Mekanisme pengawasan distribusi dan penyaluran, mekanisme pengawasan belum efektif sehingga berbagai penyelewengan dalam penyaluran masih terjadi.
Sistem tata kelola program subsidi pupuk yang masih jauh dari efektif inilah yang menciptakan peluang bagi oknum-oknum tertentu untuk melakukan penyelewengan seperti persoalan yang ditemukan di banyak tempat diantaranya pengoplosan pupuk subsidi dan non subsidi. Penyebaran isu kelangkaan pupuk bersubsidi yang memicu kenaikan harga pupuk dan penimbunan serta penggantian kemasan pupuk bersubsidi menjadi non subsidi. Selain itu, ada kebocoran penyaluran pupuk bersubsidi juga terjadi karena pupuk bersubsidi tidak hanya diselewengkan ke tanaman perkebunan tetapi juga ke industri lain yang tidak berkebutuhan. Â Disamping itu, terdapat adanya dualisme pasar soal harga eceran tertinggi dan harga non subsidi, adanya penggunaan pupuk berlebih, kondisi industri pupuk tidak berkembang secara optimal.
Berbagai permasalahan yang telah dipaparkan di atas memberikan dampak negatif terhadap petani-petani yang sangat bergantung pada penggunaan pupuk bersubsidi untuk produktivitas lahan mereka. Kurangnya pasokan distribusi pupuk bersubsidi menyebabkan terjadinya kelangkaan di antara para petani. Akibatnya, petani hanya memiliki dua opsi yaitu mengurangi penggunaan pupuk atau membeli pupuk non subsidi.
Salah satu jenis pupuk yang sangat penting bagi petani adalah pupuk NPK, berdasarkan data terbaru dari website harga.web.id HET pupuk NPK bersubsidi yaitu Rp 2.300/kg. Sedangkan HET pupuk NPK Mutiara yaitu Rp 900.000/50kg atau sekitar Rp 18.000/kg. Selisih harga antara pupuk subsidi dan non subsidi tersebut terbilang cukup jauh. Petani yang terpaksa membeli pupuk non subsidi harus merogoh modal yang lebih banyak lagi sehingga biaya produksi mereka akan meningkat dan jauh lebih tinggi. Namun, peningkatan biaya produksi ini tak diiringi dengan peningkatan harga outputnya. Oleh karena itu, banyak petani yang akhirnya merugi. Hal ini mengakibatkan nilai tukar petani (NTP) menurun sehingga kesejahteraan petani pun akan menurun pula.
Terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi juga mengakibatkan produktivitas petani menurun. Seperti yang terjadi pada petani di Kecamatan Ranomeeto, Sulawesi Tenggara pada Januari 2022, produktivitas padi mereka turun dari yang biasanya 2 ton per hektar menjadi 1,5 ton per hektar. Hal ini terjadi karena mereka kesulitan mendapatkan pupuk saat musim tanam padi.
Dampak permasalahan ini tak hanya berdampak pada produktivitas petani, namun terhadap minat orang-orang untuk bekerja sebagai petani. Banyaknya permasalahan dan sedikitnya profit yang mereka dapatkan membuat banyak orang mulai meninggalkan profesi mereka sebagai petani dan memilih pekerjaan atau usaha di luar pertanian. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Afandi et.al (2022), terjadinya kelangkaan pupuk menyebabkan penurunan minat petani dalam berusahatani lagi dan banyak petani yang telah mencari pekerjaan lain.
Tak hanya itu saja, secara tidak langsung terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga pupuk bersubsidi juga bisa berpengaruh terhadap harga komoditas pertanian. Kenaikan ongkos atau biaya produksi petani menyebabkan output yang dihasilkan mereka seperti padi, sayuran, dll harganya juga pasti akan meningkat. Melambungnya harga komoditas pertanian saat ini diperparah juga oleh kenaikan harga BBM. Jika kenaikan harga komoditas pertanian yang diterima petani tidak sesuai dengan kenaikan ongkos produksi, petani tetap saja akan merugi. Oleh karena itu, Naiknya harga pangan tidak selalu membuat petani menjadi lebih sejahtera.
Terkait dengan permasalahan pupuk bersubsidi tersebut, pemerintah sesuai rekomendasi Panja Pupuk Komisi IV, per 1 Juli 2022 rencananya akan melakukan kebijakan re-distribusi pupuk bersubsidi. Subsidi ini akan memfokuskan pada pupuk urea dan NPK yang banyak digunakan oleh petani pada pangan pokok dan komoditas strategis pertanian yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap laju inflasi.
Subsidi pupuk oleh pemerintah telah diterapkan sejak tahun 1969. Â Subsidi ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas petani melalui faktor produksi yang lebih murah. Â Hanya saja rentang waktu pemerintah dalam menerapkan kebijakan ini, tidak menjamin efektivitas dari subsidi pupuk. Â Terdapat permasalahan-permasalahan dalam implementasi kebijakan, salah satunya adalah masalah distribusi. Â Distribusi subsidi pupuk saat ini dinilai tidak efektif karena tidak tepat sasaran dan kurangnya transparansi selama penyaluran subsidi pupuk.
Subsidi pupuk dilaksanakan untuk membantu para petani. Namun, pada realitas saat ini, subsidi pupuk belum bisa membantu para petani secara tepat karena banyaknya permasalahan yang terjadi dalam penyaluran pupuk. Secara umum juga, produktivitas hasil tani padi dan kedelai cenderung stagnan dari tahun 2014 - 2020. Â Padahal subsidi pupuk yang diberikan meningkat tiap tahunnya, hal ini semakin menguatkan bahwa kebijakan subsidi pupuk ini perlu dievaluasi. Â Efektivitas subsidi pupuk sangat bergantung dari ketepatan sasaran subsidi, oleh karena nya pemerintah perlu memiliki data petani penerima bantuan secara tepat. Â Tidak hanya itu, perlu adanya monitoring dari penyaluran subsidi pupuk sehingga tidak disalahgunakan.Â
Referensi: