Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Semesta Dawai: Maaf, Ini Bukan Tentang Teori Dawai

15 Mei 2024   01:30 Diperbarui: 15 Mei 2024   06:14 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini bukan tentang String Theory (Teori Dawai). Bagi yang singgah karena berharap tulisan ini berbicara tentang Teori Dawai, saya sudah berusaha minta maaf sejak dari judul tulisan. Namun, siapa pun yang berkenan untuk tinggal sejenak untuk melanjutkan menapaki paragraf-paragraf yang ada, ia akan mengenal semesta dawai - hanya saja tentu sebuah versi berbeda dari apa yang boleh jadi ia harapkan.  

Baik. Saya selalu merasa merupakan bagian dari penghuni Bumi. Dalam artian luas, tentu saja. Jadi bukan karena saya tinggal di salah satu bagian kecil di atas punggung sebuah bola raksasa bernama Bumi, melainkan sebagai bagian dari ras besar manusia Bumi. 

Sebagai penghuni Bumi penyuka musik, gitar merupakan instrumen favorit saya. Boleh jadi latar belakang pemaforitan ini lebih karena gitar merupakan instrumen pertama yang dipelajari melalui kedua kakak laki-laki saya - meski itu pun dalam bentuk yang terbilang sederhana. 

Jauh setelahnya, baru saya menemukan ungkapan-ungkapan langitan dari maestro sekelas Beethoven dan Chopin mengenai gitar. Konon, Ludwig van Beethoven (1770-1827) pernah berkata bahwa gitar adalah sebuah miniatur orkestra itu sendiri. Sementara Frederic Chopin (1810-1849) suatu ketika diriwayatkan berujar, "Tidak ada yang lebih indah dari sebuah gitar," tulisnya, "kecuali mungkin dua gitar."

Hubungan saya dengan gitar sendiri terbilang 'platonis'. Sebatas saling berbagi ruang musikal namun tidak pernah menjadi bagian integral semesta gitar. Dalam ungkapan sederhananya, bakat kecilnya dalam bermain gitar diperparah dengan minimnya disiplin dalam berlatih menjadikan saya berada dalam kasta terbawah dalam piramida manusia Bumi yang bermain gitar. 

Kendati demikian sebagai penghuni dasar piramida ini saya masih mendapatkan karunia untuk bisa menikmati ungkapan-ungkapan esoterik jemari para maestro seperti Hendrix, Page, Beck, Blackmore, van Halen dan lainnya. Ungkapan estorik dalam semesta berdawai enam - the six strings universe.

Dalam perspektif penghuni Bumi, saya tertarik untuk mencari tahu saudara dalam DNA gitar di belahan dunia lainnya. Gitar teramat lekat dengan Barat. Lirikan pun di arahkan ke Timur. Menelusuri jejak 'DNA' gitar, sebagaimana yang dilakukan ahli genetika dan antropolog Amerika Spencer Wells dengan The Journey of Man-nya, akan sangat mendebarkan rasa. Untuk mengurangi risiko ketinggian akibat sindroma Ikaros, saya akan coba melusuri jejak gitar ini secara bersahaja. Mari kita mulai!

Leluhur Gitar di Masa Lampau

Banyak yang mengatakan bahwa seorang pria yang dikenal sebagai Lamech, tulis Musicians Institute,  yang merupakan kakek Nuh dan cucu keenam Adam dan Hawa, mendesain pendahulu gitar dari Arab ini. Konon, Lamech terinspirasi untuk mendesain bentuk alat musik, yang dikenal sebagai oud  (selanjutnya saya tulis 'ud), setelah menggantungkan jasad putranya yang telah meninggal di sebuah pohon.

Alat musik seperti gitar, menurut laman laman Yamaha, yang menghasilkan suara dengan cara memetik senar disebut alat musik petik. Alat musik petik yang sangat mirip dengan gitar dapat dilihat pada gambar yang dilukis sekitar tahun 3.000 S.M. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun