“ketika periode berkala para representatif di gedung parlemen memulai tawar-menawar jatah kursi dan kekuatan hanya berlaku paska konsumsi cairan suplemen, tonik dan para biggot bertemu kawanan dan cinta hanya akan berlabuh setelah melewati sederatan birokrasi ideologi berwarna merah, hijau, hitam, kuning, biru, merah, putih dan biru dan merah dan putih.”
(Barisan Nisan – Homicide)
[caption id="attachment_59391" align="alignleft" width="300" caption="ideologi - cndlsgeorgetownedu"][/caption]
Gerah dan juga jengah setiap hari menonton Panitia Angket Bank Century berdepat antar para anggotanya, seakan-akan satu partai menjadi Pembela dan partai yang lainnya menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tidak perlu saya sebutkan sepertinya teman-teman juga tahu mana yang berperan sebagai JPU dan partai mana yang mengambil peran sebagai Pembela. Para anggota pansus sepertinya tidak berpikiran untuk menyelesaikan masalah ini, cuma sekedar berdebat untuk menyelematkan kepentingan masing-masing. Rakyat yang menonton semakin bingung, kapan dan akan seperti apa “dagelan” ini akan berakhir. Gelaran ini jelas tidak gratis, milyaran rupiah digelontorkan untuk perhelatan ini.
Sekilas mengenang masa lalu, pada tahun 1955 anggota Dewan Konstituante hasil Pemilu tahun 1955 (Pemilu Pertama yang diakui paling demokratis di negeri ini) yang diberi mandat untuk menyusun Undang-undangDasar Negara Republik Indonesia (menggantikan UUDS 1950) tidak kunjung mencapai kesepakatan. Saya pernah bertanya langsung kepada mantan Angota Konstituante yang menjadi Dosen saya untuk Mata Kuliah Politik Hukum di Program Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Jayabaya, yaitu Prof. Dr. H. T. Sri Soemantri M, SH., apa yang menyebabkan Dewan Konstituante tidak dapat membuat UUD. Beliau menjawab karena dalam dalam Dewan Konstituante terdapat 3 kubu yang masing-masing memperjuangkan ideologi partainya, komunis, nasionalis dan Islam. 3 kubu tersebut diwakili oleh partai besar, PNI, PKI dan Masyumi. Perbedaan ideologi hal yang menyebabkan perdebatan yang berlarut-larut.
Kembali ke Panitia Angket, dalam pansus ini perbedaan ideologi tidaklah signifikan. Ideologi partai yang tercermin dalam azas partai relatif sama. Hanya ada 2 azas partai Pancasila dan Islam, dan kedua azas ini tidaklah saling bertentangan. Kepentinganlah yang saling bertabrakan. Masing-masing saling mengamankan kepentingan boss dan partainya. Kepentingan posisi dan jabatannya yang dibela. Sejatinya partai memang harus punya kepentingan. Kepentingan partai adalah mesejahterakan rakyat yag memilihnya sesuai dengan janji yang ditebar pada saat kampanye.
Ideologi partai yang tercantum dalam azas masing-masing partai ternyata hanya pajangan semata, sesungguhnya ideologi mereka adalah kepentingan masing-masing karena hanya itu yang mereka perjuangankan.
Semoga saya salah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H