Mohon tunggu...
Doddie Faraitody
Doddie Faraitody Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

penganut ideologi pertemanan | penikmat dan pemerhati musik indie & bawahtanah | nigtwalker-day sleeper | wisatawan asing dari negara dunia ketiga | PSK : Pekerja Seni Komersil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dimanakah Pemberontak Engkau Bersembunyi ?

26 Desember 2009   14:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:46 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Kukesal hari ini, melihat di sekitar,

semua sama dan seragam korban dari majalah,

Dia pikir dia berbeda, dan semua band mengcopy blink,

Dimanakah pemberontak engkau bersembunyi?”

(Punk hari ini – Superman is Dead)

Pemberontak, apa yang terlintas dipikiran kalian dengan kata tersebut?

che guevara hanya menjadi sekedar fashion - google.com

Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), Republik Maluku Selatan (RMS) atau berbagai gerakan separatis sejenis, semua melakukan pemberontakan karena (mungkin) tidak puas dengan keadaan yang ada. Tapi biarlah itu, mendingan kita perkecil pemberontakan ini yang lebih bersentuhan dengan dengan dunia keseharian.

Melawan orang tua? Obat-obatan atau narkoba? Kabur dari rumah lalu terlibat kriminal? atau mengganti gaya bajumu mengikuti gaya band yang keseringan nongol di televisi?

Apapun itu, esensi pemberontakan tidak akan pernah berubah. Pemberontakan ada pada esensi, bukan dari gaya pakaian, tato atau anting-anting yang memenuhi sekujur tubuh.

Ada 2 (dua) macam pemberontakan. Yang pertama, sekali kamu menjadi pemberontak sejati, kamu akan selalu jadi pemberontak dihampir seluruh sisa hidupmu, tak akan bisa berubah karena sudah mendarah daging dalam tubuh. Kamu akan melakukan pembangkangan terhadap keadaan yang kamu anggap tidak sesuai dengan hati dan pikiran kamu. Nah, kalau yang kedua, ketika kamu memberontak tanpa visi dan misi yang jelas (rebel wannabe alias hanya ngarep.com),hanya melihat pemberontakan dari kulit luarnya, yang seperti ini tidak akan pernah menjadi apa-apa apalagi melahirkan pemikiran segar yang lebih baik buat jaman dan generasinya.

Orang timur memang seringkali gamang mengadaptasi budaya yang datang daribudaya barat yang sedemikian liberalnya, dimana disini masyarakat kita diikat oleh tatanan atau norma yang kadang sebenarnya tidak penting dan berlebihan. Masyarakat kita mencintai keseragaman dan kurang menghargai figur idealis. Menjadi seorang pemberontak memang susah untuk hidup di tanah Indonesia, padahal disanalah letak seni pemberontakan itu. Sesuatu yang memerlukan pengorbanan karena masyarakat kita masih cenderung melihat sisi negatif dari seorang pemberontak di cap sok kebarat-baratan dan lain-lain. Padahal menjadi pemberontak bukanlah hal yang sepenuhnya salah. Tergantung apa yang kamu lawan. Misalnya, kamu benci melihat sinetron-sinetron yang tiap hari tayang yang mewah, mengada-ada dan mudah ditebak, lalu kamu bikin sebuah film dokumenter tentang bagaimana sinetron-sinetron tersebut membodohi masyarakat kita yang mayoritas masih hidup dibawah garis kemiskinan. Itu sebuah pemberontakan yang pintar. Sebuah perlawanan terhadap komersialitas dan penyeragaman yang berlebihan.

Pemberontak sejati selalu berada diluar kecenderungan masyarakat, dan itu bukanlah pilihan yang salah, selama kamu bisa bertahan dan mempertanggungjawabkan misi dari pemberontakkanmu. Harus diingat, kecenderungan di masyarakat tidak selalu benar dan baik buat kita.

Contohnya ketika trend harajuku menyerang, remaja kota besar berbondong-bondong bergaya jepang baik rambut atau pakaiannyadan bikin band rock jepang dadakan, alasannya biar keliatan 'cool' dan diterima di pergaulan kota besar yang makin konsumtif.. Ironis. Padahal diasalnya, band-band tersebut terbentuk karena mereka sering tersisih dalam pergaulan. Musik yang mereka tulis adalah penegas kalau mereka adalah orang-orang yang berada diluar kecenderungan/pergaulan. Disini, oleh sebagian besar remaja malah dipakai senjata untuk kelihatan 'up to date' dan 'gaul' (jadi kayak nama boysband dangdut yang sudah bubar). Hal yang sama terjadi pada musik punk atau rock. Misi pemberontakannya ditinggalkan, fashion-nya di obral habis-habisan. Saya tegaskan, ini sama sekali bukan pemberontakan.

Kalau saya umpamakan pemberontakan adalah struktur sebuah lagu/band, jadinya begini: pakaian yang dikenakan oleh personel band, jenis suara gitar, drum dan suara teriakan/nyanyian vokal adalah media penyampai pemberontakan, sedangkan isi dari pemberontakan itu sendiri ada pada lirik. Karena lirik berasal dari pemikiran yang paling dalam, ada pesan yang ingin disampaikan. Banyak orang yang bisa bermain skillfull, tempo drum hebat, teknik vokal diatas angin dan bergaya seperti rockstar kebanyakan groupies yang mempunyai masalah kejiwaan tapi jarang banget ada band Indonesia, apalagi yang terkenal, punya lirik berontak yang sekaligus pintar. Ujung-ujungnya paling keras bisanya menghujat pemerintah tanpa ngasih solusi yang jelas, yang buruh bangunan pun bisa melakukan itu sambil menghisap kretek terakhirnya. Jadi ya, percuma saja kalau ada band yang merasa sudah jadi pemberontak hanya karena memakai kaos gambar tengkorak, tato or mohawk, distorsi maksimum dengan beat drum yang berat, tapi liriknya masih standar khas Indonesia (lirik cinta yang dangkal dan di klip harus ada model cantik dan ganteng lagi berantem). Seorang pemberontak akan menemui kesulitan men-support band-band seperti itu. Lagipula, kenapa harus menyerah ama standar-standar yang dibikin ama generasi sebelum kita, apa kita tidak punya hak untuk punya rasa terhadap standar yang berbeda?

Cobalah untuk berpikir, kecenderungan apa aja yang ada di masyarakat kita yang kamu rasa mengganggu tidurmu. Kamu benci melihat budaya kekerasan yang semakin populer di masyarakat, lawan itu semua dan jangan ikut menjadi seperti mereka. Kamu kesal setiap kali melihat masyarakat dengan santainya membuang sampah plastik sembarangan, jadilah seorang pro-environment dan pengaruhi orang-orang disekitarmu. Kamu bosan melihat budaya modern nan konsumtif anak muda yang manja dan kadang berlebihan, jadilah seorang berandal pasar barang bekas dan kenakan pakaian bekasmu dengan bangga dan gaya. Kamu merasa menyesal membeli majalah yang dipenuhi wajah-wajah artis sinetron yang tidak penting, bikin dan cetaklah wajahmu sendiri. Bosan ama design kaos-kaos distro yang makin seragam dan cheesy, bikin clothing-line mu sendiri. Akan lebih baik jika kamu melakukan itu semua tanpa menjadi seorang fasis yang kaku. Just do your own thing.

Banyak pemberontakan yang bisa kamu lakukan di Indonesia tanpa harus merugikan orang lain dan malah bisa menguntungkan jika kamu bisa me-manage 'kenakalanmu'.

Jadilah seorang counter-culture with a big heart, yang bertanggung jawab, hormat terhadap keluarga, lingkungan dan bumi pertiwi. Jangan menilai orang dari segi tampilan fisik, semuanya bisa berubah menjadi apapun dalam sekejap.

Jangan sampai terjebak menjadi seorang pemberontak bodoh yang hanya mengejar status sosial.(thanks to jrx)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun