"Bien iki tak tandur pas sampean sek brangkang, sakiki wes uwoh sampean sing manen (Dulu ini saya tanam waktu kamu masih merangkak/kecil, sekarang sudah berbuah, kamu yang memanennya)" Kata Eyang Kakung.
Kebun belakang rumah kakek tidaklah luas, namun cukup untuk menanam beberapa tanaman buah-buahan. Ada mangga manalagi, mangga podang, mangga gadung, rambutan, beberapa pohon pisang ulin dan pisang ambon, srikaya, nangka, sukun, sawo, pepaya, belimbing, buah naga dan kelengkeng.
Namun, yang paling istimewa pastilah pohon alpukat. Tidak hanya manfaatnya, namun historisnya bagi keluarga yang cukup mendalam.
Sebenarnya selain pohon alpukat, ada juga pohon mangga yang konon menurut eyang putri ditanam sudah sejak zaman buyut masih gesang (hidup).
Yah sebenarnya sudah cukup tua untuk ukuran pohon buah-buahan, dan harus diremajakan, tetapi masih butuh persetujuan eyang putri dan eyang kakung untuk menebangnya.
Kembali lagi ke pohon alpukat, terdapat 10 pohon alpukat yang ditanam oleh eyang kakung di kebun belakang rumah.
Cerita awalnya, dulu eyang putri nyidam makan buah alpukat, kemudian oleh eyang kakung dibelikan buah alpukat di pasar. Sisa bijinya inilah yang ditanam secara menyebar di kebun belakang rumah. Sehingga di usia pohon 10 sampai 12 tahunan baru berbuah. Berbeda dengan pohon buah yang berasal dari cangkok atau stek yang relatif cepat berbuah.
Terdapat dua pohon alpukat yang ditanam yaitu alpukat miki dan alpukat mentega. Pernah menanam pohon alpukat kendil namun mati. Jika ditanya, alpukat mana yang paling lezat ya dua-duanya pasti lezat.
"Kenapa banyak nanam pohon alpukat kung?" Tanyaku ke eyang kakung