Sinyalemen ini sangat nyambung jika di kaitkan tidak adanya titik temu koalisi perubahan Nasdem, Demokrat dan PKS untuk menentukan cawapresnya, dengan kondisi ini, sudah pasti Demokrat secara diam-diam berkomunikasi dengan KIB, mencari alternatif untuk memastikan AHY jadi cawapres sebagai ukuran harga mati yang tidak bisa di tawar-tawar lagi dari  partai biru mercy ini.
KIB sudah barangtentu tidak akan keberatan memposisikan AHY sebagai cawapres, jika yang di hadapi adalah paslonnya PDIP dan paslonnya Gerindera yang tidak bisa di anggap remeh. Karena dengan menerima Demokrat beserta AHY nya, maka sudah pasti koalisi perubahan bubar dan tinggal melihat arah dari koalisi PDIP dan koalisi Gerindera.Â
Dengan bubarnya koalisi perubahan ada efek positif mencairkan polarisasi politik nasional, dan akan terjadi kondisi ekstrim politis, chemistrinya PDIP berkoalisi dengan Nasdem, dan tidak menutup kemungkinan terjadi pasangan Puan dan Anies, kemudian Gerindera akan tetap bersama PKB dengan paslon Prabowo dan Cak Imin, dan kemudian tentu saja PKS mau tidak mau akhirnya akan bergabung dengan KIB, melihat resistensi yang sangat tinggi PKS terhadap PDIP dan Gerindera. Efek domino kuda hitam RK dan AHY bakal membuat menguatnya persaingan positif, yang sangat cair dari koridor aturan PT 20%, dan akan menghilangkan sama sekali stigma-stigma negatif polarisasi politik nasional.
Konstelasi politik tersebut adalah memperlihatkan menguatnya hegemoni partai dalam memperlihatkan integritasnya sebagai partai yang sa'at ini tidak bisa di intervensi oleh hasil survey, walau hasil survey menjadi modal awal untuk menentukan langkah-langkah dari partai, namun demikian hasil survey tidak menjadi segala-galanya bagi keputusan partai. Sikap politik partai ini tercermin bagaimana kerasnya Megawati dan PDIP yang terlihat arahnya sangat kental akan mencalonkan Puan Maharani dan mengeliminir Ganjar Pranowo, dan tinggal mencari teman koalisi beserta cawapres ikutan dari teman koalisi partainya.
Kemudian Jokowi dan group istananya, sudah barangtentu secara alamiah pengaruhnya melemah, dan tidak bisa lagi mengatur-ngatur partai-partai yang sudah memperlihatkan taringnya masing-masing untuk bertarung keras mencapai kemenangan di 2024, hal ini terlihat dari mbalelo-nya Nasdem dalam mencalonkan Anies. Semuanya akan kembali pada logika pasti politik tiada kawan dan lawan abadi, yang abadi hanyalah kepentingan, dan tentu saja logika pasti politik ini ukurannya hanya menang, dan siapa mendapat apa ? tidak akan pernah bisa di pungkiri, itulah hakikat politik yang sesungguhnya, di samping idealisme yang selalu menyertainya demi rakyat dan bangsa Indonesia.
Kembali kepada prospek politis paslon kuda hitam RK dan AHY, kedua figure kaum muda dan ganteng cakep milenial ini, Â sudah barangtentu elektabilitasnya akan terus meroket, karena secara alamiah akan membius kaum perempuan, gadis2 dan emak2. Kemudian merupakan kombinasi Sipil dan Militer, serta jangan lupa sudah sa'atnya suku Sunda suku nomor dua secara nasional, diberi kepercayaan untuk menjadi presiden RI yang ke 8, jangan selalu jawa dan jawa lagi. Ukuran ini bukan sara atau primordial, karena memang sekarang sudah lahir seorang Great Arsitek ITB Ridwan Kamil dari suku Sunda, yang sangat cocok memimpin bangsa Indonesia, sama halnya seperti Jokowi, yang mempunyai Gurat Mas, dari jadi walikota, jadi gubernur dan akhirnya menjadi presiden. Wallahu alam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H