Terpantau dari layar ponsel, malam hari ini suhu di Kota Surakarta mencapai 24 derajat celsius dengan kecepatan angin rata-rata 11 kilo meter per jam. Sudah cukup membuat tubuh kedinginan apalagi rasa letih menghinggapi pasca menikmati perjalanan dari Indramayu-Semarang-Demak dan Sragen.
Sebelum melanjutkan agenda kerja esok harinya menuju Madiun Raya (Ngawi, Magetan dan Madiun) saya dan rombongan memutuskan bermalam di Surakarta, tepat di malam 1 Suro.
Efek dari perubahan suhu malam dan siang yang ekstrim dampak dari masa pancaroba, tenggorokan mulai terasa nyeri, tanda-tanda gejala radang tenggorokan akan segera tiba.
Berpacu dengan sang virus radang tenggorokan, saya memutuskan untuk mencari minuman hangat khas Surakarta di dekat hotel tempat bermalam.
Berjarak hanya 30 meter, saya melangkah menuju bangunan tua khas masa kolonial yang kini bernama Heritage Batik Keris Surakarta. Saya tanya ke Pak Satpam yang sedang berjaga, sebelum masuk ke restorannya.
"Ngapunten pak, niki ngantos jam pinten nggeh? tanyaku dalam bahasa jawa krama inggil sambil mengimbangi logat dialeg khas Surakarta (Karena saya orang Surabayaan).
 Maaf pak, ini (buka) sampai jam berapa ya?
"Ngantos jam 9 mas, monggo pinarak mawon" jawab pak satpam dengan ramah.
Sampai jam 9, silakan masuk saja.
Sesampainya di dalam, saya mencari tempat duduk, dan mas-mas pelayan datang menghampiri menyajikan daftar menu yang ada.