Kedatangan vaksin Sinovac  di Indonesia pantas disambut dengan optimis rakyat Indonesia. 1,2 juta vaksin asal Tiongkok akan segera disuntikkan kepada sebagian warga negara Indonesia. Tentunya setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberika lampu hijau agar memenuhi syarat kesehatan, keselamatan serta kehalalan.
Meskipun demikian kita juga harus menyadari bahwa vaksin ini tidak membebaskan orang yang sudah divaksin untuk tidak menjalankan protokol kesehatan. Alasannya sederhana.
Meskipun dirinya sudah kebal ancaman terjangkit virus Corona namun demikian masih tetap berpotensi menjadi pembawa alias carrier virus tersebut. Sehingga membahayakan orang lain khususnya mereka yang belum mendapatkan vaksin.
Inilah persoalan pertama yang harus diingat dan diingatkan kepada masyarakat Indonesia. Artinya, meskipun vaksinasi sudah dilakukan, penegakkan hukum pelaksanaan protokol kesehatan tetap harus dilaksanakan. Tanpa pandang bulu.
Persoalan pemberian vaksin sendiri mempunyai problem sendiri. Yaitu siapa sajakah yang berhak mendapat vaksin pertama?
Bila kita sebut tenaga kesehatan maka banyak masyarakat yang mendukung. Tenaga kesehatan sebagai garda terdepan penanganan Covid-19 berhak mendapat perlindungan sehingga kesehatan dan keselamatannya terpelihara. Demikian pula dengan anggota TNI dan Polri. Mayoritas masyarakat akan mendukung untuk didahulukan dalam penerimaan vaksin.
Namun bagaimana dengan aparatur sipil negara lainnya? Bagaimana dengan presiden dan anggota kabinet beserta keluarganya? Pantaskah mereka didahulukan? Ini dapat menjadi polemik tersendiri.
Pada tulisan lain saya sudah mengusulan agar vaksinasi didahulukan berdasarkan wilayah  paling banyak masyarakatnya positif Covid-19. Jadi bukan berdasarkan jabatan, pangkat, atau posisi di masyarakat. Wilayah DKI, Jawa barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dapat didahulukan masyarakatnya untuk mendapatkan vaksin.
Persoalan lain berkaitan dengan vaksinasi adalah penolakan. Survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan, WHO dan Unicef menemukan 7,6% masyarakat Indonesia menolak divaksinasi. Sementara 64,81% bersedia di vaksinasi. Sedangkan 27,60% Â masih ragu-ragu.
Jika warga Indonesia jumlahnya 270 juta jiwa maka setidaknya sekitar 20 juta jiwa yang menolak divaksin.Suatu jumlah yang cukup besar dan pasti menimbulkan masalah.
Beberapa pemerintah daerah seperti DKI Jakarta sudah membuat peraturan yang memberikan hukuman denda Rp 5 juta bagi warga Jakarta yang menolak vaksinasi.