"Njeng Pangeran," panggil orang itu sambil mengetuk pintu, mengejutkanku. Dengan gemetar kuputar handle pintu terbuat dari emas, lalu keluar.
"Istirahatlah, Pangeran. Tidak usah berpikir macam-macam!" katanya lembut dan sopan. Wajahnya tersenyum, tatapan matanya teduh menenangkan. Ketakutanku pun mereda.Â
"Maaf, Pangeran. Makan siang terpaksa sendirian, karena waktu makan siang sudah lewat," katanya menyilakan dengan membungkuk sedikit sambil menunjuk dengan jempol ke arah meja makan kecil di sudut kamar.
"Hamba ijin pamit, Pangeran, sugeng dahar siang," pamitnya sambil membungkuk. Aku mengangguk gamang.
Aku duduk di tepi tempat tidur megah dan mewah seperti di negeri dongeng. Kuucek-ucek mataku, keadaan tetap tidak berubah. Kutepuk-tepuk pipi, lalu kucubit, "auuw, sakit," jeritku lirih sambil mengelus kedua pipi. "Berarti aku tidak sedang bermimpi. Tapi ini di mana? Ke mana gua itu menghilang?" gumamku lirih. Banyak pertanyaan berjubel di benakku.
Melihat hidangan yang lezat terhidang dalam wadah kristal dan sendok perak, perutku langsung lapar berat. Aku makan dengan lahap. Kemudian, pindah ke tempat tidur empuk. Kasur dan bantal guling yang empuk, menenggelamkan diriku dalam tidur nyenyak.
"Didit ... kau ada di mana, Nak? Pulanglah!" Kudengar jeritan Bunda sambil menangis. "Dit ... kau di mana?" ... "Didit ... pulanglah!" jerit teman-teman memanggil dengan khawatir. Jeritan-jeritan diiringi lantunan bacaan ayat-ayat suci Alquran menggaung berputar-putar di telingaku. Geragapan aku terbangun.
"Astaghfirullahaladzim. Ya Allah ampuni aku. Aku telah melupakanmu."
Aku langsung bangkit. Bersyukur bajuku masih ada di kamar mandi. Hatiku tercekat ketika mendapati tas sekolahku tidak ada di mana-mana. Aku langsung ke luar. Kulihat tas berada di tangan petugas jaga pintu, sedang diberikan kepada petugas lain.
"Hai! Itu tasku!" teriakku sambil merebut tas dari tangannya. Aku langsung berlari menuju pintu keluar tempat aku masuk tadi. Langit tertutup lembayung senja. Lampu-lampu sudah dinyalakan.Â
Kedua pengawal itu mengejar sambil berteriak, "Pangeran melarikan diri! ... Pangeran melarikan diri! ...." Tidak lama terdengar bunyi kentongan dengan nada titir. Aku terus berlari sambil melafalkan zikir dan surat-surat pendek yang kuhafal. Ayat kursi menjadi andalanku.Â