Organisasi ekstra kampus adalah suatu perkumpulan yang menaungi mahasiswa pada perguruan tinggi dengan tujuan yang sama, namun memiliki independensi dari pada kuasa dan kebijakan-kebijakan kampus. Keberadaan organisasi ekstra di kampus memiliki banyak manfaat, baik dalam lingkup mahasiswa, perguruan tinggi, maupun masyarakat.Â
Dengan adanya organisasi ekstra mahasiswa yang tidak mendapatkan kuota untuk belajar di lembaga intra dapat menimba ilmu terkait keorganisasian di organisasi ekstra kampus tersebut. Kemudian, organisasi ekstra juga lebih leluasa untuk melakukan kegiatan sosial dan kemanusiaan di masyarakat atau di luar kampus, karena tidak terikat sepenuhnya oleh otoritas perguruan tinggi.Â
Seiring berkembangnya teknologi pemanfaatan teknologi di dalam organisasi ekstra juga perlu dilakukan, khususnya memanfaatkan keberadaan media sosial.
Media yang selama ini menyajikan informasi dan pemberitaan melalui koran, radio, televisi, kini semakin luas mengalami perubahan hingga ke ranah media sosial (daring). Pesatnya kemajuan tekhnologi ini mengakibatkan berbagai macam informasi deras mengalir masuk. Garis-garis antara berita, hiburan, iklan, propaganda dan sebagainya, menjadi kabur. Sehingga kita susah untuk mendefinisikan dan menginterpretasikan setiap informasi yang kita peroleh.
Abad ke-21 ini memang membawa perubahan besar dalam informasi yang kita terima dari media. Diperlukan sebuah kecermatan untuk mengkonsumsi informasi yang akurat dan terpercaya. Tidak serta merta menelan mentah-mentah setiap informasi yang kita dapat, karena apa yang kita peroleh dari media adalah berupa data-data, data itu akan menjadi infomasi yang akan memengaruhi pola pikir dan cara pandang kita terhadap problem sosial. Sungguh peran media sangat vital.
Pada sisi yang lain, masyarakat tidak begitu peduli dengan akurasi media. Mereka mudah membaurkan antara fakta dan opini. Maka benar apa yang disampaikan oleh Frank Sesno, bahwa kebanyakan apa yang didefinisikan atau disajikan sebuah berita sekarang ini adalah opini, interpretasi dan spekulasi. Lebih lanjut bahwa media tidak lagi dalam bisnis informasi dan pemberitaan, tetapi media berada dalam bisnis pengaruh.
Jika demikian adanya, berarti diperlukan sebuah strategi dan langkah konkrit untuk merespon realita media mutakhir ini. Respon itu tidak dengan sifat sinis terhadap media, tetapi skeptis, yaitu apa yang disebut oleh Tom Friedman dari New York Times dengan sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu.
Pada fenomena mutakhir ini, beragam isu menjadi penting bagi masyarakat karena disuarakan oleh media sosial. Seringkali sebuah isu menjadi "tren" tidak jelas, tetapi mendapatkan perhatian besar bagi masyarakat.Â
Tak ayal juga berbagai macam propaganda didengungkan, baik yang bersifat politik, agama, ras dan sosial. Berbagai strategi dan teknik persuasif dilakukan untuk mengubah opini, perilaku, dan sikap masyarakat dengan menggunakan kebohongan, tipu muslihat, dan kebencian.
Organisasi ekstra kampus tidak perlu takut dan apatis terhadap media, karena sudah sejatinya merupakan perkembangan teknologi. Kehadiran teknologi baru ini memang bisa menjadi ancaman, tapi juga bisa menjadi kesempatan bagi organisasi, yaitu kesempatan berpartisipasi untuk ikut memainkan peran di media.Â
Organisasi ekstra tersebut dituntut untuk menjadi subjek, tidak selalu menjadi objek. Organisasi tersebut harus mengembangkan medianya sendiri, membangun gerakan di media sosial, baik ideologi, pandangan, gagasan atas problem sosial dan penyebaran hal-hal yang penuh kasih, kedamaian, dan kemashlahatan. Hal ini karena banyak sekali tantangan di media sosial yang dihadapi suatu organisasi ekstra, baik dalam politik, sosial, maupun kemanusiaan.Â