita dengar atau ketahui bersama.
Namun, berkenaan dengan negativitas itu sendiri, dalam dunia nyata memang tak selamanya buruk. Satu kesalahan (anggaplah itu negatif) bila kita perbaiki dengan perbuatan baik sebagai penggantinya, misalnya minta maaf, bertaubat atau berjanji untuk mengulanginya, maka hal itu akan mendatangkan kebaikan bagi yang sebelumnya melakukan kesalahan tersebut. Dalam perspektif inilah mengapa manusia ditakdirkan untuk melakukan kesalahan dalam skema kehidupan ini. Dan dalam perspektif ini pula filosofi be a good looser saya landaskan.
John Wallis (1616-1703) yang menurut Britannica adalah seorang matematikawan Inggris yang memberikan kontribusi besar terhadap asal-usul kalkulus dan merupakan matematikawan Inggris paling berpengaruh sebelum Isaac Newton, dikenal sebagai yang mempopulerkan garis bilangan dengan bilangan -1, -2, -3 dan seterusnya setelah angka 0 ke arah kiri. Dari garis bilangan inilah kita terbiasa dengan mengasosiasikan gerak mundur sebagai negatif. Pada poin ini fenomena fallback di negara-negara kawasan subtropis dirasa menarik untuk sedikit didiskusikan. Kebetulan, di kawasan subtropis, saat ini memasuki musim dingin.  Â