Saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, hanya uang kertas Jepang yang dinyatakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah RI. Meskipun demikian, bekas uang pemerintah Hindia Belanda, masih tetap beredar luas di kalangan masyarakat.
Uniknya, ketika itu beredar tiga jenis uang kertas Jepang sekaligus. Yang paling dikenal adalah uang kertas yang sudah dipersiapkan Jepang sebelum menguasai Indonesia. Uang itu menggunakan bahasa Belanda, De Japansche Regeering (1942). Emisi yang diterbitkan memiliki nominal 1 Cent, 5 Cent, 10 Cent, ½ Gulden, 1 Gulden, 5 Gulden, dan 10 Gulden.
Semua nominal dicetak oleh Djakarta Insiatsu Kodjo, yakni percetakan milik Kementerian Keuangan Jepang. Ciri utamanya adalah berkode ‘S’, misalnya SL, SN, dan S23. Ini tidak ubahnya nomor seri pada uang-uang kertas modern.
Huruf ‘S’ merupakan tanda untuk uang pendudukan Jepang di Indonesia. Pada saat bersamaan terdapat pula uang pendudukan Jepang di Semenanjung Malaya berkode ‘M’ dengan satuan dollar, di Filipina berkode ‘P’ dengan satuan pesos, di Birma (Myanmar) berkode ‘B’ dengan satuan rupee, dan di Oceania berkode ‘O’ dengan satuan shilling.
Jenis kedua menggunakan bahasa Jepang aksara Latin, Dai Nippon Teikoku Seihu, emisi 1943. Nominal yang diterbitkan adalah Rp ½, Rp 1, Rp 5, Rp 10, dan Rp 100. Percetakannya masih tetap sama, yakni Djakarta Insiatsu Kodjo.
Jenis ketiga menggunakan bahasa Indonesia, Pemerintah Dai Nippon, emisi 1944. Nominal yang diterbitkan adalah seratoes roepiah. Percetakannya juga masih tetap sama, Djakarta Insiatsu Kodjo. Sebenarnya nominal seriboe roepiah sudah selesai dicetak, namun urung beredar karena Jepang keburu kalah perang.
Pada 29 September 1945 pasukan Sekutu mendarat di Tanjung Priok, dalam rangka tugas pelucutan dan pemulangan tentara Jepang yang kalah perang. Dalam pasukan Sekutu ternyata ikut pula tentara Belanda.
Pemerintah RI sendiri menyadari belum mampu untuk mengeluarkan mata uangnya sendiri. Maka melalui Maklumat Presiden 3 Oktober 1945 dinyatakan bahwa untuk sementara waktu, masih berlaku tiga jenis mata uang di seluruh wilayah RI, yaitu uang De Javasche Bank, uang pemerintah Hindia Belanda, dan uang pendudukan Jepang.
Secara resmi emisi pertama uang kertas ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) terbit pada 30 Oktober 1946. Sejak itu pemerintah kita mulai memiliki uang sendiri. Ditetapkan bahwa nilai tukar 1 rupiah ORI sama dengan 50 rupiah uang Jepang di Pulau Jawa atau 100 rupiah uang Jepang di Pulau Sumatera.