Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kisah Semangkuk Susu

3 Juli 2024   08:37 Diperbarui: 3 Juli 2024   08:58 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber https://stock.adobe.com/

Kisah Abu Hurairah ra dengan semangkuk susu nampaknya merupakan salah satu di antara kisah sahabat Rasulullah saw yang paling populer. Kisahnya sendiri terdapat dalam hadits riwayat Bukhari. 

Suatu hari Abu Hurairah duduk di pinggir jalan tempat mereka (Nabi dan para sahabat beliau) biasa lewat. Ketika Abu Bakar lewat, abu Hurairah bertanya kepadanya tentang sebuah ayat dari Al-Qur'an dan memintanya untuk menjelasakan. Harapannya sederhanya saja, Abu Bakar paham bahwa ia lapar. Akan tetapi Abu Bakar berlalu setelah menjelaskan pertanyaan Abu Huraiah. 

Kemudian Umar pun lewati dan kembali Abu Hurairah bertanya kepadanya tentang sebuah ayat dari Kitab Allah, dan ia bertanya kepadanya hanya agar Umar dapat memuaskan rasa laparnya, tetapi Umar berlalu begitu saja.

"Akhirnya Abul Qasim, yakni Nabi Muhammad saw lewat. Beliau tersenyum ketika melihat saya, karena beliau tahu apa yang ada di dalam hati dan wajah saya," ungkap Abu Hurairah. Dan berlangsunglah percakapan berikut ini:

Rasulullah saw: "Wahai Aba Hirr (Abu Hurairah)!"

Abu Hurairah: "Labbaik, wahai Rasul Allah!"

Rasulullah saw: "Ikutlah denganku!" 

Maka, Abu Hurairah pun mengikuti beliau.

Kemudian beliau saw masuk ke dalam rumah dan Abu Hurairah pun meminta izin untuk masuk dan diizinkan. Di sana Abu Hurairah mendapati semangkuk susu.

Rasulullah saw: "Wahai Aba Hirr!"

Abu Hurairah: "Labbaik, wahai Rasul Allah!" 

Rasulullah saw: "Pergilah dan panggillah ahli suffah kepadaku!"

Ahli suffah adalah tamu-tamu Islam yang tidak memiliki keluarga, uang, atau siapa pun yang dapat diandalkan, dan setiap kali ada buah tangan yang dibawa kepada Rasulullah saw, beliau saw akan mengirimkannya kepada mereka dan tidak akan mengambil apa pun darinya, dan setiap kali ada hadiah yang diberikan kepada beliau, beliau biasa mengirimkan sebagian untuk mereka dan mengambil sebagian untuk diri beliau sendiri.

Perintah Rasulullah saw itu, kata Abu Hurairah, membuatnya kesal, dan ia berkata dalam hati, "Bagaimana mungkin susu yang sedikit ini akan cukup untuk  para ahli suffah?" Hemat Abu Hurairah, ia lebih berhak untuk minum dari susu itu untuk mengenyangkannya. Namun, apalah daya Rasulullah saw memerintahkan kepadanya untuk berbagi susu itu dengan mereka. Singkat cerita mereka pun berkumpul.

Rasulullah saw: "Wahai Aba-Hirr!"

Abu Hurairah: "Labbaik, wahai Rasul Allah!"

Rasulullah saw: "Ambillah dan berikanlah kepada mereka."

Lalu Abu Hurairah mengambil mangkuk susu dan mulai memberikannya kepada seseorang yang meminumnya sampai kenyang dan mengembalikannya kepadanya, kemudian Abu Hurairah memberikannya kepada seseorang lainnya yang kemudian meminumnya sampai kenyang dan mengembalikannya kepadanya, dan begitu seterusnya.

Akhirnya, setelah seluruh kelompok minum sampai kenyang, Abu Hurairah menyerahkannya kepada Rasulullah saw - yang kemudian mengambil mangkuk itu dan meletakkannya di tangan beliau, seraya menatap Abu Hurairah dan tersenyum.

Rasulullah saw: "Wahai Aba Hirr!"

Abu Hurairah: "Labbaik, wahai Rasul Allah!"

Rasulullah saw: "Masih ada engkau dan aku."

Abu Hurairah: "Benarlah engkau, wahai Rasul Allah!"

Rasulullah saw: "Duduklah dan minumlah!"

Abu Hurairah duduk dan minum susu tersebut. 

Rasulullah saw: "Minumlah!" 

Abu Hurairah pun kembali minum, dan Rasulullah saw terus menyuruhnya berulang kali untuk minum.

Abu Hurairah: "Tidak, demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak memiliki ruang untuk itu (di perutku)."

Rasulullah saw: "Berikanlah kepadaku." 

Ketika Abu Hurairah memberikan mangkuk itu kepada beliau, Rasulullah saw memuji Allah dan menyebut asma Allah di atasnya lalu meminum susu yang tersisa.

Nasihat dari Semangkuk Susu

Kisah di atas mengajarkan banyak hal. Pertama, tentang kepekaan dan kehalusan rasa Rasulullah saw yang sangat luar biasa dalam menepa-selira derita sesama hingga isyarat halus Abu Hurairah yang tengah lapar pun dapat beliau tangkap. Kedua, keteguhan dalam bercukup diri hingga merupakan sesuatu yang dianggap memalukan untuk meminta-minta. Ketiga, bahkan dalam keadaan seektrem apapun, kesiapan berbagi dan menenggang derita sesama. Tiga pesan moral ini rasanya lebih dari cukup untuk membuat kita malu bila menilik keseharian kita. 

Saat kecil dulu, di madrasah di kampung tempat saya dibesarkan, salah seorang guru berkaitan dengan kisah di atas menyebutkan bahwa ini merupakan salah satu mukjizat Rasulullah saw. "Susu di dalam mangkuk itu tidak kunjung habis. Sebab bila habis maka akan bertambah dengan sendirinya," jelasnya. "Mukjizat serupa juga pernah terjadi. Diriwayatkan air memancar dari jari-jari Nabi Muhammad saw," tambahnya.

Sulit rasanya bagi anak kecil seusia saya waktu itu untuk memahami fenomena ajaib yang dijelaskan oleh sang guru. Saat ditanyakan kepada Bapak sekembalinya dari madrasah. Bapak dengan diplomatis menjawab bahwa boleh jadi penjelasannya belum bisa kita dapatkan sekarang. "Hanya saja satu prinsip yang harusnya berlaku," kata Bapak. "Mukjizat tidak boleh bertentangan dengan hukum alam dan ketentuan Allah lainnya," simpulnya. 

Kata-kata terakhir dari jawaban Bapak waktu itu sangat menancap di hati. Memang benar, Allah SWT dengan kesempurnaan-Nya tidak mungkin mencederai kesempurnaannya berupa pelanggaran hukum alam yang Dia telah ciptakan. Seperti halnya, terasa salah sekali untuk mengemukakan sebuah ungkapan catat logika "Kuasakah Tuhan untuk menciptakan batu yang begitu besar hingga Dia Sendiri tidak mampu mengangkatnya?" Jawaban "Ya" ataupun "Tidak" keduanya hanya akan menjadikan-Nya bukan lagi Maha Kuasa. Dan itu jelas sebuah cacat  pandang terhadap wujud Tuhan.

Lebih dari 40 tahun kemudian, dan Bapak pun telah berpulang 8 tahun lalu, sebuah persoalan baru muncul. Sejauh mana kita juga telah memahami apa yang kita sebut sebagai hukum alam. Semakin berusia kita semakin dihadapkan pada kenyataan bahwa semkin banyak hal yang awalnya kita rasakan mengetahuinya dengan pasti ternyata masih banyak menyisakan ruang gelap. 

Jangankan yang bersifat gaib, yang bersifat lahir pun ternyata pengetahuan kita bersifat kuantal, tidak bersifat universal dan komprehensif. Keterbatasan kita ini diredaksikan oleh Al-Qur'an dengan pernyataan bahwa hanya Allah lah yang bersifat 'Alimul-ghaibi wasy-syahadah - yang Maha Mengetahui yang tampak secara batiniyah dan lahiriah. Atau, dalam ungkapan Sokratiannya: I (we) know nothing.

Sebuah Pendekatan 

Adakah penjelasan yang membumi untuk peristiwa yang terlalu langitan untuk dinalar ini?

Saya tergoda - dan ini merupakan kesembronoan saya dalam berwacana - untuk mendapatkan penjelasan.  

Secara neurosains, lapar dan kenyang, menurut peneliti Beth Israel Deaconess Medical Center (BIDMC) sebagaimana Neuroscience News dalam Insight Into the Brain’s Control of Hunger and Satiety, telah mengidentifikasi sirkuit saraf yang sebelumnya tidak diketahui yang berperan dalam meningkatkan rasa kenyang, perasaan telah cukup makan. 

Penemuan ini merevisi model terkini untuk kontrol homeostatis — mekanisme yang digunakan otak untuk mempertahankan status quo tubuh — terkait perilaku makan. Temuan ini menawarkan wawasan baru tentang pengaturan rasa lapar dan kenyang dan dapat membantu peneliti menemukan solusi untuk epidemi obesitas yang sedang berlangsung.

"Para peneliti telah lama mengetahui bahwa rasa lapar diatur oleh dua jenis neuron: neuron protein terkait Agouti (AgRP) dan neuron pro-opiomelanocortin (POMC). Neuron AgRP mendorong rasa lapar; merangsang saraf ini memicu makan dalam hitungan menit. Kelompok neuron yang berlawanan, POMC, telah terbukti meningkatkan rasa kenyang. Tikus laboratorium yang direkayasa untuk kekurangan neuron POMC makan makanan dalam jumlah besar dan menjadi sangat gemuk. 

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, teknologi baru telah memungkinkan para ilmuwan untuk memanipulasi neuron secara selektif pada hewan hidup, yang menunjukkan efek langsung neuron tertentu pada perilaku. Sekitar lima tahun yang lalu, jenis penelitian ini mengungkapkan bahwa neuron POMC bekerja selama berjam-jam — bukan menit seperti neuron AgRP," lansirnya.

Ternyata rasa lapar begitu juga kenyang bisa direkayasa. Saya lanjut elaborasi simpulan kecil tadi dengan sebuah diskusi dalam sebuah forum maya dengan pertanyaan pemantik "Mengapa setiap kali kita merasa sangat bahagia, kita kehilangan nafsu makan meskipun kita lapar?"

Menurut Kathryn Struck, salah satu dari peserta forum diskusi tersebut, adalah adrenalin penyebabnya. Zat kimia tersebut dilepaskan oleh tubuh kita saat kita merasa sangat bahagia-dan juga dilepaskan saat kita merasa takut atau marah. 

Adrenalin membanjiri tubuh kita dengan energi ekstra sehingga kita dapat berlari cepat (menjauhi bahaya), merasa dan bertindak kuat (jika ada ancaman), dan mengekspresikan kebahagiaan yang ekstrem (seperti dalam kemenangan atas musuh, hasil yang sukses yang menguji tubuh dan pikiran kita). 

Dalam kasus manusia gua misalnya, peran andernalin dalam tubuh nenek moyang kita tersebut pasti berperan menambah kelangsungan hidup mereka hingga akhirnya kita ada - di dunia di mana dulu manusia purba hanya memiliki sedikit cara untuk menghadapi musuh hewan atau manusia.

"Adrenalin juga membanjiri sistem ketika kita sangat senang, atau bersemangat, dan dengan adrenalin yang terpompa, nafsu makan Anda akan berkurang. Hal itu merupakan penahan dari waktu bertahan hidup dari serangan atau pertahanan yang ekstrem. Berhenti untuk makan di tengah-tengah pertarungan melawan beruang besar tidak akan baik. Adrenalin bahkan bisa membuat Anda tidak bisa ke kamar mandi untuk beberapa saat. Buang air kecil di tengah-tengah pertempuran juga bisa membuat Anda terbunuh," seloroh Struck.

Mengacu kepada dua penjelasan di atas, mungkinkah perasaan kenyang yang dirasakan oleh Abu Hurairah dan yang lainnya saat hanya meminum seteguk berefek kenyang luar biasa adalah sebuah rekayasa hormonal yang dipicu oleh rasa takzim dan syukur yang teramat sangat atas kebaikan Sang Nabi saw kepada mereka? Bukankah merupakan suatu kesempatan luar biasa diundang Rasulullah saw untuk berbagi tegukan dalam satu mangkuk sama dengan Sang Kekasih Wujud yang menciptakan jagat raya ini? Sulit rasanya berpikir kebalikan dari itu.

Susu dalam mangkuk itu tidak perlu terus bertambah dengan sendiri hanya untuk mencipatkan efek mukjizat. Cukup sebuah sensasi bahagia yang teramat sangat atas kesempatan berbagi tegukan dengan Sang Khatamun Nabiyyin saw yang menjadikan Abu Hurairah dan ahli suffah lainnya merasa kenyang. Sebuah sensasi bahagia yang kemudian merekayasa sensasi kenyang yang dalam redaksi Abu Hurairah dalam riwayat lainnya "nyaris susu keluar dari ujung jari-jariku disebabkan begitu kenyangnya".     

Boleh saja saya keliru dalam mengambil pendekatan untuk menalar kisah semangkuk susunya Abu Hurairah. Hanya saja hemat saya ini jauh lebih aman daripada menisbahkan sesuatu yang keliru kepada Tuhan dengan dalih kemahakuasaan-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun