Pancasila bukanlah ajimat atau mantra teramat keramat, yang cukup dengan dilapalkan saja, mamala akan menguap atau musuh akan menyingkir.Â
SEBAGAIMANA juga kitab suci,Pancasila adalah petunjuk termaktub, yang harus direnungi kalimat-kalimatnya, dipahami, lalu dijalankan, atau diimplementasikan, atau dilaksanakan dalam perbuatan.
Maka beriman pada Pancasila, akan sebangun dengan beriman pada kitab suci (apapun), yaitu mengkajinya, memahaminya, meyakininya, dan melaksanakan keyakinan itu dalam perbuatan. Bukankah seperti itu definisi iman?
Pancasila tidak cukup hanya didendangkan tanpa dipahami dan dilaksanakan. Begitu juga dalam keyakinan saya, membaca kitab suci bukan sekedar indah dalam melafalkannya, namun zonder dari pemahannya, serta zonk dari pelaksanannya.
Saya pernah berujar, dan ternyata hal itu menyinggung banyak orang, bahwa selama ini kita lebih bangga menjadi 'manuk beo' (burung kakaktua) yang fasih dalam menyanyikan, namun tak terampil dalam mewujudkan, bahkan tak paham apa yang telah dilantunkannya itu.
Ada banyak yang mewujudkan titah Pancasila, terutama sila ke-1, yaitu bergiat dalam beribadat. Namun, banyak yang baru beribadat sebatas syariat dan belum memasuki ranah hakikat.Â
Hakikat Solat, Misa, Sembahyang, dll. adalah pasrah, dan mau mengakui adanya Wassa (kekuas) milik sang Ahad (sang Hyang Tunggal).Â
Semua ajaran ibadat pasti menyerukan agar menjauhi perbuatan keji lagi munkar, laku yang culas sekaligus licik, karakter merekedeweng ditambah sewenang-wenang.Â
Maka bisa dikatakan, jika yang kaya makin kaya dan yang miskin kian terdesak, maka ingin saya tegaskan, selama ini kebanyakan para elite dan ningrat, para pemikir dan penyair, jangan-jangan sebenarnya baru sebatas menjadi manuk beo atau keledai, yang hanya baru sebatas bisa memanggul beban berat, tak lebih dari itu.
Tiap 1 Juni, selalu diperingati sebagai hari lahir Pancasila, sebagai 'weltanschauung' atau falsafah, yang dapat menjadi pijakan mendasar untuk bersikap dan bertindak bagi bangsa kita.Â
Istilah ini, Â dikemukakan oleh Bung Karno, dalam sidang Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).