"Saat Imajinasi Mendorong Kreasi", begitu tajuk tulisan kecil yang saya share di grup para pengajar dan tenaga administrasi sekolah beberapa hari lalu. Barangkali di WAG tersebut saya bisa dipastikan yang paling brisik. Inspirasi tulisannya sendiri saya dapatkan dari film The Hobbits, Battle of the Five Armies.
Kata-kata terakhir Thorin Oakenshield kepada Bilbo Baggins yang bernada penyesalan atas sikap buruknya yang diucapkan tepat sebelum ia meninggal akibat luka pedang yang ditusukkan ke dadanya oleh seteru sengitnya, Azog the Defiler menjadi bagian favorit saya. Thorin berkata: Â Â
"Farewell, Master Burglar. Go back to your books... and your armchair... plant your trees, watch them grow. If more people... valued home above gold... this world would be a merrier... place..."
Thorin menyebutkan tiga hal terindah dalam hidup: buku, pepohonan dan rumah. Kesemuanya ia sebut sebagai hal-hal yang lebih berharga daripada emas. Saya secara emosional merasa berada dalam posisi Bilbo Baggins, tokoh utama dalam kisah yang berasal dari kalangan ras Hobbit. Peperangan besar dalam film yang diadaptasi dari novel fantasi karya John Ronald Reuel Tolkien ini melibatkan lima pasukan yang untuk itu disebut Peperangan Lima Pasukan. Kelima pasukan tersebut adalah Dwarf (ras kate) dari Erebor, Elf (ras peri) dari Mirkwood, Manusia dari Dale, Orcs (ras manusia buatan, artificial human, yang buas) dari Dol Guldur dan Orcs dari Gundabad.
Sedikit tentang J.R.R. Tolkien, selain sebagai penulis, ia adalah seorang sarjana dan profesor di Universitas Oxford. Tolkien adalah seorang conlanger alias pencipta bahasa. Ia membuat bahasa khusus untuk Dwarf, Elf dan Orc. Saya menemukan jejak kata-kata Arab dalam dua bukunya The Lords of the Rings dan The Hobbits. Nahar, misalnya, nama jenis kuda yang berarti salju karena berwarna putih terang. Nahar dalam bahasa Arab berarti siang yang identik dengan terang. Atau, api anor yang ditakuti oleh Balrog, makhluk berwujud bayangan dan api, saat bertarung dengan Gandalf. Tidak sulit untuk menemukan kemiripan anor dengan an-nur (cahaya). Berkenaan dengan kegandrungan J.R.R. Tolkien dalam menciptakan bahasa sendiri atau conlanging yang ditujukan agar novelnya fantasinya senyata mungkin membuktikan bahwa kekuatan imajinasi dapat melahirkan kreasi yang luar biasa.  "Imagination is more important than knowledge," demikian Einstein suatu ketika berujar.
Imajinasi dalam istilah pendidikan terkini masuk ke dalam wilayah mindful learning yang menuju kepada metakognitif. Frasa mindful learning membawa kita kepada frasa lainnya yang kini sedang hype, yakni deep learning.
Saat Kita "Belajar" dari Mesin
Asal mula deep learning dan jaringan saraf buatan, menurut Mike Thomas dalam The History of Deep Learning: Top Moments That Shaped the Technology, berawal dari tahun 1950-an, ketika ahli matematika dan ilmuwan komputer asal Inggris, Alan Turing, meramalkan keberadaan superkomputer dengan kecerdasan layaknya manusia di masa depan, dan para ilmuwan mulai mencoba mensimulasikan secara kasar otak manusia. Berikut ini adalah ringkasan yang sangat baik tentang bagaimana proses itu bekerja menurut rilis dari MIT Technology Review:
"Sebuah program memetakan sekumpulan neuron virtual dan kemudian memberikan nilai numerik acak, atau "bobot", pada koneksi di antara neuron-neuron tersebut. Bobot ini menentukan bagaimana setiap neuron yang disimulasikan merespons-dengan output matematis antara 0 dan 1-terhadap fitur digital seperti tepi atau bayangan biru pada gambar, atau tingkat energi tertentu pada satu frekuensi dalam fonem, unit suara dalam suku kata yang diucapkan. Pemrogram akan melatih jaringan saraf untuk mendeteksi objek atau fonem dengan cara membanjiri jaringan dengan versi digital dari gambar yang mengandung objek tersebut atau gelombang suara yang mengandung fonem tersebut.
Jika jaringan tidak secara akurat mengenali pola tertentu, maka sebuah algoritme akan menyesuaikan bobotnya. Tujuan akhir dari pelatihan ini adalah untuk membuat jaringan secara konsisten mengenali pola-pola dalam ucapan atau kumpulan gambar yang kita kenal sebagai, katakanlah, fonem "d" atau gambar seekor anjing (dog). Hal ini sama seperti cara seorang anak mempelajari apa itu anjing dengan memperhatikan detail bentuk kepala, perilaku, dan sejenisnya pada hewan berbulu dan menggonggong yang oleh orang lain disebut anjing."