Segala upaya melenyapkan Pandawa dilakukan hingga puncaknya terjadi peristiwa bale sigala-gala ketika tempat peristirahatan para Pandawa dalam sebuah acara dibakar.Â
Pada peristiwa tersebut Pandawa sempat diyakini tewas karena tidak ada kabar dan ditemukan sejumlah jasad di lokasi kebakaran yang ternyata jasad orang lain. Bisma tidak dapat berbuat apa-apa ketika Duryudana dinobatkan menjadi  Raja meski hatinya masih meyakini para Pandawa masih hidup.Â
Bisma melihat ada watak angkara murka di  Duryudana dan saudara-saudara Kurawanya. Mereka lebih banyak hidup berhura-hura daripada mencari arti kesejatian hidup. Kehidupan para Kurawa jauh dari nilai-nilai Kesatria
Ketika diketahui Pandawa masih hidup Duryudana sudah terlanjur dinobatkan menjadi Raja dan Pandawa memilih untuk membuka hutan dan membangun negara baru yang diberi nama Kerajaan Amarta.Â
Istananya megah dengan arsitektur yang indah, Duryudana yang melihat istana Amarta sebenarnya iri dengan istana tersebut. Banyak penduduk Hastina berbondong-bondong pergi ke Kerajaan baru tersebut untuk mengabdi kepada rajanya Prabu Yudisthira.
Sampai akhirnya dengan kelicikannya, dengan dalih silaturahmi Prabu Duryudana  mengundang Prabu Yudisthira untuk main dadu dan bertaruh. Di sinilah terlihat kelemahan manusia dalam diri Yudhistira yang tidak bisa mengendalikan diri dan mempertaruhkan Kerajaan dan semua yang dia punya.Â
Permainan dadu tersebut telah diatur sedemikian rupa oleh Patih Sengkuni sehingga Yudhistira kalah. Pandawa harus menjalani masa 12 tahun pembuangan di hutan dan 1 tahun penyamaran tanpa dikenali dan baru hak-haknya akan dikembalikan.
Resi Bisma sebenarnya telah turun tangan dan memberikan kembali semua hak Pandawa tanpa ada yang bisa membantah namun Pandawa berkeputusan tetap akan menjalankan semua konsekuensi yang telah terjadi sebagai sikap Kesatria. Resi Bisma sangat sedih melihat peristiwa ini dan hanya bisa memberi restu kepada  para Pandawa, cucu-cucunya yang sangat ia cintai. Â
Resi Bisma termenung ketika kembali ke padepokannya, pikirannya kembali berkelana ke tahun-tahun yang lalu tentang bagaimana ia mengusahakan agar tidak ada konflik berkaitan dengan takhta, namun jalan peperangan sepertinya sebentar lagi akan terjadi. Ia sangat sedih melihat apa yang terjadi hari ini, tidak banyak yang bisa ia lakukan selain memohon kepada para Dewata untuk keselamatan para Pandawa.
Perang Besar Baratayuda
Pandawa telah menjalani masa 12 tahun pembuangan di hutan dan 1 tahun penyamaran tanpa bisa dikenali namun Duryudana dan para Kurawa ingkar janji dan tidak memberikan kembali apa yang menjadi hak para Pandawa sehingga pecahlah perang saudara  yang dikenal dengan nama Perang Baratayuda di medan Kurusetra. Pandawa dan sekutunya berperang melawan Prabu Duryudana dari Kerajaan Hastinapura yang dibantu negara sekutunya.
Perang besar ini bukanlah sekedar tentang perang perebutan takhta yang memang sudah menjadi hak dari Yudhistira namun secara luas perang ini adalah perang antara kebaikan melawan kejahatan. Perang dimana janji dan sumpah akan ditunaikan serta perang yang menjadi sarana para Kesatria menemui jalan kematiannya dalam memperjuangkan  nilai-nilai yang diyakininya.