Mohon tunggu...
Giyo Giyo
Giyo Giyo Mohon Tunggu... -

Dagang sandal jepit

Selanjutnya

Tutup

Money

Persaingan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah

30 Juli 2009   08:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:53 2491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah persaingan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah ? Di Indonesia, perbankan syariah pada umumnya masih berada dalam satu atap dengan bank konvensional. Artinya, pembentukan bank syariah masih pada orientasi perluasan pasar dari bank konvensional itu sendiri.  Perbedaan yang dikenal oleh masyarakat pengguna jasa bank masih terbatas pada istilah jasa banknya ( bunga dan bagi hasil ).  Dari segi usaha perbankan, baik itu bank konvensional maupun bank syariah keduanya berorientasi pada profit agar bisa berkembang.  Mengingat perbankan syariah baru dikembangkan, persoalan yang dihadapi adalah ratio biaya operasional pastinya lebih besar dari bank pada konvensional yang sudah terlebih dahulu berkembang.   Apapun istilah jasa bank yang diperkenalkan tersebut, dalam penentuan tariff jasa bank tentunya perbankan syariah tidak terlepas dari tariff bank konvensional. Sebab, deposan maupun debitur akan membandingkan hasil atau biaya dalam menggunakan jasa kedua bank tersebut.

Adalah tehnik marketing yang dilakukan perbankan syariah dengan penentuan tariff jasa pinjaman jauh lebih murah dari bank konvensional, tetapi dengan methode perhitungan yang berbeda namun hasilnya masih lebih mahal.  Sebaliknya,  sulit bagi bank syariah untuk memberikan jasa bank lebih tinggi kepada deposan dibanding bank konvensional mengingat biaya operasionalnya yang masih relatif lebih besar.

Dalam masyarakat yang pruralisme dan sekular seperti di Indonesia ini dan sudah terbiasa dengan bank konvensional,  keberadaan bank syariah masih merupakan bagian dari bank konvensional. Untuk saat ini, bank syariah masih bersifat alternatif penetrasi pasar bank konvensional dan pengguna jasa bank juga masih berbanding belum bersifat minded.  Pembentukan perbankan syariah yang sebagian besar masih menginduk pada bank konvensional adalah karena pertimbangan situasi tersebut.

Dalam methode manajemen  pengelolaan perbankan syariah yang  berdiri sendiri tentunya akan memerlukan tambahan biaya manajemen maupun investasi. Dilain sisi, omset yang diperoleh masih belum dapat bersaing dengan bank konvensional, walaupun bangsa Indonesia mayoritas beragama islam, dengan manajemen pengolalaan seperti yang dilakukan sekarang, bank syariah akan sulit berkembang sebagaimana bank konvensional.  Tentunya, adanya perbedaan tariff maupun metode perhitungan jasa bank konvensional berbeda dengan bank syariah, secara tehnis tidak dapat disatukan. Merubah system tentunya akan beresiko besar pada operasional perbankan, memang yang paling memungkinkan adalah beroperasional sendiri-sendiri.

Pemisahan manajemen seperti diatas akhirnya akan membawa  masyarakat untuk membandingkan antara bank konvensional dan bank syariah. Jika penilaian masyarakat akan lebih menguntungkan  bank konvensional,  bank syariah akan menjadi pendongkrak bank konvensional atau tidak lebih menjadi ajang promosi bank induknya. Tidaklah mengherankan apabila bank papan atas di Indonesia membidani sendiri kelahiran bank syariah. Artinya bank syariah dibentuk bukan untuk tujuan syariat islam semata-mata, tetapi juga pengamanan usaha yang sudah berjalan lama.

Ditelaah lebih jauh secara logika bisnis perbankan, jika ratio dana yang terkumpul dari masyarakat lebih kecil dibandingkan dengan pinjaman yang diberikan, artinya ada dana bank induk konvensional yang disalurkan melalui bank syariah.  Tentunya hal ini akan membuat cost of money bank syariah menjadi lebih mahal dan pada gilirannya akan mengenakan jasa bank lebih mahal dari bank konvensional.

Tentunya, memulai segala sesuatu tidaklah dapat sempurna, tetapi pembentukan bank syariah oleh bank papan atas di Indonesia terjadi conflict of interest,  bisa hidup tetapi dikebiri dan tidak ada persaingan. Terlepas dari pemahaman agama, tentunya masyarakat akan berhitung bukan sekedar menilai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun