Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Rahasia Angka Tiga dalam Ramadan

3 April 2022   08:58 Diperbarui: 3 April 2022   09:24 2639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adalah ra, mim dan dhad sebagai pilar-pilar kata Ramadan. Para ulama mengurai hikmah yang tersembunyi dalam ketiga huruf tersebut. Huruf ra mengisyaratkan kepada puluhan pertama dalam bulan Ramadan yaitu puluhan rahmah (kasih sayang). 

Huruf mim merujuk kepada puluhan kedua yakni maghfirah (ampunan). Dan, dhad menggambarkan puluhan terakhir najah (keselamatan) atau ada juga yang menyebutnya sebagai 'itqun minan-naar (terjaganya dari api neraka). Untuk pembicaraan tentang dhad yang menjadi simbol najah, pembaca bisa membaca Belajar dari Satu Huruf.

Terasa menggoda untuk mengaitkan tiga tahapan dalam tradisi jelang tibanya bulan Ramadan yang disebut munggahan dengan tiga puluhan di atas. Tradisi kuramasan dengan indahnya selaras dengan harapan mendapatkan rahmah. Sebab, hanya kemahawelasan Allah Ta'ala sajalah yang bisa menyembuhkan derita akibat dari amal buruk kita. 

Tradisi nyekar atau nadran yang serupa dengan pertobatan dengan menghentikan segala keburukan akan mengundang karunia maghfirah (ampunan)-Nya. Dan munggah yang tidak lain dari terbebasnya kita dari belenggu hilap dan dosa akan berujung pada najah (keselamatan). Dalam kosmologi spiritualitas Hindu-Buddha serupa Moksa yang mana seseorang terbebas dari purnabhawa kehidupannya.

Tiga Tingkatan Nafs (Jiwa)

Hal yang lebih menarik lagi adalah saat menghubungkan tiga puluhan dalam Ramadan dengan tiga tingkatan nafs (jiwa), tiga tingkat keburukan dan tidak tingkat kebaikan dalam buku Filsafat Ajaran Islam karya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jamaah Ahmadiyah. Beliau membangi nafs kedalam tiga tingkatan: nafs ammarah, nafs lawwamah dan nafs muthma'innah.

Nafs ammarah (jiwa yang dikuasai nafsu amarah atau tabi'i) mendorong kepada keburukan yang berujung pada lumpur noda dan dosa. Hanya sifat Rahmaniyyah Allah semata yang bisa mengimbangi keterpurukan ini. Tidak ada kekuatan yang mampu mengeluarkan dari kubangan dosa selain kemahawelasan-Nya.

Satu tingkat di atasnya adalah nafs lawwamah (jiwa yang menyesali diri). Saat seseorang mulai menyadari kekhilafannya dan berusaha untuk bangkit, seringkali ia kembali terpeleset dan terjerembab dalam khilaf. Ia menyesalinya. 

Akan tetapi dirinya masih terlalu lemah untuk bisa berdiri tegak. Ia sangat berhajat kepada bantuan dan perlindungan dari kelemahan dirinya. Untuk itu ia layak mendapatkan maghfirah (ampunan dan perlindungan).

Lalu, atas ihsan Allah SWT semata, seorang hamba akhirnya sampai kepada tingkatan nafs muthma'innah. Ia sudah merdeka dari belenggu nafsu rendahan. 

Ia layaknya kupu-kupu yang terbang menari dan bukan lagi ulat yang berkutat dalam bebusakan kayu. "Yaa ayyatuhal-muthmainnah, irji'ii ilaa Rabbika raadhiyatan mardhiyah, fa(ud)khulii fii 'ibaadii, wa(ud)khulii jannatii!" demikian Allah menyeru dalam QS Al-Fajar: 27-30 dengan penuh kerinduan. Inilah puncak najah yang bernama jannah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun