Salah satu momen Ramadan yang paling ditunggu-tunggu adalah Bukber alias buka bersama! Bukber bisa dari mana aja Bukber SD, SMP, SMA, Kuliah, Kerja dan sebagainya. Tapi, makin kesini kok aku secara pribadi lebih milih menghindari bukber ya? Secara personal, aku dan suami tahun ini menghindari bukber, selain untuk menghemat juga menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Bukber yang harusnya jadi ajang silaturahmi, nostalgia, dan ngobrol santai bareng teman lama. Tapi kenyataannya? Kadang bukber malah berubah jadi panggung flexing dan sesi curhat drama.
Aku nggak tahu kenapa, tapi selalu aja ada orang yang menjadikan bukber sebagai ajang pamer segala pencapaian hidupnya. Mulai dari pekerjaan, gaji fantastis, properti, kendaraan mewah, sampai hal-hal sepele yang katanya bikin semua orang harus iri. "Duh, tahun ini apes banget, duit di Cryoto hilang ratusan juta!" atau "Akhirnya bisa beli rumah di pusat kota, abis bosan sama rumah lama!" Ya ampun, kita di sini cuma mau makan tenang, bukan denger TED Talk personal kamu. Kenapa gak sekalian bikin seminar kwirausahaan aja yak?!
Niat Silaturahmi, Malah Jadi Ajang Adu Nasib
Kadang rasanya bukber ini kayak ajang kompetisi hidup. Ada yang datang dengan niat tulus, pengen temu kangen, eh malah ketemu orang-orang yang sibuk banget ngasih update pencapaian mereka tanpa diminta. Kami yang cuma rakyat jelata gini, datang buat ketawa-ketawa nostalgia, malah jadi minder gara-gara ada yang sibuk melempar fakta kehidupan yang seolah paling sempurna paripurna.
Dan coba tebak apa yang lebih menyebalkan? Kami harus mendengarkan dengan seksama sambil senyum. Harus mengangguk paham, harus tersenyum manis, dan kalau bisa, kasih sedikit pujian biar mereka makin semangat flexing. Padahal dalam hati? "Aduh, kapanlah ini kelarnya? Aku cuma mau makan dengan damai dan aman sentosa."
Drama di Bukber: Nostalgia Berujung Baper
Selain flexing, ada juga spesies lain yang suka merusak suasana bukber, contohnya para drama Queen. Biasanya mereka ini masih terjebak di masa lalu, nggak bisa move on, dan menjadikan bukber sebagai ajang curhat colongan. "Kok dulu pas sekolah kita deket, sekarang udah berubah ya?" atau "Eh, inget nggak dulu ada yang suka sama kamu? Kok sekarang jadi begini sih?"
Bukannya ngobrol seru, malah jadi sesi terapi emosional yang gak kami minta. Ada yang bawa-bawa konflik lama, ada yang tiba-tiba nyindir mantan, ada juga yang mendadak mellow gara-gara merasa hidupnya nggak sesuai ekspektasi. Lah, kami yang cuma niat makan bareng, malah jadi pendengar curhat dadakan.
Hempas Perlahan Si Flexing dan Drama Queen
Kalau udah terjebak dalam situasi kayak gini, biasanya aku memilih taktik senyum diplomatis (meskipun kecut juga sebenernya). Dengerin seperlunya, timpali sekedarnya, tapi dalam hati udah jungkir balik nahan sebel dan ngumpat tapi inget masih bulan Ramadan. Karena kalau ditimpali terlalu semangat, mereka makin menjadi-jadi. Kalau dicuekin, takutnya dibilang nggak sopan. Jadi, pilihan terbaik? Berpura-pura menikmati cerita mereka sambil fokus ke makanan.
Tapi kalau bisa, mari kita buat bukber lebih bermakna:
- Fokus pada silaturahmi, bukan ajang adu nasib. Kita semua punya cerita masing-masing, nggak perlu ada yang merasa lebih unggul.
- Kurangi flexing berlebihan, karena nggak semua orang ada di posisi yang sama. Yang lain mungkin sedang berjuang dalam diam.
- Hindari drama dan nostalgia yang nggak perlu, karena bukan semua orang nyaman membahas masa lalu.
- Nikmati momen dengan sederhana, karena esensi bukber itu bukan tentang siapa yang paling sukses, tapi tentang kebersamaan.
Jadi, buat kamu yang suka flexing di bukber... Tenang aja, kami tetap mendengarkan. Bukan karena tertarik, tapi karena nggak ada pilihan lain. Selamat menikmati spotlight-mu, Kak!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI