Mohon tunggu...
Muhammad DickyNur
Muhammad DickyNur Mohon Tunggu... Saintis

Mahasiswa dengan hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Semangat Pergerakan sebagai Proses Pembangkitan Peran dan Tanggung Jawab Mahasiswa Pasca Pandemi

18 Juni 2022   01:12 Diperbarui: 18 Juni 2022   01:15 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan organisasi yang lahir dari rahim Nahdlatul Ulama (NU), yang mana kelahirannya merupakan kelanjutan dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU. Sebelum lahirnya PMII, Departemen Perguruan Tinggi IPNU menjadi wadah untuk beraktivitas mahasiswa NU, meskipun seiring berjalannya waktu dianggap ide, gagasan, dan aspirasi mahasiswa NU yang berada di IPNU kurang mendapat tanggapan yang layak karena perbedaan pandangan dan dinamika gerakan antara mahasiswa dengan pelajar yang berbeda. 

PMII lahir sebagai wadah mahasiswa-mahasiswa NU kala itu di tahun 1960 untuk menampung ide dan gagasan serta menggerakkan perubahan melalui mahasiswa NU di Perguruan Tinggi atau kampus. Tentu aktivitas sebagai orang NU yang ada di Perguruan Tinggi dengan yang ada di Institusi Pendidikan Menengah akan berbeda. Mahasiswa NU yang tergabung dalam PMII haruslah lebih unggul dalam hal pemikiran, tindakan nyata, serta karya intelektual lainnya.

PMII dalam masa ke masa selalu menjadi ‘pemasok’ intelektual-intelektual penggerak dan menjadi pemimpin NU disemua tingkatan, serta turut mewarnai kemajuan bangsa dan ikut mempertahankan kemerdekaan NKRI. PMII sebagai organisasi mahasiswa, disadari atau tidak merupakan organisasi kaderisasi, yang nantinya akan sangat dibutuhkan khususnya oleh Nahdlatul Ulama dan secara umum akan menjadi penggerak perubahan masyarakat menuju kemajuan dan menjadi pemimpin bagi bangsa dan negara Indonesia.

Tantangan PMII tidaklah mudah, sejak dulu PMII yang sebagian besar dan utamanya berisi mahasiswa nahdliyyin yang berhaluan Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), sudah berhadapan dengan puritanisme Islam, radikalisme agama, tindakan ekstrim dan intoleran yang mengatasnamakan agama, serta berhadapan dengan bibit-bibit terorisme yang bermunculan dari dunia kampus. 

Selain itu, zaman sangat cepat bergerak dan berkembang, terbukti dunia sudah memasuki Revolusi Industri 4.0 yang nantinya menekankan pada sistem otomasi dan pertukaran data, serta tidak heran terkait istilah big data, cloud computing, internet of things (iot), data analytics, artificial intelligence, machine learning dan sebagainya. 

Bahkan, pada tahun 2019 lalu Jepang sudah menggagas Society-5.0 yaitu teknologi digital untuk melayani kebutuhan manusia. Hal tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda konsepnya dengan era 4.0 yang merupakan era pertukaran informasi. Era revolusi industri 4.0 lebih menekankan terkait penggunaan teknologi informasi sebagai “pemain utama” dalam dunia industri dan aktivitas manusia. Sedangkan society 5.0 menekankan bahwa manusia merupakan “pemain utama” dalam mencapai kemajuan ilmu pengetahuan dan pelayanan terhadap kemanusiaan.

Tantangan-tantangan kedepan harus bisa dikuasai oleh kader-kader PMII untuk dapaT mentransformasikan Aswaja pada bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, dan agama. Selain itu juga sebagai bentuk pengejawantahan dari pesan “ilmu bukan hanya untuk ilmu, tapi ilmu untuk diamalkan pada masyarakat”, kalimat yang dinasihatkan Ketua Umum NU saat awal pendirian PMII, KH. Idham Chalid

PMII banyak berkembang dan mempunyai massa yang banyak utamanya di perguruan tinggi yang berbasis Islam, baik negeri maupun swasta seperti UIN/IAIN/STAIN, perguruan tinggi di pesantren-pesantren, dan perguruan tinggi berbasis Islam lainnya. Sedikit kader PMII yang ada di perguruan tinggi umum, untuk perguruan tinggi favorit negeri dan swasta lainnya jumlah kader PMII sangatlah sedikit dibandingkan dengan di perguruan tinggi berbasis Islam. Padahal, yang dibutuhkan NU bukan hanya kader yang mengurusi “kementerian agama” saja, namun juga mengurusi serta ahli di bidang-bidang keilmuan, profesi, dan latar belakang lainnya. 

Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Rais ‘Aam PBNU, KH. Miftachul Akhyar, saat Munas dan Konbes NU akhir Februari 2019 di Banjar, Jawa Barat. Maka, untuk menyongsong tantangan kedepan untuk menyiapkan intelektual dan ahli yang dapat menguasai bidang-bidang strategis, “menggenjot” kaderisasi di perguruan tinggi umum merupakan pilihan yang mutlak. 

Dalam hal ini dalam upaya membangun semangat pergerakan sebagai proses pembangkitan peran dan tanggung jawab mahasiswa pasca pandemi adalah dengan membentuk derap langkah nyata dari hal hal yang sebelumnya belum bisa diimplementasikan saat pandemi berlangsung. Hal tersebut perlu didukung oleh berbagai pihak agar kader, pengurus umumnya anggota PMII bisa mengaplikasikan semangat pergerakan pasca pandemi ini. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun