Dibelahan dunia manapun, yang namanya bisnis pasti ingin untung dan turn over yang cepat. Bisnis seperti itulah yang dicari oleh investor sebagai jaminan investasi yang dikeluarkan. Bagi bisnis konvensional, upah rendah adalah syarat bagi kelayakan usaha. Makin tidak layak upah pekerja, makin layak bagi perhitungan bisnis dan makin kayak dewa yang namanya investor.
Yang uniknya, disisi politik, paket janji kampanye yang paling populer dimana saja adalah janji menaikkan standar upah pekerja. Persoalannya ada yang janji tinggal janji, dan ada juga yang coba merealisasikannya. Salah satunya gubernur jagoan kita dan wakilnya: Jokowi – Ahok. Bagaimana dengan anda, apakah ikut mendukung kebijakan Jokowi menaikkan upah minimum di DKI? Kalau saya, 100% Dukung Jokowi Naikan Upah Minimun DKI.
Mengapa membuat kebijakan tersebut menjadi sulit untuk dilakukan? Membuat keputusannya sih tidak sulit, yang sulit adalah mempertimbangkan kepentingan mana yang harus diutamakan. Dilematis politis namanya. Itulah yang menjadi isu kenapa kadang kita melihat kebijakan ekonomi makro yang dibuat pemerintah tidak berdampak apalagi berpihak kepada sektor riil.
Bagi bisnis konvensional, menaikan upah pekerja adalah bencana. Upah rendah dianggap sebagai faktor penting yang harus diciptakan dan dipertahankan untuk meraih keuntungan tinggi. Dengan keuntungan yang tinggi, maka pemegang saham akan nyaman dan tidak buru – buru menuntut pengembalian saham. Maka dibuatlah berbagai alasan agar upah pekerja harus dalam batasan minimum. Tidak pernah kan kita mendengar ada standar upah ideal atau standar upah sejahtera? Yang ada standar upah minimum. Apa saja alasan atau tepatnya ancaman dari para pengusaha bisnis konvensional seperti para anggota APINDO (Asosiasi Pengusaha Manja Indonesia) yang ribut mau hengkang dari Jakarta dengan rencana kenaikan upah minimum dari Jokowi?
1. Jika upah minimum naik, maka perusahaan akan menanggung cost yang tinggi dan ujungnya adalah cost tersebut akan di bebankan kepada konsumen alias produk menjadi mahal.
2. Jika masyarakat tidak mampu membayar, maka perusahaan harus melakukan efesiensi. Celakanya, efesiensi yang dibuat, pasti dengan cara memecat banyak karyawan, artinya meningkatkan angka pengangguran.
3. Pengusaha bisnis konvensional itu sangat takut jika dewa mereka gusar. Investor atau pemegang saham memang sudah seperti dewa. Duduk manis saja sudah mendapat keuntungan besar. Nah apa jadinya jika perusahaan hanya meraih tingkat keuntungan yang rendah? Nanti investor kabur dan bangkrutlah perusahaan, tutuplah pabrik dan meranalah nasib pengusaha.
4. Jika pemerintah tidak berpihak dengan mereka, maka akan terjadi gangguan stabilitas produksi dan usaha, akan memicu inflasi tinggi dan industri serta bisnis ditanah air tidak mampu bersaing dalam gelanggang pasar bebas yang serba kompetitif dan kejam. Jadi dari pada di kejami pasar bebas, tidak apalah sedikit kejam dalam urusan upah pekerja.
Bagaimana anda melihat alasan tersebut? Masuk akal? Atau Sotoy? Masuk akal sekaligus sotoy. Masuk akal jika memang bisnis yang dilakukan selalu tunduk dengan hukum dan teori konvensional. Sotoy karena, masa sudah berbisnis sekian lama, tidak ada ide, konsep dan program inovasi, merubah bisnis yang tergantung dari pasar bebas menjadi bisnis yang bermain dalam pasar bebas? Atau jangan – jangan..pengusaha itu kan paling jago akal – akalan. Kalau laporan isinya keluhan melulu, padahal mungkin untungnya sudah luber kemana – mana. Bukan nuduh sih, Cuma suka heran saja, jika akhir tahun kita kan suka lihat tuh ada sales barang hingga 70%. Buat masyarakat umum mungkin menganggapnya sudah murah sekali. Padahal kalau kita tanya dengan buruh yang buat barang tersebut, kita akan tercenggang kaget, karena sesungguhnya harga produksi barang hanya 10 – 20% dari harga bandrol di toko. Jadi jika di obral hingga 70% pun, masih ada untung 10-20% toh.
Jika kenaikan upah minimum DKI Jakarta membuat Jokowi dianggap politis atau bodoh oleh para pengusaha, biar saja pak. Apalah artinya upah 2 juta sebulan jika dibandingkan dengan gaya pengusaha menservice pejabat 2 jam di karaoke habis 2 juta juga. Kini saatnya pemerintah tegas untuk berpihak kepada warganya. Banyak cara dan banyak peluang bagi peningkatan bisnis asal mau kreatif dan inovatif. Artinya Jakarta cukuplah untuk para pengusaha yang berbisnis smart, yang mempertimbangkan kesejahteraan karyawan sebabagi bagian dari peningkatan profit usaha. Coba jika pengusaha berpikir, jika mereka mempunyai karyawan – karyawan terbaik karena di gaji cukup dan fokus bekerja serta berprestasi untuk perusahaan. Dimana ruginya perusahaan? Jadi jangankan 90 perusahaan mau hengkang, 1000 perusahaan pun silahkan hengkang. Psst itu peluang bagi 1000 perusahaan yang lebih inovatif untuk eksis menggantikan para pengusaha – pengusaha manja Indonesia yang mundur kalah perang hanya karena upah pekerjanya sendiri harus naik heuheu.
Doddy Hidayat
Konsultan Kreatif
Find us on Google+
See completely at: Konsultankreatif.com