Kelas menengah adalah kelompok masyarakat yang berada di antara kelas bawah dan kelas atas dalam hierarki sosial dan ekonomi. Dalam konteks ekonomi kelas menengah di indonesia didefinisikan sebagai orang yang memiliki pengeluaran bulanannya berada diantara Rp1,2 juta hingga 6 juta. Analisis mengenai kelas menengah sebagai isu utama memberikan dampak signifikan pada kelompok ini dalam aspek masyarakat, politik, dan ekonomi.Â
Kelas menengah seringkali dikaitkan sebagai pilar utama ekonomi suatu negara, kelas menengah juga memiliki peran dalam menjaga stabilitas sosial dan politik dengan memperkuat kohesi sosial dan mengurangi konflik kesenjangan sosial terutama dari golongan kaya dan miskin. Besarnya jumlah kelas menengah di suatu negara dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Hal ini terjadi melalui investasi yang dilakukan dalam pengembangan sumber daya manusia, konsumsi yang kuat dan terus mengalami peningkatan, serta besarnya jumlah tabungan yang dimiliki oleh kalangan masyarakat kelas menengah.Â
Dengan cara ini, kelas menengah turut memperluas kelompok sosial tersebut, merangsang permintaan konsumen, mendorong perkembangan pengusaha, dan mendukung investasi jangka panjang. Selain itu, Banerjee dan Duflo (2008) menambahkan bahwa keberadaan kelas menengah yang besar dapat mendukung pembangunan lebih lanjut.
Kontribusi Kelas Menengah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Menurut data yang telah diolah LPEM UI pada tahun 2023 terdapat sekitar 18,8% atau sekitar 52 juta masyarakat indonesia yang dikategorikan sebagai kelas menengah, angka tersebut menurun dari angka tertingginya yaitu pada tahun 2018 dimana sebanyak 23% atau 60 juta masyarakat indonesia dikategorikan sebagai kelas menengah, lalu dapat dilihat juga pada grafik tersebut dimana kelas atas tidak mengalami peningkatan yang signifikan sebaliknya calon kelas menengah mengalami peningkatan tajam yang mengindikasikan bahwa masyarakat kelas menengah indonesia terjun bebas selama beberapa tahun terakhir padahal jika dilihat dari tingkat konsumsi, masyarakat kelas menengah menyumbang sekitar 41,9% dari total konsumsi rumah tangga di indonesia pada tahun 2018 namun angka tersebut menurun menjadi 36,8% pada tahun 2023 angka tersebut memiliki porsi yang cukup besar bila dibandingkan dengan jumlah populasi kelas menengah indonesia.
Menurunnya angka kelas menengah di indonesia dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional secara jangka panjang,karena kelas menengah yang merupakan konsumen utama dalam konsumsi nasional memiliki kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan permintaan terhadap berbagai produk dan jasa. Penurunan daya beli mereka secara otomatis akan mengurangi permintaan secara agregat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Kelas menengah di Indonesia kerap menanggung beban biaya konsumsi yang terus meningkat. Sebagai segmen masyarakat dengan daya beli yang relatif kuat, kelas menengah sering menjadi tumpuan berbagai kebijakan fiskal dan konsumsi domestik. Namun terdapat ironi yang muncul dari hal tersebut dimana beban biaya hidup yang mereka hadapi justru semakin berat. Meningkatnya biaya kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan perumahan yang terus melonjak naik tidak sejalan dengan kenaikan pendapatanÂ
Kenaikan harga-harga tersebut tidak hanya berasal dari faktor perekonomian global yang sedang tidak kondusif, tetapi juga dari struktur ekonomi dalam negeri yang belum mampu mencapai tingkat efisiensi yang maksimal. Banyak layanan dan kebutuhan dasar yang masih mahal dan bahkan ada beberapa yang mengalami kenaikan biaya secara bertahap. seperti contohnya pendidikan perguruan tinggi dimana biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang semakin mahal dan Rencana untuk meningkatkan biaya iuran layanan kesehatan seperti BPJS, hal tersebut semakin menjadi beban yang berat bagi keluarga kelas menengah, yang pada akhirnya akan mengurangi mobilitas finansial mereka. Beban ini semakin terasa di tengah kebijakan pemerintah yang sering kali hanya memberikan subsidi atau keringanan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sementara kelas menengah harus mandiri dalam menanggung biaya hidup. Selain itu Rencana penerapan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) sebesar 3% hanya akan semakin memperburuk kondisi finansial kaum kelas menengah.Â
Meski pajak penghasilan dan pungutan lainnya berlaku untuk semua warga negara, namun dampaknya lebih terasa kepada kaum kelas menengah karena mereka belum cukup kaya untuk menikmati keuntungan dari kebijakan-kebijakan khusus yang hanya menguntungkan kaum elit. Disisi lain, mereka juga tidak memenuhi syarat untuk mendapat berbagai subsidi yang ditujukan bagi masyarakat miskin. Akibatnya, mereka berada di antara dua tekanan: harus membayar lebih banyak tanpa memperoleh banyak bantuan.
Pendapatan Kelas Menengah Terkuras untuk Kebutuhan Dasa