Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Communico Ergo Sum

21 Maret 2024   04:13 Diperbarui: 21 Maret 2024   04:28 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang-orang berbagi, menurut Laura Moss dalam Social Media Sharing: The Psychology of Why We Share, sebagai sarana untuk menjalin dan mempertahankan koneksi. Secara khusus, penelitian New York Times mengungkapkan bahwa 73% orang berbagi secara online untuk bertemu dengan orang lain yang memiliki minat yang sama dan 78% berbagi karena hal ini memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak akan mereka temui.

Dewasa ini, pernyataan Moss di atas dirasakan benarnya. Demikian pula bagi Gen-Z dan Alpha, dan generasi berikutnya, pernyataan ini akan terasa benar. Namun, bagaimana dengan nenek moyang kita di masa silam? Ternyata hasrat untuk berbagi kabar, cerita atau hanya sekilas info, ternyata merupakan bagian dari jejak keberadaan manusia sejak zaman bihari. 

Bila Descartes berfilsafat Cogito ergo sum (Aku berikir maka aku ada), maka terdapat redaksi filosofis lainnya yang tak kalah mendalamnya, yakni Communico ergo sum (Aku berbagi maka aku ada). Jika dalam Cogito ergo sum berakar dari manusia sebagai zoon politikon (makhluk berpikir) maka Communico ergo sum barangkali berangkat dari manusia sebagai zoon koinonion (makhluk berbagi). 

Peter Dizikes, dalam The writing on the wall (Did humans speak through cave art? New paper links ancient drawings and language’s origins) mengutip pernyataan menarik dari profesor MIT, Miyagawa:

"Seni gua adalah bagian dari paket kesepakatan dalam hal bagaimana homo sapiens memiliki proses kognitif tingkat tinggi. Anda memiliki proses kognitif yang sangat konkret yang mengubah sinyal akustik menjadi representasi mental dan mengeksternalnya sebagai visual."

Dengan demikian, tulis Dizikies, para seniman gua bukan hanya (Claude) Monet di masa awal, yang menggambar panorama alam bebas di waktu senggang. Sebaliknya, mereka mungkin telah terlibat dalam sebuah proses komunikasi.

"Saya rasa sangat jelas bahwa para seniman ini saling berbicara satu sama lain," Dizikies mengutip perkataan Miyagawa. "Ini adalah upaya komunal."

Dinding gua benar-benar jadi wall-nya ‘medsos’ leluhur purba kita. Gambar tangan, binatang buruan, daun-daunan dan lainnya ternyata tak ubahnya status media sosial kita. Kita memang tidak pernah berubah sebagai zoon politikon (makhluk sosial). Hanya bentuk dan format ekspresi kita saja yang berkembang sesuai perjalanan masa.  

Laman Science News menurunkan tulisan berjudul 45,500-Year-Old Sulawesi Warty Pig Painting Found in Indonesian Cave:

“Sebuah tim arkeolog dari Australia dan Indonesia telah menemukan dua lukisan figuratif babi berkutil Sulawesi (Sus celebensis) – spesies babi berkaki pendek berukuran kecil (40 hingga 85 kg) dengan ciri khas kutil di wajahnya – di gua Leang Tedongnge dan Leang Balangajia 1 di pulau Sulawesi, Indonesia. Lukisan babi berkutil dari gua Leang Tedongnge berasal dari setidaknya 45.500 tahun yang lalu, menjadikannya sebagai karya seni representasional paling awal yang diketahui di dunia.”

Dalam konteks pernyataan Miyagawa, leluhur kita di Sulawesi membuat ‘status’ yang mana postingannya tersebut bertahan hingga lebih dari 45 ribu tahun kemudian. Sekarang mari kita mundur ke waktu yang tidak terlalu lampau.

Dalam tulisan Elias Muhanna, A New History of Arabia, Written in Stone, kita membaca:

“Beberapa tahun yang lalu (tulisan ini diterbitkan tahun 2018), Ahmad Al-Jallad, seorang profesor linguistik Arab dan Semit di Universitas Leiden, di Belanda, membuka emailnya dan sangat senang ketika melihat bahwa ia telah menerima beberapa foto bebatuan. Foto-foto tersebut-dikirim oleh mentor Al-Jallad, Michael Macdonald, seorang sarjana di Oxford yang mempelajari prasasti-prasasti kuno-adalah artefak-artefak dari survei arkeologi baru-baru ini di Yordania. 

Macdonald mengarahkan perhatian Al-Jallad pada satu hal, yaitu sebuah batu kecil yang dipenuhi dengan tanda seperti runel dengan gaya penulisan yang disebut boustrophedon, yang dinamai demikian karena garis-garisnya meliuk-liuk, ‘seperti lembu yang berputar di ladang.’ 

Tulisan itu adalah Safaitic, sebuah alfabet yang berkembang di Arab utara dua ribu tahun yang lalu, dan Al-Jallad serta Macdonald termasuk di antara sejumlah kecil orang yang bisa membacanya. Al-Jallad mulai menyalin teks tersebut, dan, dalam beberapa menit, ia dapat melihat bahwa batu itu adalah bagian penting dari teka-teki sejarah yang telah ia kerjakan selama bertahun-tahun.”

Sejarah Arab, tulis Muhanna, sebelum kelahiran Islam adalah misteri yang mendalam, dengan sedikit sumber tertulis yang menggambarkan lingkungan tempat Muhammad (saw) hidup. Para sejarawan telah lama meyakini bahwa para pengembara Badui yang tinggal di daerah tersebut menyusun puisi yang sangat indah untuk mencatat prestasi suku mereka, namun mereka tidak memiliki sistem untuk menuliskannya. 

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, para ahli telah membuat kemajuan besar dalam menjelaskan bagaimana penutur kuno bahasa Arab awal menggunakan huruf-huruf dari abjad lain untuk menuliskan ucapan mereka. Huruf-huruf ini termasuk bahasa Yunani dan Aram, dan juga Safaitik; foto batu yang dikirimkan Macdonald adalah salah satu dari lebih dari lima puluh ribu teks yang ditemukan di padang pasir di Levant selatan. 

Mesin terbang Safaitic tidak terlihat seperti aliran kursif dan legato dari aksara Arab. Namun, ketika dibaca dengan suara keras, tulisan-tulisan ini dapat dikenali sebagai bentuk tulisan Arab-arkaik namun sebagian besar dapat dipahami oleh penutur modern.

Bila sekarang kita berbagi info melalui medsos, maka leluhur Arab yang berada di kawasan Levant – yang meliputi wilayah Lebanon, Suriah, Yordania, Israel, dan Palestina – menuliskan apa yang mereka share di atas batu-batu yang jumlahnya tidak kurang dari 50 ribu postingan. Salah satunya, seperti yang disampaikan Muhanna berikut ini:

“Di sebuah lembah kecil, sebuah kuburan kuno dikelilingi oleh sebuah nisan yang sudah roboh, dengan padang rumput gurun yang ditumbuhi jelatang dan bunga-bunga liar berwarna biru di bawahnya. Al-Jallad berjalan ke sebuah lempengan basal yang berbentuk seperti mata panah raksasa, yang dipenuhi ukiran. Ketika seorang petugas lapangan berdiri di dekatnya, ia berjongkok dan membaca dengan lantang, "Li 'Addan bin Aws bin Adam bin Sa'd, wa-ra'aya ha-d-da'na bi-qasf kabir 'ala akhihi sabiy fa-hal-Lat fasiyyat." 

Tulisan tersebut mengatakan bahwa cucu dari seorang pria bernama Adam pernah duduk di tempat ini dan menggembalakan domba-dombanya; ia berduka untuk saudaranya yang telah ditangkap oleh suku musuh, dan berdoa kepada dewi Lata untuk pembebasannya. Ketika Al-Jallad membaca, si penggembala menatapnya, takjub karena tanda-tanda ini mengkodekan bahasa yang kurang lebih dapat ia pahami.”

‘Addan, seseorang yang ‘memposting status’ di atas batu tersebut mengukuhkan benarnya Communico ergo sum - I share therefore I am. Nenek moyang jauh kita pada masa purba berbagi cerita lewat dinding gua, leluhur Arab memahatkannya di atas batuan basal dan dewasa ini kita melakukannya via medsos dengan beragam platformnya.

Hemat saya, manusia bumi bukanlah satu-satunya pemilik karakter sharing ini rupanya. Sebab, saudara-saudara kita yang berasal dari luar tata surya kita pun nampaknya memiliki karakter yang sama. Salah satu buktinya adalah adanya fenomena kunjungan extraterrestrial (makhluk cerdas non-Bumi) yang berkunjung ke Bumi kita. Boleh jadi prinsip mereka juga sama: Communico ergo sum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun