Aplikasi pesan Whatsapp menorehkan sejarah baru.Di usianya yang belum remaja (lahir 24 Februari 2009) Whatsapp mampu “mencopot” pejabat setingkat menteri. Bermula dari pesan berantai Whatsapp di kalangan wartawan yang mempertanyakan status kewarganegaraan menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM) Arcandra Tahar (Kompas, 14/8/16).
Pesan Whatsapp terus bergulir bak bola salju menembus dinding istana yang tergagap menjawab bahwa Arcandra pemegang paspor Indonesia yang berlaku hingga tahun 2017.
Menyusul kehebohan status kewarganegaraan Arcandra mengaku bertemu presiden untuk bersilaturahmi dan bukan membahas soal status kewarganegaraan (Komoas.com).Drama pesan Whatsapp yang entah siapa pemantiknya itu mencapai klimaks dengan pemberhentian secara hormat berkaitan dengan status kewarganegaraan Arcandra Tahar sebagai menteri ESDM yang dibacakan Menteri Sekretaris Negara Pratikno Senin malam (Kompas, 16/08/16).
Setelah menembus rekor 1 milyar pengguna saat Februari 2016, kini kuasa aplikasi Whatsapp karya Brian Acton dan Jan Koum itu mulai terbukti dalam praxis sosial politik, setidaknya di Indonesia.Siapa (who) yang dalam teori Harold Laswell menjadi sumber mengatakan apa yang terjadi (say what) menjadi tidak penting karena saluran yang dipakai (in which channel) justru menjadi kekuatan untuk mengatakan kepada siapa pun pengguna Whatsapp (to whom) dengan pengaruh (in what effect) yang tak pernah bisa diduga. Hanya dalam waktu kurang dari 3 X 24 jam setelah pesan Whatsapp diluncurkan anonim, jabatan menteri yang baru berusia 20 hari pun tamat.
Whatsapp memang tak mematikan saluran (channel) pesan yang lain. Pesan dari whatsapp justru menjadi bahan baku di saluran yang lain, khususnya media daring.Pembelaan Hendropriyono atas Arcandra melalui akun Twitter @edo751945 diseminasi melalui Whatsapp dan media online.Whatsapp pun menjadi arena tarik menarik opini. Pesan anonim yang nobody bertarung memperebukan nalar dengan pesan somebody.
Dalam kasus Arcandra pesan Whatsapp sejatinya tak berhenti mengungkap kasus kewarganegaraan ganda. Pesan bahkan mengungkap kecerobohan administrasi negara mengungkap latar belakang calon pejabat negara (Kompas, 15/8/16).Kinerja Direktorat Jenderal Imigrasi Kementrian Hukum dan HAM memonitor WNI berpaspor ganda menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah kasus kewarganegaraan ganda seperti Arcandra Tahar bersifat kasuistis?
Ataukah masih banyak “Arcandra-arcandra” lain yang berkewarganegaraan ganda dan “selamat” karena tidak menjadi menteri? Menurut laman diasporaindonesia.org jumlah diaspora Indonesia sekitar 8 juta orang tersebar di seluruh dunia. Di lain pihak hingga kini setidaknya ada 58 negara yang memperbolehkan warganya menganut kewarganegaraan ganda (dual citizenship) termasuk di antaranya Amerika Serikat, Australia, Perancis, Italia dan Inggris.
Pesan Whatsapp menjadi bertenaga karena menempel pada penggunaan telepon genggam.Bonin Bough dalam bukunya Txt Me:Your Phone Has Change Your Life. Lets Talk About It menyatakan telepon genggam mengubah hampir semua aspek kehidupan manusia. Kini manusia melancong tanpa tiket, bercengkrama tanpa bicara, bermain, berkomentar, mengirim pesan di manapun dan kapanpun.Diperkirakan dari 7 milyar penduduk bumi 5,1 milyar memiliki telepon genggam (Bough,2016).
Pesan yang ada di genggaman dengan tenaga Whatsapp messenger, dan aplikasi pesan lainnya, mudah menyebar luas ke seantero jagat. Diterima oleh perseorangan melalui grup pertemanan, grup profesi, grup alumni dan banyak grup lainnya. Membuat pelontar pesan pertama terabaikan dan fokus pada muatan pesan.Menggugah dan bahkan bisa menggugat posisi siapapun. Pertanyaannya haruskah diatur ulang politik pesan karena pesan mampu mengguncang jagad politik?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H