Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Memahami Foley

4 September 2014   01:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:41 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang selalu lebih buruk daripada yang saya dapat katakan~Martha Gellhorn (Jurnalis)

Pembunuhan jurnalis James Foley oleh kelompok Daulah Islamiyah (ISIS) (Suara Pembaruan, 22 Agustus 2014) memperingatkan kita kembali betapa berbahayanya pekerjaan sebagai wartawan. Committe to Protect Journalist (CPJ) lembaga nirlaba yang memantau sepak terjang kebebasan pers dunia menghitung sudah 32 jurnalis tewas sepanjang tahun 2014. CPJ juga menghitung sejak tahun 1992 sudah 1072 orang tewas sebagai orang yang bekerja mencari berita.

Tiga tahun lalu mantan redaktur ChicagoTribune Timothy McNulty bertanya kepada James Foley. “Jadi apa yang menyebabkan anda melakukan pekerjaan ini?”. Foley menjawab,”Saya kira, Anda tahu, semacam gagasan romantis yang Anda miliki tentang diri Anda. Anda ingin menjadi penulis. Anda ingin melihat dunia, kau tahu. Fiksi tidak bekerja terlalu baik. Mari kita mencoba hal yang nyata” (The New Yorker). James Wright Foley memilih menjadi jurnalis untuk melihat dunia. Pekerjaannya sebagai guru ia tinggalkan. Alih-alih meliput peristiwa romantis, Foley terjun menyaksikan konflik berdarah di Suriah. Warga negara Amerika itu bekerja freelance untuk kantor berita Agence France-Presse (AFP) dan GlobalPost. Pilihannya melihat hal yang nyata harus dibayar mahal dengan nyawanya.

Pertanyaan penting pun muncul: mengapa jurnalis tetap meliput ke wilayah perang dengan resiko kehilangan nyawa?

Setidaknya ada tiga peran media (baca: jurnalis) dalam menginformasikan peristiwa konflik. Yang pertama adalah sebagai pengamat yang kritis (critical observer). Jurnalis di area konflik dituntut menyampaikan fakta yang ada. Persoalannya, seringkali jurnalis yang hadir di medan konflik menempel (embedeb) dengan pihak yang paling kuat. Para jurnalis Amerika menempel tentara Amerika saat konflik di Irak,misalnya. Kondisi ini mengakibatkan perspektif berita cenderung hanya menghadirkan kepentingan pemerintah Amerika. Fungsi kedua media menginformasikan peristiwa konflik adalah sebagai penyampai informasi (publicist).Tidak dipungkiri kehadiran jurnalis asing, khususnya Amerika, disetiap area konflik menjadi sangat penting untuk publik Amerika. Jurnalis bertindak sebagai anjing penjaga (watchdog) sikap tindak akibat tentara Amerika di medan perang.Tidak perlu terkejut jika berita peristiwa konflik yang tidak melibatkan tentara Amerika (baca: kepentingan Amerika) akan minim muncul di media massa.Fungsi terakhir kehadiran media di area konflik adalah menyaksikan (dan melaporkan) medan pertempuran (battleground) (Thussu,2003). Mengirim jurnalis ke medan perang juga bagian dari persaingan antar media. Para jurnalis bersaing mengungkap kebenaran yang tidak terungkap oleh media pesaing.

Selain kepentingan media massa, para jurnalis perang juga punya motivasi tersendiri hadir sebagai saksi konflik bersenjata. Dalam skala dasar, menurut Greg McLaughlin dalam bukunya War Correspondent, pekerjaan meliput perang memuaskan rasa pamer (terrible show-off) daam jurnalistik. Tentunya tidak semua wartawan terjun meliput perang untuk memuaskan rasa pamernya. Robert Fisk wartawan the Independent menjelaskan bahwa ketika seorang jurnalis memulai pekerjaannya maka ia memulai dengan menulis kebenaran. Jurnalis tidak bisa melihat kayu hanya dari pepohonan (McLaughlin,2002).

Mungkin benar seperti yang dikatakan Jeremy Scahill dalam bukunya Dirty Wars (2013) bahwa jurnalis adalah mereka yang hidup terpenjara oleh pekerjaannya dan mati mengejar kebenaran. James Wright Foley sudah membuktikannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun