Mohon tunggu...
Dodi Ilham
Dodi Ilham Mohon Tunggu... karyawan swasta -

1. General Secretary of Centre for National Security Studies (CNSS) Indonesia. 2. SekJend Badan Pekerja Pelaksana Agenda Rakyat (BPP-AR) Nasional. 3. CEO of Revolt Institute.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia: Negara Agraris yang Telah Bermentalkan Tempe?

17 Maret 2012   05:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:55 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita adalah Negara Agraris yang telah bermentalkan "tempe" karena tak mampu memproduksi kedelai untuk produksi tempe bangsanya sendiri.

Setahun yang lalu Forum Induk Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Inkopti) pernah meminta agar tahu dan tempe bisa diekspor hingga ke luar negeri. Apalagi, tahu dan tempe tersebut tidak hanya disenangi oleh warga Indonesia saja. Wapres Boediono waktu itu telah berjanji akan mengkoordinasikan keinginan Forum Inkopto dengan menteri terkait serta berjanji untuk membantu memenuhi kebutuhan para pengrajin dan produsen tahu dan tempe. Namun kenyataannya hingga saat ini ekspor tersebut masih belum terwujud dikarenakan harga kedelai lokal masih melambung tinggi bahkan barangnya mulai tidak ada di pasaran.

Produksi kedelai domestik saat ini tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan nasional. Untuk mencukupi kebutuhan kedelai yang terus meningkat, Indonesia semakin tergantung pada impor. Kejayaan sebagai produsen besar dunia pun memudar.

Saat ini Indonesia sudah menjadi negara pengimpor kedelai terbesar di dunia. Setiap tahun, jumlah kedelai yang diekspor ke Indonesia sebanyak 1.600 ton. Dari jumlah itu, sekitar 70-80 persen digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe di Jakarta. Sebagian besar kedelai yang diimpor berasal dari Kanada, Argentina dan Brasil.

Dulu Indonesia merupakan produsen kedelai ketiga terbesar dunia (pada tahun 1960an), hanya kalah oleh Amerika Serikat dan China. Kini, hanya Amerika Serikat yang bisa bertahan. Dan posisi Indonesia telah digeser oleh Argentina, Paraguay, Kanada, dan Bolivia. China kini di peringkat keempat. Indonesia dengan produksi tahunan di bawah 1 juta ton tidak berada dalam kelompok sepuluh besar.

Amerika Serikat dan Brasil, semakin kuat setelah Argentina masuk menjadi produsen utama kedelai. Sementara Asia, yang ditopang oleh China dan India, hanya mampu memproduksi sepertujuh dari produksi negara-negara di Amerika.

Produksi kedelai Indonesia dalam dekade yang terakhir, tidak dapat melampaui 1 juta ton per tahunnya. Padahal pada masa jaya tahun 1991-1996, Indonesia memproduksi lebih dari 1,5 juta ton per tahun. Angka ini hanya untuk menutup sekitar 80 persen kebutuhan lokal. Kini, kebutuhan kedelai nasional sekitar 2,4 juta ton setahun.

Penurunan tersebut terjadi karena telah berkurangnya luas areal tanam dan panen serta minat petani dalam menanam kedelai yang merupakan bahan baku industri makanan seperti tahu dan tempe ini. Kedelai pun harus diimpor.

Kini nilai impor kedelai Indonesia dalam lima tahun ini, naik 30 persen per tahunnya. Naiknya impor tersebut dikarenakan adanya kemudahan tata niaga impor terkait liberalisasi produk pertanian. Untuk itu upaya meningkatkan produktivitas kedelai lokal sangat diperlukan. Jika tidak, Indonesia tidak akan mempunyai mekanisme untuk melindungi petani dari serbuan impor pangan. Pengembangan kedelai nasional, terutama yang berbasis kewilayahan, perlu mendapat perhatian khusus. Produksi kedelai nasional dalam 40 tahun terakhir masih mengandalkan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Aceh, dan Lampung juga menjadi pusat produksi kedelai.

Produktivitas kedelai di daerah-daerah yang sudah menjadi produsen utama ini dapat ditingkatkan melalui kebijakan insentif sehingga meningkatkan minat petani menanam kedelai. Dukungan penguasaan teknologi mulai dari budidaya hingga pascapanen serta pendanaan juga diperlukan.

Bila upaya tersebut tidak dilakukan Pemerintah, maka pada masa depan masyarakat Indonesia mungkin tidak lagi menemukan tempe dan tahu dari kedelai Indonesia.-

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun