Mohon tunggu...
Dodi Ganefo
Dodi Ganefo Mohon Tunggu... konsultan sipil -

Belajar berkata untuk membentuk rasa

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Hiburan Kata

2 Februari 2012   02:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:10 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Hiburan Kata

Seorang teman saya pandai sekali menghibur dengan kata, meski dia bukan komedian. Dia juga pandai meyindir dengan kata, walau bukan kritikus. Produksi kata-katanya tidak pernah putus sejak awal pertemuan hingga menjelang kami  bubar (subuh sekalipun), tentu dengan intensitas kesegaran yang tetap terjaga

Kata memang penuh makna, kata memang begitu ajaib. Kata sungguh dahsyat. Kata bisa membuat akrab, sekaligus juga bisa membuat jarak. Kata seringkali sangat harmonis tapi tak jarang juga kata begitu biadab.

Keintiman Ariel dan Luna Maya adalah buah dari manisnya kata, dendam kesumat Megawati terhadap SBY adalah buah dari kata yang tajam dan menusuk.

Arti sebuah kata adalah kesepakatan. Sedangkan kamus kata hanya membuat kodifikasi dan inipun selalu terlambat. Jadi terbentuknya sebuah kata selalu dari pemakaian dulu, populer dulu,  barulah kamus membukukannya. Jadi sebuah kata selalu murni buatan pemakainya. Tidak dapat didramatisir apalagi dipolitisir.

Sebuah kata sudah berubah artinya karena ditulis miring. Juga akan segera berbeda kalau diberikan dandanan tanda kutip, garis bawah, ditulis tebal, atau semua hurufnya kapital. Kata juga melakukan akrobatik karena lagu pengucapan, siapa yang mengucapkan, dalam keadaan bagaimana diucapkan, serta ucapan apa yang mendahului dan menguntitnya. Kata pun berganti arti ketika dikatakan dengan gerak, isyarat, atau rasa alias tidak dikatakan.

Kata ternyata bisa diukur temperaturnya, itulah sebabnya ada kata yang dingin, ada kata yang hangat, ada kata yang panas. Bahkan ada kata yang basi. Kata yang terakhir ini pasti sudah tidak jelas rasanya. Kata juga mengenal bentuk, terbukti dari adanya kata yang cair. Kata yang kaku serta kata yang padat.

Kata memang tidak pernah mutlak, dalam praktiknya,  kata justru suka membelot bahkan terkadang berkhianat terhadap arti itu sendiri. Tidak ada hukum suci yang bisa membatasi ruang gerak sebuah kata. Tata bahasa boleh saja dengan soknya menjadi pengawal yang kejam, tetapi sebuah kata bagai seorang freelance yang bebas bertualang kemana-mana, menyelusup dan berbelok tajam tak bisa diramal.

Sebuah kata dengan leluasa bergentayangan kemana-mana. keluar masuk bangsa lain tanpa exit-permit. Kata juga bisa seenak perutnya sendiri bisa beraganti arti. Tidak ada hukum positif yang dapat membendung perubahan arti kata. Selalu bergeser dan berganti arti. Potensial multi tafsir. Tidak pernah mempedulikan asal muasal arti kata saat di kampung halamannya sono. Mungkin karena itu juga, Sutan Takdir Alisyahbana pernah menyebut bahasa kita tak pandai menjadi bahasa ilmiah karena potensial mendua arti.

Anda pasti masih ingat, pada masa kekuasaan Soeharto, betapa arti kata;  bersihkan, kendalikan, atur, selesaikan, tuntaskan, selamatkan dll. Selalu mengalami perkembangan arti sehingga dalam implementasinya diperlukan penghetahuan mendalam terhadap si pemberi kata tadi.

Betapa dahsyat arti sebuah kata. Sebauh kata bisa membedakan bangsa, sebuah kata dapat mempersatukan bangsa bahkan dunia, sebuah kata dapat membuat sebuah perang  antar bangsa. Sebuah kata dapat mempersatukan manusia dalam sebuah perkawinan suci, sebuah kata juga dapat membuat  dua anak manusia saling tikam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun