Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Batik: Sebuah Identitas dalam Universalitas

2 Oktober 2024   10:11 Diperbarui: 2 Oktober 2024   19:43 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ukiran batu abad ke-13 di sebuah candi di Jawa Timur yang menunjukkan pola batik (https://www.batikguild.org.uk/batik/history)

Ambathik. Kata ini konon yang menjadi asal mula sebutan batik. Sebuah teknik dalam menggambari atau melukisi kain yang sejarahnya merentang lebih dari tiga milenia ke belakang. Kebudayaan kuna Mesir dan India tercatat mengakrabi teknik ini sejak 5000 SM. Akan tetapi, mari tahan diri untuk tidak mudah terkejut, there's always a bigger fish seperti kata Qui-Gon Jinn dalam film Star Wars: The Phantom Menace. Selalu akan ditemukan data yang lebih tua dari waktu ke waktu. Kita tahu terlalu sedikit tentang apa yang terjadi di atas punggung Bumi kita.

2 Oktober 2009, UNESCO mengukuhkan batik sebagai warisan budaya non-bendawi asal Indonesia. Uniknya, batik Jawa yang lekat dengan pengaruh Hinduisme -- sebagai akibat dari adanya hubungan Nusantara dan benua alit India yang telah berlangsung sejak lama -- ternyata bukan merupakan batik tertua dalam kebudayaan batik di Nusantara. Tidak banyak yang mengetahui bila batik tertua di Nusantara justru berasal dari Toraja, Sulawesi Selatan yang berasal dari abad ke-5. Toraja merupakan kawasan yang tidak dipengaruhi Hinduisme. Beberapa ahli, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) salah satunya, menyakini batik Toraja adalah batik asli Nusantara. Saat saya coba lihat-lihat pola batik Toraja, dan saya sama sekali bukan ahli di bidang ini, uniknya malah mengingatkan saya pada motif Mesoamerika. 

Susah untuk mengatakan batik sebagai budaya yang hanya ada di Nusantara. G.P. Rouffaer, seorang Indonesianis asal Belanda, berpendapat bahwa teknik membatik berasal dari India.  Afrika dan Cina keduanya juga memiliki "batik" sejarah budaya mereka. Nampaknya alasan UNESCO mengukuhkan batik sebagai warisan dunia yang berasal dari Indonesia karena menilik seni dan tradisi batik hampir ada di seluruh suku bangsa Indonesia. Seni batik kemudian seakan menjadi seni endemik menghias kain di Indonesia.

Kembali kepada ambathik, kata ini terdiri dari dua kata, yakni amba (lebar) dan nithik (membuat titik) yang kurang lebih berarti membuat titik-titik menjadi bentuk atau gambar. Dalam kitab kuno Jawa berjudul Kakawin Ramayana (periode Hindu-Budha tahun 870 M), terdapat kata "Tika", yang berarti lukisan suci. Kata ini diteorikan sebagian ahli sebagai asal-usul kata batik.

Dalam kesempatan Hari Batik Nasional pagi ini, saya ingin menarik satu pelajaran darinya. Meskipun seni dan tradisi membatik ada dalam berbagai kebudayaan di dunia namun dunia tetap mengakui batik sebagai tradisi asal Indonesia. Inilah implikasi dari apa yang sering kita dengar sebagai berkearifan lokal dalam kebhinnekaan global. Sebuah identitas atau jati diri dalam universalitas. Batik yang ada dalam berbagai budaya di dunia, ternyata dalam konteks Indonesia batik memiliki ciri tersendiri baik secara filosofis ataupun geografis. Begitu kuatnya karakter karater budaya batik di Indonesia sampai-sampai seakan batik lahir dari rahim budaya Indonesia. Inilah kearifan lokal yang kuat mencirikan diri dalam kebhinekaan global seni batik dunia. 

Belajar dari batik, sebagai pendidik kita harus menguatkan kapasitas seperti ini dalam diri anak-anak didik kita. Saat mereka bergaul dan berkolaborasi dengan yang lain, mereka harus tetap memiliki nilai-nilai kekhasan yang mencirikan jati diri mereka. Satu dalam seribu. Anak-anak didik kita harus dengan mudah terindentifikasi sebagai orang Indonesia. Inilah ruh dari karakter berkepribadian Indonesia yang dalam Kurikulum Merdeka disebut sebagai Profil Pelajar Pancasila.

Puisi di Hari Batik

AL-Wahid, sekolah tempat saya mengajar, tidak membiarkan momentum Hari Batik Nasional 2024 berlalu begitu saja. Kita menggelar peringatan Hari Batik Nasional 2024 berupa refleksi, kegiatan literasi budaya dan pembacaan puisi. 

Dua siswi Al-Wahid tampil membacakan puisi. Puisinya sebagai berikut:

Di antara helaian kain halus rupawan
Terlukis indah makna kebhinekaan
Corak-corak warna terpancarkan
Menawan dalam bingkau keberagaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun