Sejak awal tahun, kelompok kelas menengah di Indonesia telah mengalami tantangan yang signifikan dalam menjaga stabilitas keuangan mereka. Menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal pertama tahun ini, terjadi penurunan yang cukup signifikan dalam pendapatan rata-rata keluarga di kelas menengah. Data tersebut menunjukkan bahwa pendapatan kelas menengah turun sebesar 7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan pendapatan ini sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor seperti tingginya suku bunga dan kondisi ekonomi yang kurang stabil secara keseluruhan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI), suku bunga acuan BI Rate telah naik sebesar 1% sejak awal tahun ini. Â Hal ini membuat biaya pinjaman menjadi lebih mahal bagi individu dan rumah tangga, yang pada akhirnya mengurangi daya beli mereka.
Selain itu, penurunan pendapatan juga disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, namun masih terdapat tantangan yang harus dihadapi, seperti rendahnya investasi dan konsumsi domestik.
Kondisi Saat Ini: Berbagai Asumsi Terhadap Perayaan Lebaran
Saat ini, Seluruh kalangan masyarakat di Indonesia tak terkecuali kalangan menengah sedang mempersiapkan diri untuk menyambut bulan suci Ramadhan dan perayaan Lebaran. Meskipun ada Tunjangan Hari Raya (THR) yang diberikan oleh pemerintah atau perusahaan kepada karyawan, kondisi ekonomi yang sulit masih menjadi faktor yang mempengaruhi perayaan ini. Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Riset Konsumen (LRK) pada bulan ini, sebagian besar masyarakat kelas menengah masih merasa terpukul oleh kondisi ekonomi yang sulit. Meskipun mereka menerima THR, namun sebagian besar dari mereka masih merasa terbatas dalam berbelanja dan merayakan Lebaran dengan kemewahan seperti tahun-tahun sebelumnya.
daya beli masyarakat khususnya masyarakat dengan pendapatan kelas menengah justru meningkat menjelang Lebaran. Menurut data yang dirilis oleh BPS, terjadi peningkatan yang signifikan dalam penjualan ritel menjelang Lebaran dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonse Widjaja mengatakan, rata-rata jumlah pengunjung pusat perbelanjaan selama Ramadan dan Idul Fitri pada  2024 akan jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. "Diprediksi akan lebih tinggi dari tahun lalu, diperkirakan akan terjadi peningkatan sekitar 15% - 20% dibandingkan dengan tahun lalu," kata Alphonzus saat dihubungi Bisnis, Sabtu (6/4/2024). Hal ini menunjukkan mayoritas masyarakat kelas menengah masih aktif berbelanja  kebutuhan  liburan.
Namun, terdapat pula asumsi lain yang menyatakan bahwa konsumsi danBerdasarkan data Mandiri Expenditure Index, belanja masyarakat meningkat sebesar 6,5% pada tiga minggu pertama Ramadhan 2024, melebihi kenaikan pada periode yang sama tahun 2023  sebesar 5,4%. "Hingga minggu ketiga Ramadhan, belanja masyarakat meningkat 6,5% dibanding periode sebelum Ramadhan, lebih tinggi dibanding kenaikan di Ramadhan 2023 yang sebesar 5,4%," kata Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, dikutip Minggu (7/4/2024). Laju pertumbuhan tertinggi tercatat di Pulau Jawa yang mencapai 7,9%, juga lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2023  sebesar 5,9%.  Sumatera dan Sulawesi mencatat tingkat pertumbuhan tertinggi kedua, masing-masing sebesar 5,4% dan 4,4%. Selain itu, belanja pemerintah untuk  fesyen dan barang-barang rumah tangga mencapai puncaknya selama tiga minggu pertama bulan Ramadhan, dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 39,5% dan 18,7%.
Selain itu, peningkatan daya beli juga terjadi akibat arus mudik yang meningkat menjelang Lebaran. Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), terjadi peningkatan sebesar 10% dalam jumlah kendaraan yang melakukan perjalanan mudik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah orang yang melakukan perjalanan ini secara langsung berkontribusi pada peningkatan konsumsi dan daya beli di daerah-daerah tersebut.
Meskipun terdapat peningkatan dalam konsumsi dan daya beli, namun perputaran uang di masyarakat cenderung tidak merata di antara berbagai kelas ekonomi. Hal ini terutama terjadi karena ketidaksetaraan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan. Meskipun demikian, data menunjukkan bahwa secara keseluruhan, perputaran uang di masyarakat mengalami peningkatan, yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di masa depan.
Teori Wage/UpahÂ
Daya beli masyarakat dinyatakan dengan kenaikan atau penurunan, jika daya beli lebih tinggi dari periode sebelumnya meningkat, dan jika daya beli lebih rendah dari periode sebelumnya, daya beli menurun. Volume penjualan adalah sejumlah uang yang dihasilkan dari penjualan barang dan jasa. Semakin banyak penjualan yang dilakukan perusahaan, semakin besar kemungkinan untuk menghasilkan keuntungan (Latifah, 2022). Daya beli masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: tingkat pendapatan atau upah, tingkat pendidikan, tingkat kebutuhan, kebiasaan, harga barang, dan mode. Dalam konteks penurunan pendapatan kelas menengah, penurunan tingkat upah dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah stagnasi pertumbuhan ekonomi, yang mengakibatkan permintaan tenaga kerja menjadi rendah.Â
Dalam Teori Wage yang dijelaskan oleh ekonom klasik Adam Smith dalam bukunya "The Wealth of Nations", dikatakan bahwa upah buruh ditentukan oleh persediaan tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja oleh majikan. Jika persediaan tenaga kerja lebih besar daripada permintaan, maka upah akan cenderung rendah. Namun, jika permintaan tenaga kerja lebih besar daripada persediaan, maka upah akan cenderung naik. Dalam jangka panjang, penurunan upah dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar, karena menyebabkan penurunan daya beli dan memperburuk kondisi ekonomi kelas menengah.