Jika dibuat questioner dengan pertanyaan siapa yang mau menanggung resiko, resiko di dalam pekerjaan, pertemanan, usaha, asmara atau apa saja, maka kemungkinan besar, survei akan membuktikan 99% NO dan 1% YES. Setuju? Lalu siapa itu 1% manusia “abnormal” yang mau menanggung resiko? Mungkin orang – orang yang merasa sudah kepalang tanggung basah, mau kembali ada harimau lapar menunggu, lebih baik “nekad” menyeberangi sungai yang penuh dengan ikan piranha. Lebay :D
Padahal kalau dipikir, mana ada kehidupan yang tidak mengandung resiko. Bagaikan malaikat maut, tidak perlu dundang atau dicari, resiko selalu hadir menemani. Maksud hati tinggal di apartemen supaya hidup lebih privasi, aman dari tamu tak diundang, eh baru tinggal semalam, ada gempa, serasa mau rubuh itu bangunan. Demikianlah contohnya. Kita senantiasa dihadapkan dengan berbagai resiko, besar atau kecil, dicari ataupun tidak, baik akibat perbuatan sendiri maupun perbuatan orang lain. Sehingga faktanya, walaupun kita tidak mau beresiko, tapi hidup memang penuh dengan resiko. Resiko ada dimana mana, lebih dekat dari kekasih, lebih akrab dari sahabat. Lalu bagaimana usaha kita untuk tetap progress, tidak patah semangat, terhindar dari beban resiko yang tidak perlu dan justru mampu mengelola resiko sebagai bagian penting dalam peningkatan kualitas diri. Intinya, bagaimana kita mengambil sisi manfaat lebih banyak dibanding kerugian dalam pertemanan kita dengan makhluk yang namanya resiko ini.
Belajar Dari Atlet
Olahraga mungkin salah satu replika kehidupan yang bisa kita pelajari dalam urusan pengelolaan resiko. Setiap atlet mempunyai fase penting:
Interest – Dream – Exercise – Competition – Championship
Setiap atlet mengawali karirnya dengan minat. Minat adalah embrio dari penemuan bakat. Bakat yang terus menerus diasah akan menghasilkan skill atau keterampilan. Dalam setiap proses tahapan, atlet mulai akrab dengan berbagai resiko. Pesat dan besarnya peningkatan skill, dicapai melalui penyelesaian resiko. Kemenangan demi kemenangan menghadapi resiko kemudian membentuk motivasi yang tinggi. Kebugaran, stamina, skill dan mentalitas. Atlet yang berhasil menjadi juara, sebenarnya telah matang dengan kemenangan – kemenenagan sebelumnya. Kemenangan apa saja yang bisa kita pelajari dari seorang atlet:
1. Menang menghadapi resiko pertama, Keluar Dari Zona Nyaman
Ketika pertama kali latihan, seorang atlet akan mengalami yang namanya “first injury period”. Mau latihan apa saja. Harus pegal badan dulu. Binaragawan sebelum punya bodi kekar, akan merasakan sakit seluruh badan akibat pecah otot. Semua olahragawan akrab dengan yang namanya balsem, beras kencur, counter pain dan segala obat pereda nyeri otot. Resiko selanjutnya adalah cedera, dari kejang otot, lecet, memar, hingga patah tulang. Itu baru resiko fisik, belum lagi resiko mental. Bagaimana rasanya dalam keadaan batas ambang lelah, seorang atlet harus bisa kuat mental menghadapi teriakan penonton, pukulan lawan, agenda pertandingan yang ketat, situasi persaingan anatar rekan sendiri dan tim lawan, serta berbagai tekanan mental lainnya. Hanya atlet lah, sedikit dari profesi yang tidak pernah lama merasakan zona nyaman. Atlet selalu mendorong dan didorong untuk keluar dari zona nyaman, untuk meraih prestasi yang lebih tinggi, yang artinya keluar dari zona nyaman sementara untuk kembali menghadapi resiko yang lebih besar.
2. Menang Menghadapi Lawan Dengan Merangkul Resiko
Belajar dari petinju, dipukul, cedera, pusing, TKO hingga kematian adalah resiko yang harus dihadapi untuk menang. Tidak mungkin petinju terus – terusan berlari kesana kemari menghindari pukulan lawan. Kadang – kadang dalam keadaan kepepet, lawan bukan di jauhi, justru dirangkul. Ilustrasi ini memberi gambaran bahwa tidak ada seorangpun yang tahan dipukul terus menerus, tidak ada yang tahan menanggung resiko. Salah satu cara menghindari resiko adalah masuk lebih dekat lagi untuk mengenali faktor – faktor penyebab resiko. Kenapa kita harus menggauli resiko dan mengenali faktor penyebabnya? Dalam dunia psikologi, dikenal yang namanya situasi over estimasi. Seseorang merasakan penderitaan bukan karena menanggung resiko, tetapi belum – belum sudah susah memikirkan “nasib” dan beratnya penderitaan kalau nanti harus menanggung resiko. Ketakutan mengalami kegagalan sebelum bertanding. Rasa tidak mungkin sanggup jika bla bla, kalau bla bla, dan berbagai kekhawatiran lainnya. Ini yang biasa kita sebut kalah sebelum berperang. Bagi petarung sejati, keberanian merangkul resiko ini membuat dia berpengalaman untuk bisa menakar kelebihan diri sendiri dibanding lawannya. Sehingga banyak terjadi lawan kalah bukan karena kalah kuat atau kalah skill, tetapi karena kalah mental.
3. Menang Menghadapi Lawan Terberat, Diri Sendiri
Akhirnya sampai juga pada poin utama kenapa kita harus merangkul resiko. Menang melawan diri sendiri. Itulah lawan terberat sesungguhnya. Kalau kita tanya ke pelatih olahraga, maka mereka akan menerangkan kepada kita bahwa kemampuan seorang atlet diukur dari kekuatan fisik (skill, stamina, refleksi, hasil latihan, dsb) sebesar 40% dan 60% adalah kekuatan mental. Apa saja kekuatan mental yang harus dimiliki seorang juara? Keberanian, ketenangan, kecerdikan, kreatifitas dan banyak lagi. Tapi yang paling diperlukan adalah kemampuan untuk merangkul resiko. Kesiapan seorang atlet untuk diterjunkan ke sebuah kejuaran besar adalah: Kesiapan dia untuk action, karena kaya pengalaman (latihan dan uji coba), serta keberanian untuk menghadapi resiko, baik itu sanggup menerima resiko kekalahan maupun menang.
Beberapa bidang memang memerlukan stabilitas dan menghindari kemungkinan – kemungkinan resiko sekecil apapun, seperti keuangan, perbankan, kesehatan dan sistem – sistem pelayanan umum. Tetapi latihan untuk menghadapi, menyiasati dan merangkul resiko juga harus dipersiapkan. Secanggih apapun sistem, tetap saja buatan manusia, ada human error nya atau limitasi program ketika menghadapi kasus – kasus diluar dugaan. Tantangannya adalah seberapa besar kita mau keluar dari zona nyaman tersebut, menghadapi resiko dan menyikapi kegagalan? Selanjutnya seberapa besar kita mau belajar dari resiko kegagalan dan resiko keberhasilan dalam hidup kita. Sekian dari saya, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H