Menjelang diselenggarakan pesta demokrasi akbar Pilpres 2014 lalu, bukan hanya lembaga survei yang sibuk merancang ramalan dan prediksi berdasarkan permainan dan kotak-katik angka, tetapi para peramal amatiran seperti tak mau ketinggalan juga ikut-ikutan meramaikan kancah politik dengan membuat analisis menurut kaca mata dan sudut pandang masing-masing. Salah satu caranya adalah menulis artikel yang ditayangkan di media ini.Â
Seperti diketahui tampilnya Jokowi di atas panggung polotik nasional sebagai kandidat presiden RI waku itu oleh masyarakat luas dianggap sebagai sesuatu yang fenomenal. Hal itu karena selama Indonesia merdeka dipimpin oleh presiden berasal dari "trah" atau keturunan dari keluarga terpandang.Â
Sedangkan Jokowi berasal dari keluarga dan rakyat biasa yang pamor dan kiprahnya sama sekali belum pernah terdengar sebelumnya. Oleh karena itulah khususnya mereka yang berlatar suku Jawa "wabilkhusus" penggemar kesenian wayang seperti saya secara spontan terlintas dalam ingatan salah satu lakon wayang "Petruk Dadi Ratu" dianggap mirip dengan pengalaman dan perjalanan hidup Jokowi. Â Saya coba melihat-lihat arsip artikel lama di kompasiana yang memilih dan mengambil topik tersebut dengan judul "Petruk Dadi Ratu" dalam berbagai perspektif rupanya lumayan banyak, lebih dari sepuluh artikel.Â
Malahan dilihat dari segi jumlah pembaca salah satunya berhasil menyabet minat pembaca hingga lebih dari dua ribu orang. Saya sendiri merasa lebih "sreg" untuk memilih judul "Petruk Jadi Raja", karena ingin lebih cepat dicerna dan dimengerti oleh sidang pembaca yang bukan hanya dari etnis Jawa. Hanya saja, setelah didicermati ada satu 'sekuel' dari jalan cerita agak sedikit berbeda versinya, yang menurut hemat saya penting, yakni tentang bagaimana sang Petruk tampil dan dapat naik ke tampuk pimpinan dan kekuasaan.Â
Satu versi menyebutkan bahwa Petruk diutus oleh salah satu otoritas untuk memerankan posisi tersebut. Sedangkan saya sendiri berdasarkan sumber cerita yang saya peroleh mengisahkan bahwa Petruk mengambil peran tersebut atas kemauan dan inisiatif serta tanggung jawab sendiri. Hanya ketika turun dan menyudahi dari tahta dia dipaksa dengan cara dicuri kembali jimat "kalimosodo" (lidah Jawa saat melafalkan kalimat syahadat) dari tangannya. Cerita pencurian itu mirip cerita pencurian jimat "godo wesi kuning" dari tangan Minakjinggo dalam pagelaran ketoprak dengan lakon "Damarwulan".Â
Sebaimana ketika naik tampuk kekuasaan Jokowi dipersonifikasikan sebagai tokoh wayang Petruk, maka batas ia berhak memegang jimat kalimosodo adalah waktu,  yakni pada tahun 2024. Tak peduli missinya  untuk mengubah agar keadaan lebih baik itu berhasil atau tidak. Dalam cerita wayang Petruk  disebut berhasil mengemban missinya, meskipun sejenak dia sempat terlena dengan manisnya kekuasaan. Sekarang Petruknya masih di atas tampuk kekuasaan. Bagaimana kelanjutan ceritanya, kita simak bersama semoga ia dapat mengembalikan jimat "kalimosodo" di tangannya kepada yang empunya dengan meninggalkan catatan tinta emas.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H