Dalam sejarahnya, wilayah ini pertama kali dihuni oleh nelayan dari Hokkian dan petani dari Guangdong yang menyebut daerah ini sebagai "Ou Mun" yang berarti pintu. Ou Mun menjadi pintu perdagangan menuju jalur sutra dan tempat berlabuh para pedagang dari Italia.
Pedagang Portugis mendarat pertama kali di tempat ini pada 1513 yang dipelopori oleh Jorge Alvares. Pada 1550, Portugal menjadikan daerah tersebut sebagai koloni yang dinamai sesuai dengan nama kuil di dekat tempat berlabuh kapal Portugis, yaitu  kuil A-Ma.Â
Sejak saat itu, Macao menjadi bandar niaga dalam perdagangan rempah internasional dengan India, Jepang, Eropa, dan Asia Tenggara. Pada era tersebut, Macao telah memiliki hubungan yang intens dengan Indonesia, khususnya Makassar. Bahkan pada 1630-1640, Makassar menjadi tempat ideal bagi Macao Portugis untuk menyuplai kayu cendana dan kayu secang dari Kepulauan Nusa Tenggara.
Sebagai tempat pertautan Timur dan Barat yang dijalin oleh dunia niaga, Macao menawarkan nuansa klasik yang romantis khas Eropa dan Oriental yang dinamis. Kolonialisasi Portugis dan perdagangan Cina masa lampau memberikan identitas sejarah yang istimewa bagi Macao. Â Persinggungan dua budaya tersebut melahirkan nuansa romantis dan nostalgia.Â
Sebagai wilayah multikultural, Macao memiliki warisan yang sarat dengan komunikasi lintas budaya, baik Portugis, Cina, dan Arab-India yang bercorak Islam. Sampai saat ini, terdapat gereja-gereja Katolik Portugal yang berdampingan dengan kuil-kuil suci Cina, serta terdapat pula pemakaman Islam dan masjid di Ramal dos Movros peninggalan orang Persia.Â
Dengan nuansa Portugis dan Cina, Macao dapat menjadi destinasi yang menarik untuk merasakan sensasi Eropa di benua Asia, sekaligus menelusuri kembali kejayaan perdagangan laut masa lampau. Istimewa pula, pemerintah Macao telah memberlakukan bebas visa bagi turis asal Indonesia. Jika Anda tertarik untuk menjelajahi Macao, tempat-tempat wisata ini dapat menjadi pilihan untuk destinasi perjalanan.
Kuil A-Ma