Setelah ramai diberitakan di media sosial termasuk di Kompasiana (Baca), akhirnya tadi pagi (15/04/2017) yoni di situs Gandekan, dipindahkan ke Balai Kelurahan Harjosari. Lokasi itu merupakan tempat sementara, menunggu tempat yang lebih baik. Â
Dikabarkan di situs tersebut akan dibangun perumahan. Kalangan ilmuwan sendiri masih mengharapkan adanya kesempatan untuk melakukan penelitian. Soalnya diperkirakan di lokasi situs masih terdapat benda-benda masa lampau yang terpendam di dalam tanah.
Pemindahan yoni merupakan upaya kerja keras bernegosiasi yang dilakukan Komunitas Dewa Siwa, komunitas yang peduli warisan leluhur. Sebuah bukti peran masyarakat, dalam hal ini komunitas, amat besar. Peran masyarakat seperti inilah yang antara lain diharapkan oleh Arkeologi Publik.
Arkeologi Publik
Di antara sejumlah subdisiplin arkeologi, sebenarnya Arkeologi Publik relatif mudah penerapannya. Hal ini karena Arkeologi Publik tidak membutuhkan peralatan canggih, seperti GPS, laboratorium, atau komputer. Tidak pula memerlukan teori-teori rumit untuk menganalisisnya. Satu hal penting untuk mengembangkan Arkeologi Publik hanyalah peran serta masyarakat secara aktif dan positif.
Arkeologi Publik diperkenalkan di dunia Barat pada 1970-an. Konsep dasarnya adalah masa lalu itu milik siapa saja. Karena kita tidak bisa mengingkari masa lalu, maka kita selalu berkepentingan dengan masa lalu. Namun hal ini tentunya bukan berarti siapa saja boleh mencemarkan warisan-warisan masa lalu. Termasuk ke dalam istilah mencemarkan antara lain mencuri, menyelundupkan, serta  merusakkan artefak, bangunan, dan situs kuno.
Di dunia Barat keberadaan Arkeologi Publik berhasil baik berkat partisipasi masyarakat (awam). Tidak dimungkiri hal ini karena wawasan, tingkat pendidikan, dan pola pikir mereka sudah terbentuk sejak dini. Institusi pendidikan berperan besar. Begitu pun lembaga-lembaga nirlaba, macam Heritage Society atau Heritage Foundation.
Pada dasarnya Arkeologi Publik ditulangpunggungi oleh arkeolog-arkeolog profesional. Namun yang lebih berperan justru adalah arkeolog-arkeolog amatir. Arkeolog amatir adalah masyarakat awam yang tidak berlatar pendidikan arkeologi, namun diberi pengarahan tentang arkeologi oleh para arkeolog profesional.
Kesadaran akan masa lalu
Banyak artefak dan situs purbakala terselamatkan berkat pemantauan yang terus-menerus oleh masyarakat. Pemantauan lebih mudah dilakukan karena masyarakat  memang mudah diberi pengertian dan memiliki kesadaran sendiri akan masa lalu mereka.
Selama sepuluh tahun sejak awal pengenalannya, Arkeologi Publik berhasil menyelamatkan sejumlah situs dari proyek-proyek pembangunan fisik. Hal ini karena  proyek pembangunan selalu mengalah demi kelestarian situs-situs arkeologi.