[caption id="attachment_419460" align="aligncenter" width="300" caption="Tim PKMT dan Alat Platinum Electrolisis"][/caption]
Lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) ciptakan alat pengolah limbah tekstil industri batik menggunakan “Platinum Inert Electrolysis Technology And Activated Carbon”. Mereka adalah Juli Erwanda (FTP-Teknik Bioproses 2013), M Doddy Darmawan (FTP-Teknik Bioproses 2013), Agus Setiawan (FTP-Keteknikan Pertanian 2012), Natalia Simanjuntak (FTP-Teknik Bioproses 2013), Rahma Wati Pertiwi (FTP-Teknik Bioproses 2013),dan didampingi oleh dosen pendamping Shinta Rosalia Dewi, S.Si, M.Sc. Desain alat, mereka tuangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidangTeknologi (PKM-T) dengan judul "Platinum Inert Electrolysis Technology and Activated Carbon Sebagai Inovasi Pengolahan Limbah Industri Batik Bhre Tumapel di Kelurahan Bandungrejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang".
“Ide pertama kita adalah, dari sekian banyaknya pengrajin batik diseluruh Indonesia, belum ada pengolahan limbah batik yang benar-benar efektif dan efisien, sehungga adanya limbah tersebut merugikan dan berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar, maka dari itu saya berinovasi dan berdiskusi tentang masalah ini, akhirnya terciptanya alat ini. Survey telah membuktikan ada sekitar 50.000 pengrajin batik tersebar di Indonesia, dan di kota Malang sendiri ada sekitar 230 pengrajin. Mitra kita saat ini adalah Rudi Arianto pemilik industri batik Bhre Tumapel di kelurahan Bandungrejo, Sukun, Malang. Untuk menjalankan usaha batik ini, Rudi Arianto dibantu oleh sepuluh orangkaryawan dapat memproduksi batik minimal dua belas lembarkain dengan ukuran kain 2,5 m x 1,15 m . Untuk memproduksi 3 lembar kain batik dari awal hingga akhir membutuhkan lebih dari 50 L air bersih setiap minggunya, sehingga jika dikalkulasi selama satu bulan membutuhkan lebih dari 200 L air bersih, itu hanya dalam satu industri batik di kota Malang saja, bagaimana jika seluruh Industri batik di kota Malang atau di seluruh Indonesia menghasilkan limbah yang sama seperti itu ?” ujar ketua tim Juli Erwanda
Doddy memaparkan ”Alat kami menggunakan platina sebagai elektroda inert untuk mereduksi logam-logam berat yang terkandung dalam limbah batik. Penggunaan platina pada proses elektrolisis dinilai sangat baik karena platina merupakan salah satu logam yang sukar bereaksi dengan air, udara dan bahan-bahan kimia lainnya, sehingga platina tahan terhadap korosi. Setelah proses elektrolisis, air limbah mengalir menuju pipa yang berisi karbon aktif. Karbon aktif berfungsi sebagai adsorbent dalam memurnikan air hasil proses elektrolisis”.Natalia dan Rahma menambahkan bahwa “beberapa metode pengolahan limbah telah dilakukan dalam mencegah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah pengolahan batik, mulai dari metode fisik,kimia, sampai biologi misalnya adsorpsi, koagulasi, biodegradasi, pertukaran ion,oksidasi kimia, ozonasi, reverse osmosis, elektrokimia dan membran filtrasi.Metode-metode tersebut efektif untuk pengolahan limbah namun memiliki perbedaan dalam efesiensi, dan dampak terhadap lingkungan.
"Kami berharap bisa lolos Pimnas dan alat pengolah limbah ini dapat diterima masyarakat, cita cita kami adalah membuat alat yang bermanfaat dan manfaatnya dapat dirasakan oleh semua aspek, baik manusia, lingkungan, maupun dunia, dengan penerapan alat ini maka ketiga aspek tersebut dapat terealisasi," kata Agus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H