Beberapa waktu lalu saya beberes buku-buku lama pemberian almarhum tante saya. Dulu tante saya seorang guru. Di mata murid-muridnya dia dikenal sebagai guru yang baik. Murid-murid memanggilnya Ibu Yong. Seingat saya tante pernah mengajar di Jalan Gunung Sahari dan di Jalan Jatinegara Timur. Nah, karena tante saya tahu saya suka baca buku, maka banyak buku dihibahkan ke saya. Apalagi saya seorang arkeolog, yang diharapkan bisa merawat buku-buku tersebut.
Kalau ada waktu senggang, saya bersihkan beberapa buku. Saya bolak-balik halaman demi halaman. Ternyata di antara halaman buku, sering kali terselip nota, kuitansi, kartu trem, dan sebagainya. Benda-benda ini tentu saja saya nilai berharga untuk masa kini.
Beberapa nota kemudian saya posting di media sosial Facebook. Salah satunya nota pembelian buku di Toko Buku Obor. Segera nota Obor mendapat komentar dari banyak orang, termasuk dari keluarga besar Obor. Postingan saya itu ikut disebarkan di fan page Penerbit dan Toko Buku Obor.
Bahkan Romo Agustinus Surianto Himawan membuat narasi untuk fan page tersebut. Narasinya berbunyi demikian:
26 OKTOBER 1959
Sepuluh bulan sebelum kelahiran saya, ada seseorang berbelanja di OBOR, Gunung Sahari 91, Telp 373, Jakarta. Ketika itu, OBOR masih dikelola oleh NV de Toorts yang mengambil alih pengelolaan lembaga ini dari para Bruder Budi Mulia.
Barusan saya menemukan foto bon kontan bernomor seri 006124 yang diunggah oleh Bapak Djulianto Susantio. Dari tulisan yang tertera, nampaknya keluarga Pak Djulianto pada 26 Oktober 1959 membeli 2 buah buku berbahasa Inggris seharga 44 rupiah.
Koleksi yang luar biasa. Sekaligus membuktikan betapa "lembaga tua" ini tahan banting di sepanjang zaman.
Kini, di Jakarta masih adakah lembaga yang lebih tua dari OBOR dengan karya yang konsisten sepanjang zaman...?
Komentar Mas Deni kemudian ditimpali Romo Agustinus, “ Yesss... luar biasa yah. Berbahagialah kita yang pernah, masih, dan yang akan tetap ambil bagian dalam sejarah panjang ini”.