Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Hakikat Pendidikan adalah Mempercepat Penyesalan

8 April 2024   01:15 Diperbarui: 9 April 2024   05:03 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mempercepat Penyesalan  (Sumber: kompas.id/DIDIE SW)

1994 dan 1996, merupakan tahun-tahun istimewa dalam linimasa perkuliahan saya di prodi Pendidikan Bahasa Arab IKIP Bandung. Pertama, 1994-1995, terjadi pergantian Kurikulum di kampus, dari Kurikulum 1984 menjadi Kurikulum 1994. 

Seingat saya terjadi penambahan SKS plus terjadi konversi satu atau dua mata kuliah kepada mata kuliah baru sesuai tuntutan kurikulum baru. 

Sayangnya, karena tidak termasuk mahasiswa yang menjalani perkuliahan dengan baik, dinamika perkuliahan tersebut kurang tersimpan dengan rapi dalam ingatan. 

Kedua, medio 1996 sesuai jadwal saya harus mulai menyusun skripsi untuk menuntaskan perkuliahan. Sebagai mahasiswa yang kurang berbakat secara akademik, saya mengajukan tema skripsi tentang filsafat bentuk huruf-huruf Hijaiyah dengan asumsi memiliki peran besar dalam membentuk makna sebuah kata. 

Malangnya pihak prodi tidak meloloskan proposal tersebut. Setelah sempat mandek, akhirnya dengan mengikuti arahan kampus, sebuah proposal baru diajukan dan dengan itu saya bisa menyelesaikan perkuliahan.

Saya memang kurang tahu diri. Kesempatan untuk mengakses kitab-kitab klasik di kampus saat itu terhitung kurang karena keterbatasan koleksi perpustakaan  kampus --khususnya untuk literatur Arab yang saya perlukan. 

Ditambah lagi kemampuan saya dalam menelaah literatur berbahasa Arab pun terhitung payah. Penolakan kampus atas proposal skripsi saat itu boleh jadi atas pertimbangan ini. 

Meskipun saya sempat curiga, dosen pembimbing dan saya tidak satu selera dalam bertema. 27 tahunan kemudian pun kemampuan saya dalam menelaah literatur klasik apalagi manuskrip-manuskrip Arab pra-Islam ternyata nyaris tidak beranjak membaik. 

Saya memang tidak berbakat secara akademik. Atau jangan-jangan saya termasuk 87% mahasiswa yang salah pilih  jurusan sebagaimana diungkapkan Irene Guntur dari Educational Psychologist dari Integrity Development Flexibility (IDF). Saya merasa benar-benar termasuk kategori tersebut rupanya. Hahaha

Sebagai mahasiswa yang tidak cemerlang, salah satu keuntungannya relatif bisa menghargai kecemerlangan orang lain. Termasuk saat menjadi guru, saya cenderung mudah untuk menemukan celah untuk kagum atau terpesona dengan potensi anak-anak didik saat di kelas. 

Kemudian, sebagai veteran mahasiswa dari resimen medioker, ternyata secara psikologis memiliki 'dendam' berupa keinginan memotivasi anak-anak didik untuk jauh lebih maju. 

"Tujuan pendidikan, hemat saya, adalah mempercepat penyesalan," merupakan kata-kata motivasional favorit saat di kelas. 

Anak-anak didik yang kini rata-rata berusia sepertiga dari guru mereka, diharapkan mengetahui lebih cepat apa yang harus mereka hindari agar tidak menyesal jauh setelahnya. Itulah makna dari 'mempercepat penyesalan'. 

Frasa 'mempercepat penyesalan' seringkali saya ungkapkan dalam kemasan battle speech-nya Maximus Decimus Meridius di film Gladiator. Sebuah karakteristik yang lekat dengan sosok guru mereka yang adalah seorang sufi -- suka film.

Simbolisme Huruf Arab

Ramadan dengan hari-harinya yang tinggal satu atau dua hari lagi memberi kesempatan kepada saya untuk menemukan sebuah tulisan yang sangat menarik Le symbolisme des lettres arabes, sebuah sari tulisan dari karya Najmouddine Bammate.

Sedikit informasi tentang Bammatoff dari laman Soufisme yang dikelola para anggota dari Tarekat Sufi Qadiriya Boudchichiya, yang tinggal di Prancis, di dalamnya kita membaca:

"Najmouddine Bammate berasal dari garis keturunan Sufi Asia Tengah. Seorang doktor di bidang hukum Romawi, ia mengabdikan dirinya pada usia muda untuk mempelajari Islam di Lausanne, Cambridge dan Al Azhar di Kairo, kemudian di Ecoles des Hautes Etudes di Paris bersama Louis Massignon. 

Menjadi delegasi untuk Afghanistan di PBB pada tahun 1948, ia kemudian memulai karirnya selama tiga puluh tahun di UNESCO. Dia adalah koordinator proyek Timur-Barat, Direktur Divisi Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Manusia, kemudian Departemen Kebudayaan, dan akhirnya Penasihat Khusus untuk Direktur Jenderal Kebudayaan dan Komunikasi. 

Seorang guru yang halus dan humoris, ia juga pernah bekerja sebagai profesor studi Islam di Sorbonne dan Universitas Paris VII. Sebagai saksi yang tak kenal lelah atas realitas spiritual dan multikultural Islam, ia adalah duta besar untuk Organisasi Konferensi Islam dan Presiden Association éducative et culturelle des musulmans de France (Asosiasi Pendidikan dan Kebudayaan Muslim di Prancis). 

Najmouddine Bammate, yang menguasai dua belas bahasa, mewujudkan "petualangan gemerlap dialog antarbudaya". Ia meninggal secara mendadak pada tanggal 15 Januari 1985."

Dalam tulisannya, Bammate berteori bahwa seluruh ciptaan dapat dirangkum dalam satu sebutan, yakni nama Allah. Saya sangat berhutang kepada Joseph Schaffer yang telah menerjemahkan ekstrak dari tulisan Bammate ini ke dalam bahasa Inggris. 

Tradisi Muslim, menurut Bammate mengenal 'ilm al-huruf (ilmu huruf), yang dihubungkan dengan 'ilm al-arqam (ilmu bilangan) serta pengetahuan tentang al-asma al-husna (nama-nama Allah).

"Ilmu-ilmu ini bersumber dari Al-Quran.  Kitab suci ini bukan hanya sebuah panduan bagi orang-orang beriman: setiap ayat, setiap huruf adalah wahyu Ilahi; lebih dari itu, Al-Quran adalah firman Allah secara harfiah. 

Melawan semua godaan heterodoks, teologi Muslim dengan tegas menyatakan bahwa kitab ini seperti kata kerja: abadi dan tidak diciptakan. 

Pernyataan para ahli hukum ini diambil dan diperkuat dalam simbolisme mistik.  Dengan demikian, halaman-halaman yang dilantunkan oleh orang-orang beriman tidak lain adalah tanda-tanda yang terukir selama-lamanya di Lauh Mahfuzh (Kitab yang Terpelihara) di samping Singgasana Ilahi."

"Kata pertama yang diwahyukan kepada Muhammad (saw) adalah perintah iqra (bacalah), diikuti dengan kalimat 'Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, 

Dia telah menciptakan manusia, dan mengajarnya dengan pena.'  Dengan demikian, perjanjian antara Tuhan dan manusia, yaitu menulis, dibuat pada saat yang sama dengan penciptaan Adam.  

Seluruh alam semesta dapat dianggap, dalam hal ini, sebagai tulisan Tuhan.  Penciptaan dunia mengikuti irama yang sama dan jejak-jejak arab yang sama dari ruh ilahi seperti Al-Quran. 

Demikian juga, sebagai gantinya, simbolisme tulisan membawa pujian yang diberikan oleh makhluk kepada Tuhannya. 

Dikatakan bahwa jika lautan adalah tempat tinta yang luar biasa dan semua pohon di dunia adalah pena, kaligrafi kosmik ini tidak akan habis untuk memuji keagungan-Nya," ungkap Bammate.

Akar kata iqra',  menurut Bammate, yaitu kata kerja qara'a, yang artinya membaca, akar kata yang sama juga ditemukan pada kata Al-Quran. 

Oleh karena itu, Al-Quran berarti bacaan.  Taurat, Injil, Al-Quran disebut dengan kata-kata ini, ketiga agama tersebut menempatkan diri mereka di bawah Al-Kitab. 

Tradisi Muslim mengelompokkan mereka di bawah ungkapan Ahl al-Kitaab, Ahli Kitab. Akan tetapi, agama Kristen di atas segalanya adalah agama inkarnasi; sedangkan Islam, seperti halnya agama Yahudi, menegaskan transendensi tanpa syarat - dengan demikian, prestise yang lebih tinggi dari tulisan: ia menggantikan inkarnasi.  

Oleh karena itu, Al-Quran, sebagai al-Kitab -- dan bukan Muhammad  saw (seperti yang sering diyakini sebagian orang) -- yang menggantikan posisi Kristus dalam Islam.  

Kaum beriman Arab dulu bergidik melihat 'skandal metafisik' di mana seorang manusia dengan jasad fisiknya (Yesus) dikaitkan kepada Tuhan.  Hanya tulisanlah yang dianggap cukup abstrak untuk memanifestasikan Sang Kata Kerja.

Kaligrafi adalah seni para ikonoklas.  Telah dikatakan tentang katedral bahwa mereka adalah Injil dari batu.  Untuk Islam, perlu untuk membalikkan istilah tersebut dan mengatakan bahwa itu adalah monumen yang sebenarnya, kuilnya, ikonnya, Pieta-nya, adalah huruf-huruf dari Kitab Suci.  

Menulis dan menggambar pada saat yang sama, arabesque adalah seni Muslim yang paling baik.   Menggambar, seperti halnya menulis, bermuara pada hal yang esensial, bentuk yang paling sederhana, paling intelektual, sebuah permainan murni dari ritme linier yang lebih dekat dengan matematika daripada seni. 

"Gambar arabesque adalah yang paling ideal dari semuanya," kata Baudelaire dalam salah satu Fusées-nya.  Arabesque adalah sebuah teks yang akan menjadi ilustrasinya sendiri, sebuah gambar yang akan menjadi komentarnya sendiri, lanjut Bammate.

Bacaan ini, sedikit banyak, telah mengingatkan kembali pada kenangan ditolaknya proposal skripsi. Tulisan Bammate lebih kepada filosofi di balik bentuk huruf seperti untuk memberikan ilustrasi teori bahwa seluruh ciptaan dapat dirangkum dalam satu sebutan, yakni nama Allah, kita dapat menemukannya dalam bentuk kaligrafi berikut:

Kaligrafi iqra sumber: https://sufipathoflove.com
Kaligrafi iqra sumber: https://sufipathoflove.com

Kata iqra sebagai kata pertama yang diwahyukan Allah dibuat dalam bentuk kaligrafi yang dicerminkan secara vertikal menciptakan bentuk lafaz Allah.

Ilustrasi pemindahan titik dari bawah ke atas. https://sufipathoflove.com
Ilustrasi pemindahan titik dari bawah ke atas. https://sufipathoflove.com

Atau, contoh lainnya, Mansur al Hallaj  sebagaimana dinyatakan oleh Bammate, membandingkan keadaan penyatuan spiritual dengan Tuhan dengan letak tanda baca pada sebuah huruf.  Ia mengatakan bahwa tujuan hidup adalah membuat titik yang terletak di bawah huruf ba'  naik di atas huruf nun.  Kedua huruf tersebut terdiri dari sebuah busur.  

Satu-satunya perbedaan adalah, pada dasarnya, lokasi titik tersebut.  Huruf ba -- awal dari kata baab  (pintu) -- adalah huruf penciptaan. [Basmallah sebagai ayat yang pertama dimulai dengan huruf ba]. Huruf nun -- awal dari kata nuun (ikan, atau ikan besar seperti ikan dalam kisah Yunus) -- melambangkan kebangkitan.

Rahasia Makna di Balik Huruf Hijaiyah

Diriwayatkan Sayyidina Ali r.a. merupakan sahabat pertama yang membukakan rahasia makna di balik huruf-huruf Hijaiyah. Allamah Muhammad Baqir -- atau lebih dikenal sebagai Allamah al-Majlisi -- dalam kitabnya Biharul Al-Anwar juz 2 hal. 320 menuliskan sebuah riwayat bahwa suatu ketika Rasulullah saw. 

Dan Ali ra. kedatangan seorang Yahudi yang bertanya kepada beliau saw, "Apa arti dari huruf-huruf Hijaiyah?" Rasulullah saw. berkata kepada Ali ra: "Wahai Ali, jawablah!" seraya beliau saw mendoakannya, "Ya Allah, tolonglah dan berilah petunjuk kepada Ali." 

Kemudian Ali r.a. menjawab: "Tidak ada satu huruf pun yang bukan salah satu dari nama-nama Allah." Lalu Ali r.a. melanjutkan, "Adapun huruf alif  adalah Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia, yang Maha Hidup dan Yang Berdiri Sendiri; dan seterusnya..."

Laman Islam Indonesia menurunkan tulisan berjudul Makna Rahasia di Balik Huruf Hijaiyah Menurut Sayyidina Ali yang nampaknya merujuk kepada kitab Allamah al-Majlisi bahwa Alif: 

Ismullah (nama Allah), yang tiada Tuhan selain-Nya. Dia selalu hidup, Maha Mandiri dan Mahakuasa; Ba: Al Baqi’ (Maha kekal), setelah musnahnya makhluk; Ta: Al Tawwab (Maha Penerima Taubat) dari hamba-hamba-Nya; Tsa: Al Tsabit (Yang Menetapkan) keimanan hamba-hamba-Nya; dan seterusnya. Begitulah konon makna yang terkandung dalam huruf-huruf Hijaiyah. 

Adapun yang sebenarnya dulu saya ingin teliti dan jadikan skripsi adalah makna generik yang terkandung dalam sebuah huruf, sehingga saat huruf-huruf tersebut bergabung menjadi satu kata, kita dapat melacak makna bentukannya berdasarkan makna generik huruf-huruf penyusunnya. 

Misalnya, huruf Alif makna generiknya ulfah (cinta atau kelekatan), maka semua kata yang diawali oleh Alif (dan ini termasuk hamzah, karena alif dan hamzah adalah sama) akan mengandung makna generik tersebut. 

Sebut saja, misalnya: Allah (Maha Cinta), Ab (ayah, lambang kelekatan yakni nasab atau hubungan darah), Umm (ibu, lambang cinta atau kasih sayang), Ummah (kaum menggambarkan makna keterikatan komunal), Amir dan Imam (pemimpin, mengandung makna untuk berlaku lembut penuh cinta kepada yang dipimpinnya untuk merekatkan persatuan), atau Uswah (teladan, mengandung makna menjadi ikutan yang dengannya seseorang melekatkan diri dengan ikutannya) dan seterusnya.

Lebih jauh lagi, saya berhipotesa bahwa kata-kata yang disusun oleh huruf-huruf penyusun yang  sama dalam kadar tertentu akan memiliki kaitan atau hubungan makna. Misalnya, ramadha-radhama-maradha-madhara-dhamara-dharama. 

Keenam kata tadi tersusun dari kombinasi tiga huruf yang sama, yaitu ra-mim-dhad. Perbedaan makna nantinya bisa dilacak dari penekanan pada makna huruf mana yang paling kuatnya. 

Hipotesis ini akan membawa kita kepada sebuah tesis bahwa bahasa itu awalnya diciptakan Allah untuk manusia yang seiring perjalanan waktu, berkembang mengalami perubahan sesuai lingkungan alam, fisiologis manusia dan faktor lainnya. 

Saat Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab yang diyakini azali (tak berawal dalam batasan atas kehendak Allah) dan abadi (tak berakhir dalam batasa atas kehendak Allah), maka kesimpulannya bahasa pertama itu tidak lain adalah Bahasa Arab. 

Atas dasar logika ini, seharusnya bahwa terdapatnya rahasia makna generik dari setiap huruf Hijaiyah bukanlah sesuatu yang tanpa dasar. Paragraf ini telah melemparkan saya kembali ke tahun 1996.

 

Pendidikan: Mempercepat Penyesalan

Saya menyesal mengapa 27 tahun lalu tidak gigih dalam berskripsi yang berakibat tidak lulus tepat waktu 4 tahun atau 8 semester. Anak-anak didik saya harus belajar dari penyesalan guru mereka. Dengan waktu kuliah yang melar, konsekuensinya kedua orang tua harus membayar uang kuliah lebih dari yang seharusnya. Bila orang lain lulus berpredikat cum laude (dengan pujian) maka saya lambat lulus dan berpredikat cum lacrimis (dengan air mata). 

"Hakikat pendidikan memang mempercepat penyesalan," bisik hati kecil di ujung tulisan hari ke-28 Ramadan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun