Pemilu 2024 diwarnai oleh berbagai macam corak antusias oleh warga Indonesia. Dimulai dari ramai-ramai membuat video atau foto yang diunggah di sosial media, lomba menghias TPS (Tempat Pengungutan Suara), hingga hal-hal lainnya. Namun, di balik antusias warga Indonesia, ada sejumlah oknum yang memanfaatkan antusias warga menjadi keuntungan yang disebut Money Politic.
Money Politic (Politik Uang) adalah perbuatan curang dalam Pemilihan Umum (Pemilu) yang hakikatnya sama dengan korupsi. Meski namanya Money Politic tapi tidak hanya tentang uang, bisa barang, dan juga tidak melulu uang dan barang namun juga dapat berupa janji. Dengan demikian, Money Politic diartikan sebagai perbuatan yang melanggar peraturan dan tidak selalu berkaitan dengan uang, tetapi juga material.
Menurut pendapat Bapak Honest Dody Molasy, S.Sos., M.A, dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember, pemilu capres kemarin "Dalam konteks legal formal, tapi kalau esensi demokrasi banyak yang tidak sesuai. Ada uang sekitar 500 triliun uang negara yang dihamburkan untuk masyarakat miskin dan itu menjelang pemilu.Â
Itu legal secara prosedural, sah. Namun, secara nilai demokrasi, itu gagal. Sebab, pembagian sembako untuk orang miskin itu sah, tetapi apabila sewaktu pembagian diiringi oleh "Jangan lupa pilih ini ya"Â atau lazimnya "Jangan lupa pilih kandidiat nomor sekian". Hal tersebut melanggar nilai atau esensi demokrasi.Â
Pemilu kali ini dapat dinilai lebih buruk daripada yang sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari undang-undang yang diotak-atik atas diloloskannya Gibran sebagai wakil presiden 2024. Secara legal formal itu sah. Namun, secara esensi demokrasi itu gagal.Â
Terdapat dua kasus yang dilakukan oleh menteri aktif yang diindikasi money politik yakni Airlangga Hartanto dan Zulkifli Hasan. Pada kasus Airlangga Hartanto sewaktu membagikan bansos, ia terima kasih ke Bapak Jokowi atas bansos yang telah dibagikan. "Hal itu tidak etis, tapi sah secara legal formal.Â
Dibagikan kepada orang miskin, sah? Ya sah. Tapi jika diiringi perkataan yang seperti itu, tidak etis karena bansos itu bukan uang dari Airlangga ataupun Jokowi."Â
Sementara itu, Zulkifli Hasan ketika di Lombok Tengah, NTB menjadikan pembagian bansos dan BLT sebagai kampanye dengan berkata "Jika prabowo gibran menang, pembagian bansos dan BLT lanjut."Â
Kemudian, menurut beliau, kedua kasus tersebut sJqnganangat tidak etis, tetapi sah secara lgeal formal. Walaupun begitu, jika diiringi oleh hal lain "Jangan lupa pilih ini ya!"Â atau "Jangan lupa pilih kandidat ini, ya!"Â sangatlah tidak etis.
Akhir kata, menurut Bapak Honest Dody Molasy, "Mungkin teman-teman bertanya, mengapa paslon yang sudah tampak melakukan kecurangan Money Politic menang? Ya. Pertanyaannya dibalik, dia menang karena dia bisa curang."
Catatan penulis: