Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Naskah Kuno Kita Banyak, Tapi Sedikit Kajiannya

24 Agustus 2016   10:32 Diperbarui: 24 Agustus 2016   20:27 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Naskah kuno bergambar (Foto-foto: Katalog Pameran Surat Emas Raja-raja dan Naskah-naskah Nusantara, 1991)

Ketika masih kecil Heinrich Schliemann, seorang Jerman, pernah diberi hadiah sebuah buku bacaan tentang kisah Perang Troya. Selama bertahun-tahun kisah dari masa Yunani purba itu terngiang-ngiang di telinganya. Menurut anggapannya, kisah Perang Troya bukanlah dongeng semata. Harus ada kenyataan di balik semua itu.

Mulailah dia mengumpulkan uang untuk membuktikan kebenaran pendapatnya. Terutama setelah dia menjadi bankir. Dibantu sejumlah keluarga dan temannya, dia kemudian berangkat ke Yunani, menuju tempat yang diperkirakan sebagai letak Kota Troya.

Di sana, bukit demi bukit dia gali. Akhirnya dari sebuah timbunan tanah, muncul sedikit demi sedikit batu-batu kuno. Itulah benteng Kota Troya. Schliemann menemukan letak kota itu pada 1870-an.

Dari kisah itu kiranya jelas bahwa naskah (manuskrip), dibantu tradisi lisan atau cerita rakyat, sebenarnya memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Di Indonesia, peranan naskah yang demikian besar juga pernah disadari oleh ilmuwan-ilmuwan pionir, seperti Muhammad Yamin, yang pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Pengajaran di era Presiden Soekarno.

Setelah membaca naskah Nagarakretagama karya Mpu Prapanca dari kerajaan Majapahit (abad ke-14), Yamin menyimpulkan bahwa sebelum terbentuknya NKRI, di wilayah Nusantara pernah ada dua negara kesatuan besar, yaitu Sriwijaya yang bercorak maritim dan Majapahit yang berciri agraris. Pendapat Yamin masih diikuti banyak kalangan hingga kini. Apalagi banyak pakar menganggap Nagarakretagama merupakan naskah nonfiksi terbaik sebagai sumber sejarah (Ayatrohaedi, 1990).

Tidak dimungkiri, karena keotentikannya dianggap bagus maka kisah sejarah berbagai daerah juga disusun berdasarkan naskah-naskah kuno. Naskah Carita Parahyangan merupakan sumber untuk penulisan sejarah Sunda. Babad Tanah Jawi, meskipun mengandung mitologi, dianggap babonnya kisah sejarah Jawa. Hikayat Banjar menjadi dasar penyusunan sejarah Banjar (Kalimantan Selatan). Sejarah Malayu untuk sejarah daerah Melayu (mencakup Riau dan sekitarnya). Begitu pula dengan Hikayat Aceh, Kronik Maluku, Babad Lombok, dan sebagainya yang berkenaan dengan sejarah masing-masing daerah.

emas-0002-57bd150809b0bdc30b5cdc0d.jpg
emas-0002-57bd150809b0bdc30b5cdc0d.jpg
Kritik
Kini di seluruh Indonesia terdapat belasan ribu hingga puluhan ribu naskah kuno. Namun disayangkan, kajian historiografi atas naskah-naskah kuno tersebut masih amat sedikit. Padahal. lewat hasil kajian filologi, naskah-naskah tersebut akan mampu merekonstruksi masa lampau masyarakat dalam berbagai aspeknya.

Banyak naskah dipercaya mengandung data sejarah yang akurat. Karena itu, meskipun filologi dan arkeologi mempunyai jenis data utama yang berbeda, keduanya sering kali bertemu dalam suatu kepentingan.

Filologi umumnya memelajari teks atau sumber tertulis. Sementara arkeologi meneliti artefak atau sumber tak tertulis. Namun karena suatu teks selalu dituliskan pada benda tertentu, maka terjadilah pertemuan keduanya. Hal ini terlihat nyata pada epigrafi, yakni ilmu yang memelajari prasasti.

Naskah sebagai artefak kemudian mendapatkan perhatian serius. Hal ini diwujudkan dengan mengemukanya bidang perhatian khusus dalam ilmu pernaskahan yang disebut Kodikologi. Demikian pula variasi-variasi kecil dalam bentuk huruf diberi perhatian khusus dalam penggarapan naskah-naskah, untuk dilihat kemungkinannya bahwa variasi-variasi itu adalah fungsi dan perbedaan tradisi wilayah, masa, atau penguasa (Edi Sedyawati, 2006).

Dalam beberapa kasus, filologi memang amat berhubungan erat dengan arkeologi dan sejarah. Teks-teks kuno, terutama yang telah melalui garapan para ahli filologi, dapat membantu para peneliti arkeologi yang memelajari benda-benda budaya tinggalan dari masa yang sama atau berdekatan dengan teks-teks itu. Pemanfaatan terbesar adalah dalam rangka identifikasi rangkaian relief cerita yang terdapat di candi-candi. Banyak teks Jawa Kuno yang telah dijadikan sandaran untuk upaya identifikasi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun