Apa yang saya sampaikan di dalam tulisan ini terkait dengan membaca adalah pengalaman dari saya membaca buku Free Writing (2017) karya Hernowo Hasyim. Di dalam buku tersebut ia mencoba menuliskan pengalaman membaca tanpa merujuk sama sekali ke konsep atau teori membaca yang di sampaikan oeh para pakar membaca. Tujuan Hernowo menyampaikan pengalaman dalam membaca di bagian ini adalah menegaskan bahwa kunci menulis yang mudah dan lancar itu ada pada kepemilikan kemauan dan kemampuan kita membaca.Â
Dari pengalaman Hernowo yang menyampaikan pengalaman membaca ini dari problem membangkitkan kemauan membaca. Mengapa problem? Karena Hernowo merasa kebingungan terkait dengan apakah yang ia bangun itu kemampuan membaca terlebih dahulu atau kemauan membaca? Kadang-kadang ia berpikir muncul rasa malas membaca. Namun, ia senantiasa berhasil mengalahkan rasa malas membaca itu dan akhirnya secara rutin dan konsisten terus mau dan mampu membaca. Yang jelas ia berusaha setiap hari membaca mulai dari surat kabar Kompas dan juga berita berita yang disebar oleh media sosial seperti Twitter dan Facebook. Dan setiap minggu ia membaca majalah Tempo.
Menurut Hernowo, kita perlu pembiasaan dengan sedikit pemaksaan membaca yang ringan-ringan (berita dan artikel di surat kabar dan majalah) atau saat ini yang lagi ngetren kita bisa membaca melalui media online di HP kita. Dari pembiasaan tersebut mengakibatkan kemampuan membaca kita terus meningkat. Kemampuan membaca yang ia rasakan meningkat sebagai akibat dari kerutinan dan kekonsistenan membaca yang ringan.Â
Ringan ini menyangkut beberapa hal. Pertama, memiliki kemampuan membaca teks yang berisi materi-materi yang cukup berat. Artinya kebiasaan membaca teks yang ringan menyebabkan pikirannya siap dan terlatih untuk membaca, memecahkan, mencernah, dan memahami teks yang berat. Kemampuan membaca seperti itu tidak mungkin muncul didalam diri Hernowo dan juga di dalam diri orang lain jika dirinya dan orang lain tersebut tidak terbiasa (baca:terlatih) membaca. Itu hal penting yang perlu kita garis bawahi ucap Hernowo.
Teks yang ringan, selain terdapat di surat kabar dan majalah juga terdapat di buku-buku fiksi baik dalam bentuk cerita pendek maupun novel. Tentu saja ia harus mengatakan bahwa kadang- kadang ada juga teks yang berat yang disajikan oleh surat kabar, majalah serta cerita pendek dan novel. Biasanya, teks yang berat ada di buku-buku fiksi yang tergolong ke dalam buku sastra. Teks yang ringan di dalam surat kabar atau majalah adalah teks yang disajikan dalam bentuk berita, kadang-kadang esai atau tulisan dalam bentuk kolom. Lebih khusus lagi, teks yang disajikan dalam bentuk jurnalistik akan terasa ringan jika di baca. Kenapa? Para jurnalis terbiasa menulis setiap hari. Tulisannya pun pendek-pendek. Lantas materi yang ditulis oleh para wartawan adalah berita materi yang mungkin paling ringan yang ada di dalam surat kabar atau majalah karena hanya berisi laporan tanpa analisis yang mendalam. Gabungan semua unsur yang Hernowo sebutkan itu akan menyebabkan penyusunan dan penyampaian teks tersebut mudah di baca. Menurut Hernowo, untuk membangun kemampuan dan mungkin kemauan membaca teks, seseorang perlu di ajak untuk membiasakan kegiatan membaca teks yang ada di dalam surat kabar dan majalah.
Pertanyaannya, apa yang disebut dengan teks yang berat? Teks yang berat rata-rata diwakili oleh buku nonfiksi. Teks itu menjadi berat untuk dibaca karena menyampaikan masalah yang berat. Apa saja masalah yang berat? Yang paling mudah adalah apabila masalah tersebut dikaitkan dengan hal-hal abstrak, tentang filsafat atau sastra misalnya. Teks yang berat akan sangat membebani si pembaca terks tersebut apabila dia tidak terlatih (terbiasa) membaca teks-teks yang ringan terlebih dahulu. Berbeda dengan teks yang ringan, teks yang berat biasanya juga disajikan dalam kalimat-kalimat yang panjang dan,bahkan tulisan yang panjang.
Kedua, memiliki kemampuan memilih dan membedakan teks bergizi dan tidak bergizi. Mengapa perlu memilih dan membedakan teks bergizi dan tidak bergizi? Hal itu karena berkaitan dengan KEMAUAN membaca atau bagaimana membangkitkan gairah dan semangat membaca. Sebenarnya, yang lebih penting itu kemauan atau kemampuan membaca? Dua-duanya penting. Hanya, kemampuan membaca perlu didukung oleh semangat dan gairah (kemauan) membaca. Apakah kemampuan tidak didukung oleh kemauan, tentu saja kegiatan membaca akan berlangsung secara tidak nyaman dan tidak menyenangkan. Kegiatan membaca akan berubah menjadi kegiatan yang penuh tekanan dan kebosanan.Â
Nah, kemampuan menemukan teks bergizi ini menjadi sangat penting karena kemampuan ini sekaligus dapat membangkitkan atau membangun kemauan Hernowo untuk membaca. Ia akan membaca dengan penuh gairah apabila menemukan teks-teks berigizi. Apa itu teks bergizi? Teks bergizi adalah teks yang disajikan oleh para penulis yang sudah memiliki jam terbang yang tinggi dalam menulis. Salah satu contoh nya para "koki" Dimana Hernowo sering menyamakan para penulis dengan tukang memasak makanan-ini memang sangat terlatih dalam menulis. Selain memiliki kemampuan menulis yang hebat, wawasan sang "koki" penghasil teks bergizi ini juga dahsyat. Kemampuan menulis yang hebat dan wawasan yang dahsyat. Kemampuan menulis yang hebat dan wawasan yang dahsyat itu berpadu untuk menjadikan teks yang disusun dan disajikan bergizi-mengairahkan ketika di baca.
Dimana kita bisa menemukan teks bergizi? di mana saja. Sebagai pedoman, rujuklah "koki" atau penulisnya. Seperti Rhenald Kasali, Emha Ainun Nadjib, Dewi "Dee" Lestari, Andrea Hirata, Goenawan Mohammad. Beberapa nama yang disebutkan Hernowo itu kerap bergulat dengan teks-teks yang berat. Â Ketika menemukan teks ciptaan mereka, tidak saja kemauan membaca Hernowo yang meningkat, tetapi kadang teks yang ia baca berhasil meningkatkan kemampuan membacanya.
Ketiga, untuk meningkatkan kemauan membaca, cobalah menulis setelah selesai membaca. Dengan menerapkan mengikat makna kita tidak disyaratkan untuk menjadi penulis dahulu. Mengikat makna hanya menganjurkan agar ketika membaca, janganlah membaca terlalu banyak. Berhentilah membaca atau buatlah jeda membaca setelah membaca beberapa paragraf atau halaman. Sekali lagi "paksalah" agar Anda berhenti membaca setelah membaca yang tidak banyak itu. Lantas bertanyalah, "apa yang saya dapat dari kegiatan membaca yang sedikit?" setelah bertanya seperti itu, menulis bebaslah dalam bentuk mengikat makna.