Mohon tunggu...
Djumiatun SR
Djumiatun SR Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Hobi membaca, menambah ilmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terpuruk

18 Maret 2024   08:53 Diperbarui: 18 Maret 2024   08:54 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku hanya bisa menangis, menangis dan menangis. Bantal dan guling menjadi saksi kesedihanku. Malam semakin larut, mata pun tak hendak berkompromi. Dengan tertatih aku bangun, mengambil air wudhu. Badan rasanya menjadi segar. Sengaja tak kukeringkan, takut kehilangan kesegarannya. Aku kembali merebahkan diri. Kulihat HP yang masih tergolek setia menunggu di pembaringan. Kupindah dia ke meja malam, lalu kuambil lagi.

"Ya Allah beri aku petunjukmu," desisku.

Kulihat penunjuk waktu di HP, ternyata sudah pukul 03.00 dini hari. Aku mengambil sajadah dan mukena. Tahajud tak mungkin kudirikan, tapi aku masih bisa salat Witir. Tersungkur sujud menangis di atas sajadah di ujung salat. Kuadukan semua derita yang menimpa, meski aku tahu Tuhan mengetahui penderitaan umatnya. Aku yakin, Allah menungguku untuk memohon pertolongan dan petunjuk-Nya. Salat benar-benar mampu menenangkan hati dan jiwaku. Kubuka mushaf al-Quran. Kubaca deretan kalam ilahi mengisi waktu menunggu azan subuh. Kegelisahan terkikis, hatiku tenang, air mata pun mengering.

Selepas salat Subuh, tv kunyalakan untuk melihat kajian subuh di salah satu kanal tv swasta. Mata rasanya berat. Dari bangun tidur kemarin, belum sedetikpun mata terpejam untuk istirahat. Dan semalaman dia dipaksa mengalirkan airnya untuk membasuh kesedihan, dan semua rasa sakit di hati, jiwa dan tubuhku. Tausyiah dari ustadz yang sedang naik daun, seperti menina bobo mengantarku dalam tidur yang menenangkan. Entah berapa lama aku tertidur, lamat-lamat kudengar bunyi dering HP. 

Kukumpulkan kesadaranku, bunyi HP semakin jelas. Perlahan mata kubuka. Seberkas cahaya matahari menerpa dari jendela yang sejak subuh terbuka tirainya, menyilaukan mataku. Seketika aku bangun dan meraih HP. Sambungan dari teman kantor.

"Nin, kau di mana?"

"Astaghfirullahaladzim ... maaf, aku semalaman nggak bisa tidur. Perutku sakit sekali. Habis subuh tadi aku ketiduran. Pamitin bu Aris ya, hari ini ijin."

"Sudah kupamitin. Bagaimana hasilnya kemarin? Apa kata dokter?"

Aku terdiam, apa yang harus kukatakan? Kepada kerabat pun aku tak mengatakannya. Aku tak ingin nelangsa menggelayuti hidupku 24 jam, hanya karena perlakuan khusus orang-orang sekitar yang mengasihaniku.

"Nin! Kamu masih di sana?"

"Iya ... eh maaf ... iya. Dokter memberiku pereda rasa sakit. Dia menyarankan untuk istirahat. Surat keterangannya nanti tak kirim di WA"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun