Perempuan dibelakangku
Semua yang kumiliki, semua yang disanjungkan padaku, tidaklah mungkin kudapatkan tanpa dia, seorang perempuan yang selalu ada. Meski namanya tak sering tertampang di media seperti namaku, meski gelar yang mengikuti namanya tak sepanjang gelar yang menempel pada namaku. Tapi dialah guru yang membimbingku, dialah teman yang menegurku, dialah kekasih yang membangunkanku saat aku terjatuh. Perempuan yang selalu tersenyum, meski dia memilih untuk tetap dibelakangku.
Ini kisahku kawan. Mungkin juga pernah kamu alami, walau kadang kamu tak merasa kasat keberadaannya. Delapan tahun yang lalu aku menyuntingnya seorang perempuan yang istimewa dimataku.
Dia seorang perempuan hebat kawan. Walau takdir belum membuatnya terlihat hebat, dia perempuan cerdas, meski keberuntungannya tak memasukkannya di perguruan tinggi negeri. Sedangkan aku, dengan otak pas-pasan dan tingkah laku slengehan saja aku mampu masuk perguruan tinggi negeri. Seperti dirimu dulu, akupun baru-baru ini saja menyadari keberadaannya, ketika segalanya terasa terlambat.
“sandal jepit itu tempatnya dibawah sayang, tidak terlihat dan terkesan hina, tentu kamu tidak akan teringat akan adanya hingga tiba-tiba sandalmu hilang. Kamu pasti akan kebingungan, sedih, bahkan marah, itulah rasanya kehilangan”. Katanya perempuanku disuatu senja yang indah.
Waktu itu aku tidak berfikir apa-apa tentangnya, yang terlintas dijadi seperti pikiranku hanya, oh....ternyata seperti itu rasanya kehilangan. Wajar saja jika Pak .....-sang polisi- itu hingga membawa pencuri sandalnya ke pengadilan, pasti Pak....sangat sedih, bingung, marah seperti yang dikatakan perempuanku. Pastilah setelah hilang baru beliau sadar betapa penting dan setianya sandal itu menjaganya dari panas aspal atau tusukan paku dijalan. Andai saja masyarakat mengerti arti kehilangan sebuah sandal.
Waktu tak terasa bergeser dari kehidupanku, bahkan akhir-akhir ini kurasakan waktu terlalu cepat berlari meninggalkanku, hingga kudapati diriku hanya seorang lelaki yang terhempas di dasar benteng-benteng rutinitas yang memenjara. Dan ketika aku mengatakannya pada perempuanku, dengan tersenyum dia menjawab sekenanya, “waktu memang terlalu cepat berlalu menjauhi kita sayang, meninggalkan kita yang selalu asyik menatap dan mengharap sesuatu yang kadang bukan apa-apa. Tapi janganlah berkeluh kesah, waktu punya kita masih jauh lebih lambat daripada punya orang-orang yang di vonis penjara, waktu punya mereka jauh lebih singkat sayang. Sering sekali waktu vonis lima belas tahun penjara terasa begitu singkat hingga tiba-tiba bagi kita yang baru dua tahun saja, sudah menjadi lima belas tahun bagi mereka, dan tibalah waktu bebas”. Aku tak tahu, haruskah aku tertawa atau harus bagaimana candanya memenjaraku untuk selalu bekerja bersih, sangat takut aku jika aku salah dan harus terseret di bui, tak mengapa jika hanya lima belas tahun, yang setelah remisi dan remisi menjadi dua tahun saja dan bebas, bagaimana jika harus dihukum seumur hidup dan tiba-tiba baru satu tahun saja sudah menjadi seumur hidup bagiku, ah aku masih ingin melihat indah kerling mata perempuanku.
Kerling matanya memang indah kawan, ah...maaf keindahan kerlingan matanya hanyalah terlihat dimataku, tak mungkin terlihat olehmu. Bukankah paha Ken Dedes hanya bercahaya ketika tanpa sengaja Ken Arok melihatnya, hingga membunuhpun dia lakoni untuk mendapatkan Ken Dedes yang sudah bersuami, tapi hal itu tidak berlaku untuk orang lain, tidak akan terlihat istimewa olehmu juga.
Tapi akupun sepertimu kawan, pernah pula aku merasa iri pada orang lain, dulu akupun sempat iri pada sahabatku Bang Said -yang meski sudah duda- istri barunya sungguh cantik parasnya, cerdas luar biasa, dan yang pasti dengan perempuanku yang memilih untuk selalu berada dibelakangku, istri Bang Said ini luar biasa sering muncul di media, tentunya pula pundi-pundi Bang Saidpun meningkat drastis setelah menikah untuk yang kedua itu. Namun siapa sangka, istri cantik, pandai, dan membantu cepat kaya itu tak membuat Bang Said bahagia dan bertahan lama di dunia, kemarin Bang Said meninggal dunia, karena serangan jantung katanya. Ah,...betapa kini bertambah-tambah bahagia aku memiliki perempuan sederhana yang memilih untuk selalu dibelakangku, tentu aku tak harus terkena serangan jantung dan mati muda, karena perempuanku tidak akan pernah tiba-tiba ditengah malam gulita digerebek oleh KPK.
Maaf kawan, jika mulai terdengar membosankan, tapi memang jua habis aku bicarakan bahwa perempuan yang memilih tetap dibelakangku itu sangatlah hebat menempatkan diri, karena dia aku akan pensiun dengan damai tanpa caci maki, tidak perlu aku belajar memasak dan menyiapkan baju sendiri, takut-takut periode depan istriku menggantikanku mencalonkan diri jadi kepala instansi.
Surabaya, 26 Februari 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H