Mohon tunggu...
Diadjeng Laraswati H
Diadjeng Laraswati H Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati Sumber Daya Manusia, Penulis dan Blogger

Pemerhati Bidang Sumber Daya Manusia, Penulis dan Blogger, ASN

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembinaan Karakter dan Pendidikan Agama bagi Anak sebagai Agen Perubahan

14 Juli 2013   03:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:35 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13737455581755601865

Anak adalah insan yang lahir kedalam dunia ini atas seijin Tuhan dari dua orang manusia yang bernama laki-laki dan perempuan, yang kemudian (semestinya) dapat disebut sebagai ayah dan ibu. Tak seorang anakpun dapat memilih siapa orangtua mereka dan dalam keluarga mana mereka akan ditempatkan, namun Penulis percaya bahwa kehadiran seorang anak adalah bagian dari sebuah rencana besar dari Sang Pencipta. Lalu, apakah seorang anak mampu berperan menjadi agen perubahan ? Tentu bisa. Agen perubahan adalah seseorang yang berperan melakukan sesuatu hal yang dapat merubah hal tersebut dari keadaan sebelumnya. Dan setiap anak mampu melakukannya tergantung dari seberapa besar perubahan akan dibuat dan seberapa besar hal dapat mendukung anak tersebut dalam melakukan perubahan.

Perubahan adalah sesuatu yang bersifat kekal, seperti kita ketahui tidak ada sesuatu di dunia ini yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Namun perubahan itu ada yang bersifat alami dan tidak dapat dihindari dan ada yang bersifat memberikan pilihan. Perubahan yang bersifat alami contohnya adalah proses pertumbuhan manusia dari bayi, anak, remaja, dewasa dan manusia lanjut usia. Sedangkan perubahan yang menawarkan pilihan adalah apakah seseorang mau tetap berada dalam kondisi yang sama seperti apa adanya ataukah sebaliknya mau melakukan atau mengalami perubahan tersebut, misalnya maukah seseorang merubah kebiasaannya membuang sampah di sungai menjadi membuang sampah di tempat pembuangan sampah yang sudah disediakan. Tiap orang diberi pilihan untuk merubah kebiasaannya, mau atau tidak melakukan perubahan itu.

Kadang dan hampir sering dalam perencanaan melakukan sebuah perubahan, muncul sifat alami yang disebut penolakan, yang disebabkan karena ketidaktahuan seseorang akan hasil dari perubahan itu. Untuk itu dalam menjalankan sebuah perubahan perlu adanya konsistensi, kesungguhan dan komitmen yang kuat dalam menjalankannya.

Lalu, mampukah seorang anak berperan sebagai agen perubahan ? Siapakah yang mempersiapkan mereka dan membuat agenda perubahan dalam tiap kegiatannya ? Penulis membagi anak dalam dua kategori yaitu :

  1. Anak dengan keluarga, dimana orang tua berperan penuh mempersiapkan anak sebagai agen perubahan
  2. Anak tanpa dukungan keluarga, sehingga perlu peran dari pihak Pemerintah atau pihak Sekolah atau pihak Lingkungan Tempat Tinggal dan atau pihak Lembaga Swadaya Masyarakat atau pihak lain diluar orang tua

Dari kelompok yang pertama, mempersiapkan anak sebagai agen perubahan, walaupun tidak bisa dikatakan mudah untuk dilakukan tapi lebih besar kemungkinannya untuk terbentuknya agen perubahan muncul dari tengah-tengah keluarga dibandingkan dengan kelompok yang kedua, karena biasanya orang tua dari anak-anak dalam kelompok pertama mempunyai latar belakang yang lebih baik, baik dari segi pendidikan maupun tingkat sosialnya.

Bagaimana kelompok yang pertama dipersiapkan oleh keluarga khususnya orang tua untuk melakukan sebuah perubahan, diantaranya sebagai berikut :

1. Pembinaan Karakter sejak dini

Karakter adalah watak atau sifat batin seseorang yang mempengaruhi segenap pikiran, sikap dan tingkah laku seseorang yang membedakan satu dengan lainnya. Secara sederhana, dalam pembinaan karakter, setiap anak perlu diberi pengetahuan mengenai apa yang dimaksud dengan moral, misalnya mengenai pentingnya saling menghormati satu sama lain terutama kepada orang yang lebih tua, lalu menjelaskan mengenai perasaan dari perbuatan moral misal apa yang terjadi jika orang tidak saling menghormati satu sama lain, apa yang kamu rasakan jika ada orang yang tidak menghormati dirimu dan yang terakhir adalah melakukan perbuatan moral tersebut yaitu menyapa sesama dengan memberi salam dan senyuman.

Yang perlu diajarkan dalam pengetahuan moral adalah memiliki kesadaran moral, tahu nilai-nilai moral, bisa membuat pertimbangan dan dapat mengambil keputusan terhadap suatu tindakan, seperti dalam contoh diatas.

Agar seorang anak mampu merasakan perasaan moral tersebut, orang tua perlu terus menumbuhkan dan membantu anak agar mampu memiliki hati nurani, percaya diri, dapat merasakan penderitaan orang lain, mencintai kebenaran, mampu mengontrol diri dan rendah hati.

Jika pengetahuan, perasaan dan perbuatan telah diperkenalkan pada anak, maka selanjutnya ketiga hal tersebut dilakukan berulang-ulang agar menjadi kebiasaan yang akhirnya membentuk karakter setiap anak.

2. Pendidikan Agama sejak dini

Dasar dari semua kehidupan ini adalah agama, dalam artian luas, yang maksudnya adalah mengikuti ajaran agama tertentu dan menjalankan apa yang diajarkan dalam agama tersebut. Agama membuat setiap anak memahami bahwa ia hadir kedalam dunia ini atas kehendak Sang Pencipta, maka sepatutnyalah dalam kehidupan keseharian, setiap anak memiliki pedoman atau arahan yang memperkuat keimanannya kepada Tuhan dengan menjalankan tata ibadah dan doa yang diajarkan.

Kedekatan hubungan seorang anak kepada orang tua nya terlebih kepada Tuhan, membuat anak menyadari bahwa hidup ini bukan dapat dijalankan semaunya saja, melainkan ada Tuhan yang mempunyai rencana besar menghadirkan setiap insan di dunia ini. Tuhan juga akan mengawasi setiap perbuatan anak-anak Nya dan bahkan Tuhan juga mampu dan berhak memberi peringatan kepada umat Nya atas setiap pelanggaran yang dilakukan.

Anak-anak dengan orang tua dan keluarga yang terbiasa membaca Kitab Suci sesuai ajaran agama nya masing-masing, menjalankan ibadah bersama dan merayakan Hari Besar Agama nya, akan bertumbuh menjadi anak-anak yang memiliki keimanan dan akal budi yang tinggi, dan orangtua sebagai contoh setiap tindakan dalam hidup sehari-hari bagi anak-anaknya akan mampu mengajarkan bagaimana saling menghormati sesama umat beragama dan hidup penuh kasih sayang kepada siapapun karena anak-anak tahu bahwa dalam agama dimanapun di dunia ini, Sang Pencipta menganggap semua orang adalah sama di hadapan Nya.

Dari dua pembinaan dasar ini, yang berupa pembinaan karakter melalui kebiasaan moral dan berupa pendidikan agama melalui kehidupan beragama anak-anak dalam kategori pertama, jika dilakukan sejak dini maka anak-anak yang sedangmengalami perkembangan fisik dan motorik, juga akan mengalami perkembangan kepribadian, watak, emosional, intelektual, bahasa, budi pekerti, dan moralnya yang bertumbuh dengan pesat. Oleh karena itu jika menghendaki anak-anak dapat berperan sebagai agen perubahan untuk terciptanya sebuah bangsa yang cerdas, dan bennoral baik, kedua pendidikan harus dimulai sejak masa kanak-kanak melalui dukungan orang tua dan keluarga.

Lalu, bagaimana dengan anak-anak dari kelompok yang kedua, mereka tidak didukung oleh orang tua yang mapan, baik dari segi pendidikan dan status ekonomi maupun sosialnya. Tanggungjawab siapakah anak-anak ini, apakah mereka tidak dapat menjadi anak-anak yang dapat berperan sebagai agen perubahan ? Tentu bisa, walaupun sulit, namun bukan tidak mungkin bahwa anak-anak dari kelompok ini bisa lebih berhasil dari anak-anak dari kelompok pertama yang bisa disebut sebagai kelompok keluarga mapan. Bagaimana caranya ? Tentu memerlukan dukungan dari pihak di luar keluarga, misalnya pihak Guru dari sekolah, pihak Pemerintah atau Lembaga lain, yang caranya antara lain sebagai berikut :

  1. Memberi pengetahuan dan pemahaman melalui sosialisasi berkala dalam bentuk pertemuan besar, kelompok kecil ataupun perorangan kepada keluarga-keluarga dari kelompok ini. Paling tidak, jika orang tua dari kelompok ini tidak bersedia berubah pada kehidupan yang lebih baik, mereka punya pengetahuan bahwa kehidupan yang lebih baik itu ada, selebihnya upaya banyak pihak termasuk dari keluarga dalam kelompok yang pertama
  2. Memberi pendidikan dan pengetahuan moral kepada anak-anak dalam kelompok ini, walau seandainya mereka tidak bersekolah sekalipun secara formal, mereka tahu bagaimana terbiasa hidup bersih, tidak membuang sampah sembarangan, menghormati orangtua ataupun misal berbicara sopan. Malah banyak terjadi, karena kesibukan orang tua mereka mencari nafkah, mereka tidak mau ikut dalam perubahan ini, namun orangtua ini malah mendukung anak-anak mereka menjadi agen perubahan.
  3. Memberi pendidikan agama kepada anak-anak dalam kelompok ini dalam bentuk belajar agama bersama atau melakukan ritual ibadah bersama dalam kelompok lingkungan. Jika pada awalnya orang tua tidak mendukung, namun banyak terjadi, kebaikan budi anak-anak yang sungguh belajar agama dengan baik membawa perubahan yang nyata di tengah-tengah keluarganya.

Baik dari kedua kelompok ini, anak-anak dapat menjadi agen perubahan namun tentu berbeda dalam melakukan pendekatan dan siapa yang melakukan pendekatan. Jika dalam kelompok pertama, anak-anak lebih mudah menjadi agen perubahan karena terbiasa mendapat contoh dan teladan dari orang tua yang mendukung anak-anaknya berpendidikan moral dan agama yang baik, maka dalam kelompok kedua perlu ada pihak lain yang membantu memperkenalkan hal-hal baik ini kepada anak-anak ini melalui sekolah maupun Pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat atau pihak lain yang peduli pada kehidupan anak-anak bangsa ini.

Dalam kehidupan sehari-hari, Penulis banyak bertemu dengan anak-anak dan sangat menyukai berkumpul bersama anak-anak, walaupun Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak selalu selamanya berhasil memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya, Penulis mengamati bahwa setiap anak akan mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tuanya dalam banyak hal, baik disadari ataupun tidak disadari. Dan lebih baik lagi, jika orang tua menyadari hal itu baik untuk diajarkan dan dilakukan oleh anak-anaknya maka ajarkan dan ulanglah itu terus menerus sampai anak menjadikan itu sebagai suatu kebiasaan karena kebiasaan yang baik akan membentuk karakter anak juga menjadi baik, misalnya :

  1. Dari hal yang sederhana, anak-anak dibiasakan “membuang sampah di tempat sampah”. Tanamkan pada anak, apa dampaknya jika tidak membuang sampah di tempatnya, misal membuang sampah di sungai, apa yang terjadi, tentu banjir karena sampah menumpuk di aliran sungai sehingga air tidak dapat mengalir. Selain banjir tentu air menjadi hitam dan kotor. Lalu, anak dilarang membuang sampah di jalan, atau melemparkan sampah dari dalam mobil atau kendaraan, maka apa yang terjadi, jalanan akan menjadi kotor dan sampah akan beterbangan ditiup angin. Orangtua membiasakan menyiapkan tempat sampah didalam kendaraan atau tunggu membuang sampah setelah kendaraan yang ditumpangi berhenti di suatu tempat. Edukasi dan beri pengertian pada anak terus menerus. Ajak anak untuk datang ke tempat kumuh, pinggir pantai atau sungai dimana sampah menumpuk dan buat gerakan bersama anak dan teman-temannya untuk membersihkan sampah di lingkungan terdekat, yaitu di sekitar rumah atau sekitar sekolah.
  2. Melatih anak untuk peduli kepada orang lain. Ajak anak untuk mensyukuri apa yang dapat dia terima, dia makan dan dia nikmati dalam hidupnya karena banyak anak tidak seberuntung dia, maka bersama-sama dengan anak, mengumpulkan barang layak pakai seperti baju, tas sekolah, buku dan bawa makanan sambil mengunjungi rumah anak-anak pemulung di kampung dekat rumah, mendatangi rumah anak-anak pengamen dan ajaklah anak-anak melihat betapa wajah anak-anak yang kurang beruntung itu bersukacita menerima pemberian kita.

Banyak hal yang bisa diajarkan orang tua dan banyak pihak yang peduli kepada anak-anak, beri mereka pengetahuan tentang moral, ajak mereka mempunyai perasaan terhadap orang lain dan lakukanlah perbuatan nyata bersama-sama, maka akan terciptalah ribuan dan jutaan anak sebagai agen perubahan di dunia ini, yang akan membagikan semua hal baik yang mereka terima kepada orang lain khususnya anak-anak di dunia ini.

Anak (Khalil Gibran) Anakmu bukanlah milikmu, mereka adalah putra putri sang Hidup, yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka lahir lewat engkau, tetapi bukan dari engkau, mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu. Berikanlah mereka kasih sayangmu, namun jangan sodorkan pemikiranmu, sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri. Patut kau berikan rumah bagi raganya, namun tidak bagi jiwanya, sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tiada dapat kau kunjungi, sekalipun dalam mimpimu. Engkau boleh berusaha menyerupai mereka, namun jangan membuat mereka menyerupaimu, sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur, ataupun tenggelam ke masa lampau. Engkaulah busur asal anakmu, anak panah hidup, melesat pergi. Sang Pemanah membidik sasaran keabadian, Dia merentangkanmu dengan kuasaNya, hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat. Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah, sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap.

Demikian Penulis mengakhiri tulisan ini, dengan harapan agar setiap orang menyadari bahwa Pembinaan Karakter dan Pendidikan Agama bagi setiap anak adalah tanggungjawab kita semua. Kehancuran mereka di tengah-tengah masyarakat adalah hasil dari ketidakpedulian kita terhadap kehidupan mereka, namun keberhasilan mereka adalah berkat tangan kasih dari orang-orang yang peduli dan mencintai, bukan hanya pada anak-anak ini tapi juga kepada Bangsa Indonesia. (Opini disampaikan berkaitan dengan kerjasama Kompasiana dan World Vision dalam rangka Hari Anak 23 Juli 2013, yang bertemakan "Anak sebagai Agen Perubahan) #worldvision

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun