Mohon tunggu...
Doddie Faraitody
Doddie Faraitody Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

penganut ideologi pertemanan | penikmat dan pemerhati musik indie & bawahtanah | nigtwalker-day sleeper | wisatawan asing dari negara dunia ketiga | PSK : Pekerja Seni Komersil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia di Mata HOMICIDE

11 Januari 2010   07:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:31 5548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_63893" align="alignright" width="170" caption="Tantang Tirani"][/caption]

"Barisan Nisan", sebuah lagu Homicide, mungkin lebih tepatnya disebut orasi atau pusisi dari sebuah Band hip hop asal kota kembang, saya klik dan saya dengarkan melalui PC di minggu pagi, sambil menemani anak saya bermain PC game. Sebenarnya saya lupa kapan lagu ini saya simpan di harddisk komputer saya, entah bulan lalu atau tahun lalu, lagu yang saya yang download lagu ini dari sebut situs di internet karena jika mencari di toko kaset atau CD niscaya akan memakan waktu lama, bahkan mungkin tidak ketemu. Band dengan beranggotakan Morgue Vanguard (MC, Producer), Sarkasz (MC) DJ E (Turntables), Andre (Guitars), yang berdiri tahun 1994, sejak tahun 2007 menyatakan bubar. Band ini cukup dihormati oleh kalangan scene musik bawah tanah Bandung. Sejak awal berdirinya, kerap menyuarakan lirik-lirik anti pasar bebas, anti neo liberalisme dan ketidakadilan global. Saya bepikiran lagu ini keren dan layak untuk disebarkan ke banyak orang.

Barisan Nisan - Homicide matahari terlalu pagi mengkhianati pena terlalu cepat terbakar kemungkinan terbesar sekarang adalah memperbesar kemungkinan pada ruang ketidak-mungkinan sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satu pun sudut kemungkinan untuk berkata “Tidak mungkin” tanpa darah mereka mengering sebelum mata pena berkarat menolak kembali terisi sebelum semua paru disesaki tragedi dan pengulangan menemukan maknanya sendiri dalam pasar dan semerbak deodorant atau mungkin dalam limbah dan kotoran atau mungkin dalam seragam sederetan nisan atau mungkin dalam pembebasan ala monitor 14 inci yang menawarkan hasrat pembangkangan ala Levi’s dan Nokia atau dalam 666 halaman hikayat para bigot dan despot yang menari ketika jelaga zarkot berangsur menjadi kepulan hitam berselubung Michael Jordan di pojokan pabrik-pabrik ma’lun para produsen kerak neraka berlapis statistik pembenaran teatrikal super-mall opera sabun panitia penyusun undang-undang pemilu yang mencoba membanyol tentang kekonyolan demokrasi yang rapi berdasi menopengi mutilasi pembebasan dengan sengkarut argumen basi tentang bagaimana menyamankan posisi pembiasaan diri di hadapan seonggok tinja para sosok pembaharu dunia bernama PASAR BEBAS dan perdagangan yang adil untuk kemudian memperlakukan hidup seperti AKABRI dan dikebiri matahari terlalu pagi mengkhianati dan heroisme berganti nama menjadi C-4, Sukhoi dan fiksi berpagar konstitusi menjenguk setiap pesakitan dengan upeti bunga pusara dari makam pahlawan tetangga bernama Arjuna dan Manusia Laba-laba pahlawan dari Cobain hingga Visius dari berhala hingga anonimous bernama Burung Garuda Pancasila yang menampakkan diri pada hari setiap situs menjadi sepejal bebatuan yang melayang pada poros yang sejajar dengan tameng dan pelindung wajah para penjaga makam Firaun berkhakis yang muncul 24 jam matahari dan gulita bertukar posisi setiap pojokan bahkan di kakus umum dan selokan mencari target konsumen dan homogenisasi kelayakan maka setiap angka menjadi maka dan makna ketika kita disuguhi setiap statistik dan moncong senjata dengan ribuan unit SSK untuk menjaga stabilitas bagi mereka yang akan dinetralisir karena menolak membuang buku Panton sebagai panduan kebenaran sejak hitam dan putih hanya berlaku di hadapan mata sinar xerox menolak terasuki setan dan tuhan yang mewujud dalam ocehan pencerahan kanon-kanon degungan Big Mac dan es krim cone yang berseru, “Beli! Beli! Beli! Konsumsi, konsumsi kami sehingga kalian dapat berpartisipasi dalam usaha para anak negeri yang berjibaku untuk naik haji!” oh… betapa menariknya dunia yang sudah pasti menjamin semua nyawa dan pluralitas dengan lembaran kontrak asuransi dengan janji pahala bertubi dengan janji akumulasi nilai lebih, bursa saham dan dengan semantik-semantik kekuasaan yang hanya berarti dalam kala ketika periode berkala para representatif di gedung parlemen memulai tawar-menawar jatah kursi dan kekuatan hanya berlaku paska konsumsi cairan suplemen, tonik dan para biggot bertemu kawanan dan cinta hanya akan berlabuh setelah melewati sederatan birokrasi ideologi berwarna merah, hijau, hitam, kuning, biru, merah, putih dan biru dan merah dan putih Oh betapa indahnya dunia yang berkalang fajar poin-poin NAFTA sehingga pion-pion negara yang berkubang di belakang pembenaran stabilisasi nasional menemukan pembenaran evolusi mereka dengan berpetakan saluran-saluran pencerahan para rock-stars yang lelah berkeluh-kesah kala peluh mengering kasat di hadapan pasanggiri lalat telat pasar dan kilauan refleksi etalase dan display berhala-berhala berskala lebih taghut dari ampas neraka diantara robekan surat rekomendasi negara donor perancang undang-undang dan fakta-fakta anti-teror para arsitek bahasa penaklukan para pengagung kebebasan kebebasan yang hanya berlaku di hadapan layar flatron kemajemukan ponsel demokrasi kotak suara dan pluralisme gedung rubuh Oh betapa agungnya dunia di hadapan barisan nisan yang dikebiri matahari dan terlalu pagi mengkhianati Maka jangan izinkan aku untuk mati terlalu dini wahai rotasi CD dan seperangkat boombox ringkih jangan izinkan aku mendisiplinkan diri ke dalam barisan wahai bentangan seluloid dan narasi dan demi perpanjangan tangan remah di mulutmu anakku, jangan izinkan aku terlelap menjagai setiap sisa pembuluh hasrat yang kumiliki hari ini demi setiap huruf pada setiap fabel yang kututurkan padamu sebelum tidur, Zahraku, mentariku! Jangan sedetik pun izinkan aku berhenti menziarahi setiap makam tanpa pedang-pedang kalam terhunus lelap tertidur tanpa satu mata membuta tanpa pagi berhenti mensponsori keinginan berbisa tanpa di lengan kanan-kiriku adalah matahari dan rembulan bintang dan sabit palu dan arit bumi dan langit lautan dan parit dan sayap dan rakit sehingga seluruh paruku sesak merakit setiap pasak-pasak kemungkinan terbesar memperbesar setiap kemungkinan pada ruang ketidak-mungkinan sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satu pun sudut kemungkinan untuk berkata, “Tidak mungkin” tanpa darah mereka mengering sebelum mata pena berkarat dan menolak kembali terisi Matahari tak mungkin lagi mengebiri pagi untuk mengkhianati. Kekuatiran industri dalam negeri oleh serbuan produk China dengan diberlakukannya Free Trade Area (FTA) ASEAN dan China sudah lama di serukan oleh lagu ini. Carut marut pemilu, DPT yang berantakan sudar digambarkan oleh mereka. Politik dagang sapi menjelang pemilu Presiden juga sudah terwakili disini. Lagu yang berbeda dengan lagu-lagu yang keseringan nongol di televisiIndonesia. Semoga semakin banyak lahir Homicide-homicide lain sehingga anak-anak kita tidak dijejali dengan lagu- lagu cinta mendayu-dayu ala melayu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun