"Engkau penaka manik mata penglihatanku. Dan butalah oleh kewafatanmu penglihatan itu.
Siapapun ingin setelah engkau, maka matilah. Sebab yang kutakutkan hanya atas engkaulah."
(Hassan bin Tsabit ra)
Dua baris syair di atas adalah ritsa (syair ratapan) Hassan bin Tsabit atas kepiluan hatinya saat mengetahui kewafatan Rasulullah saw.. Konon syair ini berbulan-bulan berkumandang di langit  Madinah sebagai ungkapan duka tak terhingga penduduknya yang ditinggalkan sang kekasih tercinta mereka, Nabi Muhammad saw.. Â
Hassan menggunakan diksi as-sawaad li-naazhirii untuk melukiskan bahwa Rasulullah saw adalah laksana lingkaran berwarna hitam pada matanya yang umum kita sebut sebagai iris dan pupil. Kedua bagian ini secara umum dianggap berwarna hitam meskipun sebenarnya justru umumnya berwarna cokelat tua. Hitam dalam bahasa Arab adalah aswad yang seakar dengan kata sawaad dan sauda. Sementara dalam bahasa Inggris umumnya untuk warna hitam pada mata lebih disebut dark atau gelap. Bagian dari mata yang berwarna inilah tempat masuknya cahaya yang bertanggung jawab terhadap penglihatan kita. Dan inilah yang diibaratkan oleh Hassan sebagai hilang daya penglihatannya saat Rasulullah saw. mangkat.
Bagaimana Otak Melihat Apa yang Dilihat Mata?
Menurut laman Sight Savers mata kita bertanggung jawab terhadap 4/5 dari semua informasi yang diterima oleh otak. Namun, menurut Salk Institute meskipun kita seringkali menganggap kemampuan melihat kita sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja, sebenarnya kemampuan ini tersusun dari rangkaian transformasi matematis yang pelik yang bahkan kita belum mampu untuk menirukannya berupa simulasi dalam sebuah komputer, menurut Sharpee. Kenyataannya, lebih dari sepertiga otak kita bertugas secara khusus melakukan analisis gambaran-gambaran visual.
Science Daily mengutip Salk Institute menyebutkan bahwa persepsi visual kita berawal di mata dengan bantuan cahaya dan piksel-piksel gelap. Sinyal-sinyal ini dikirimkan kembali ke otak ke sebuah area yang disebut V1 di mana mereka ditransformasikan agar sesuai dengan batasan-batasan dalam adegan visual. Entah bagaimana caranya, sebagai hasil dari rangkaian transformasi dari informasi ini, kita kemudian dapat mengenali wajah, mobil, dan objek lain dan apakah mereka bergerak [bergerak atau tidak]. Bagaimana tepatnya pengenalan ini terjadi masih menjadi misteri, sebagian karena neuron yang mengkodekan objek merespons dengan cara yang pelik.
Ternyata melihat sesuatu yang kemudian dikenali oleh otak sehingga kita bisa mendapatkan sebuah informasi itu sama sekali tidak sederhana. Meski dalam kenyataannya semua berlangsung begitu saja. Benarlah perkataan para bijak bestari bahwa sesuatu yang sederhana seringkali mengandung hikmah yang luar biasa. Simplex veri sigillum. Kesederhanaan adalah penanda kebijaksanaan.