Mohon tunggu...
Didih M Sudi
Didih M Sudi Mohon Tunggu... -

Silaturahmi membuat hidup jadi lapang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jalinan Kasih

11 Agustus 2010   07:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:08 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari menjelang Ramadhan kemarin, pesan pendek ungkapan selamat Ramadhan dan permohonan maaf memenuhi inbox ponsel. Demikian juga status teman-teman di situs jejaring sosial. Rupanyanya intensitas mengirim pesan singkat mengalami peningkatan di bulan suci ini. Meskipun terlihat hambar dan terkesan kaku, tapi lumayanlah; lebih baik dari pada tidak sama sekali.

Ucapan selamat dan mohon maaf akan semakin deras saat Ramadhan mau berakhir. Apalagi kalau bukan ungkapan kebahagiaan di hari raya. Tak peduli puasanya penuh atau tidak; tarawihnya lengkap atau tidak. Yang penting bergembira di hari raya.

Tentu saja kita setuju bahwa silaturahim atau pertalian kasih bisa dilakukan kapan saja, dan di mana saja. Hanya saja dalam bulan suci Ramadhan ini, silaturahim memiliki momen khusus. Selama Ramdhan, orang-orang yang berpuasa memiliki “persamaan nasib”, yaitu sama-sama dalam kondisi menahan lapar dan haus. Demikian juga potensi bertemu warga sekitar yang semakin besar, yang—seharusnya—membuat pertalian kasih semakin besar.

Sama-sama menahan lapar dan menahan godaan perbuatan lain yang dapat membahayakan puasa sebagai upaya mempererat persaudaraan. Sudah menjadi sifat manusia yang akan memiliki ikatan kuat kalau memiliki tujuan bersama, atau memiliki nasib yang sama, atau setidaknya memiliki musuh bersama. Dalam puasa dan Ramadhan semuanya dimiliki bersama.

Menahan lapar bukanlah perkara mudah karena masing-masing orang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Terkait dengan lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lingkungan sekitar. Orang yang bekerja di kantoran dengan ruangan berpenyejuk udara, tentu berbeda kesulitannya dengan mereka yang bekerja di lapangan, di bawah terik matahari, dengan peluh memenuhi sekujur tubuh. Pun lingkungan, kondisi keluarga dan lain-lain, bisa mendukung atau menghambat.

Teman-teman di kantor mulai mengkreasi buka bersama, meskipun hanya dilakukan satu atau dua kali dalam sebulan. Suatu kebersamaan yang jarang ditemukan di bulan-bulan lain. Menjelang buka pun biasanya disuguhi dulu dengan ulasan nilai-nilai agama dan anjuran kebaikan.

Ramadhan juga bisa “memaksa” orang untuk datang ke mesjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. Alhamdulillah bagi yang sudah terbiasa shalat di masjid, aktivitas ini menambah semangat. Sementara bagi yang jarang atau tidak terbiasa pergi ke masjid, bulan ini menjadi suatu “paksaan” untuk berkumpul, bertemu warga.

Di berbagai kota, Ramadhan juga disemarakkan dengan berbagai ta'lim. Yang paling tampak adalah kuliah shubuh. Walaupun barangkali kita sepakat bahwa mayoritas jamaah yang kuliah shubuh didominasi kaum perempuan, sama dengan majlis taklim. Artinya bahwa kesempatan berkumpul dan bersilaturhim antarumat lebih banyak diperankan oleh kaum hawa.

Bagaiman pun Ramadhan hanyalah satu dari dua belas bulan yang ada. Kebaikan-kebaikan berupa pelipatgandaan pahala dan tebaran kasih sayang Allah di bulan ini sangat tergantung kepada manusianya itu sendiri. Mau memanfaatkan atau tidak, tergantung kita. Upaya sadar untuk merekatkan persaudaraan di bulan ini, mudah-mudahan dapat berdampak di sebelas bulan lainnya, sepanjang tahun. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun