Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Capres Delegitimasi Pers

15 Desember 2018   07:56 Diperbarui: 15 Desember 2018   16:04 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu Hak Asasi Manusia (HAM) yang aktual dibincangkan dalam perayaan 70 tahun lahirnya Deklarasi Semesta Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) 10 Desember ini adalah kebebasan pers. 

Ini bukan karena Indeks Kebebasan Pers Indonesia di peringkat 124 dari 180 negara dunia, kalah jauh dengan Timor Leste yang duduk di peringkat 95. Namun berkaitan dengan pernyataan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto yang menyebut jurnalis antek penghancur NKRI (metrotvnews.com (5/12). Prabowo juga menilai media sebagian besar mempublikasikan berita bohong.

Penilaian Calon Presiden 02 ini sebagai reaksi sedikitnya media yang mewartakan acara reuni 212 di lapangan Monas Jakarta awal Desember ini dan menempatkan sebagai berita besar (Headline). Atas "kesalahan" pers tersebut Prabowo mengajak masyarakat tidak lagi menghormati jurnalis yang bekerja mencari berita. "Pers ya terus terang saja banyak bohongnya dari benarnya. 

Setiap hari ada kira-kira lima sampai delapan koran yang datang ke tempat saya. Saya mau lihat bohong apalagi nih"(metrotvnews.com). Masih dari situs yang sama Prabowo berujar, "Ada belasan (juta) mereka enggak mau melaporkan, mereka sebagai wartawan telah mengkhianati tugas sebagai jurnalis. Kau sudah tidak berhak menyandang predikat jurnalis lagi."

Pernyataan Prabowo ini memang tidak bisa dianggap sepele. Posisinya sebagai calon presiden (capres) pemilu presiden 2019 memberi bobot tersendiri.

Apalagi jika mengingat dukungan 62 juta lebih suara yang berhasil diraupnya pada pilpres 2014. Dalam konteks kampanye pilpres maka pernyataan terhadap pers ini bukanlah asal silat lidah. Patut diduga kalimat-kalimat pernyataan capres 02 ini bagian dari strategi tim pemenangan nasionalnya.

Pernyataan capres 02 ini tentu saja bertabrakan dengan asas kebebasan pers yang menjamin proses produksi berita. Sebuah berita adalah karya jurnalistik yang lahir dari rahim kebebasan demi kepentingan publik. Mulai dari proses peliputan berita hingga tayang di media tak boleh ada intervensi.

Tanpa kebebasan, kepentingan publik tidak akan terjaga dan terawasi. Itulah sebabnya jurnalisme mengenal istilah anjing penjaga (watch dog). Maksudnya sebagai pengawas dan penjaga hak-hak publik ketika suatu rezim menjalankan kekuasaannya.

Ketika pers dapat diatur untuk memberitakan atau tidak memberitakan suatu peristiwa maka hilanglah kebebasan pers. Pers bertanggungjawab penuh dalam menentukan suatu informasi menjadi berita atau tidak. 

Setiap media memiliki kebijakan sendiri. Itulah sebabnya dalam suatu hari bisa terjadi kesamaan berita antarmedia. Namun yang paling sering perbedaan penayangan berita meskipun bersumber dari peristiwa yang sama.

Lebih jauh lagi, ajakan Prabowo untuk tidak mempercayai pers dengan alasan suka berbohong adalah suatu tikaman ke jantung kehidupan pers bernama kredibilitas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun