Pada masa pendudukan Jepang di Nusantara, pemerintah mengeluarkan tiga jenis mata uang kertas, yakni bertuliskan De Japansche Regeering (Berbahasa Belanda), Dai Nippon Teikoku Seihu (Berbahasa Jepang), dan  Pemerintah Dai Nippon (Berbahasa Indonesia). Seri yang paling awal adalah De Japansche Regeering. Nominal yang dikeluarkan adalah Een Cent (1 Sen), Vijf Cent (5 Sen), dan Tien Cent (10 Sen). Berikutnya nominal yang lebih besar, yakni Half Gulden (1/2 Gulden), Een Gulden (1 Gulden), Vijf Gulden (5 Gulden), dan Tien Gulden (10 Gulden).
Dari kesemua nominal, yang sering dibicarakan tentu saja yang bernilai Tien Cent. Uang kertas ini berukuran 106 milimeter x 51 milimeter, dicetak oleh Djakarta Insatsu Kodjo. Boleh dibilang uang ini dicetak dengan warna sederhana.
Seperti halnya uang-uang kertas umumnya, uang kertas ini mempunyai nomor seri. Nomor seri merupakan petunjuk jumlah cetakan dan lokasi peredaran. Sebagaimana halnya uang-uang kertas yang dicetak dalam masa darurat, pertama kali uang Tien Cent dicetak tanpa huruf. Mungkin pencetakannya tergesa-gesa mengingat saat itu pemerintah Hindia-Belanda juga berkuasa di Nusantara. Uniknya, di mata numismatis harga uang jenis ini lebih mahal dibandingkan jenis-jenis lain.
Nomor seri selanjutnya berciri S dan angka. Menurut Katalog Uang Kertas Indonesia 1782-1996, nomor yang digunakan S1-S31. Jelas ada nomor-nomor ganda yang digunakan. Harga jual koleksi ini tidak semahal koleksi sebelumnya.
Berikutnya nomor seri berupa dua huruf besar SA-SZ, juga ada nomor ganda. Harga jualnya boleh dibilang sebanding dengan uang kertas yang tanpa huruf.
Nomor seri yang keempat berupa huruf dan pecahan. Harga jualnya setara dengan uang kertas jenis kedua  berupa S dan angka.
Misteri Huruf S
Kalau kita perhatikan, nomor seri yang digunakan selalu menggunakan huruf S. Â Apa artinya? Mari kita lihat buku-buku sejarah. Ternyata Jepang menginvasi beberapa negara Asia Pasifik. Setiap negara yang diduduki, Jepang mengeluarkan uang kertas yang bentuknya mirip. Menurut laman www.uang-kuno.com, masing-masing uang kertas tersebut diberikan awalan nomor seri atau prefiks sesuai dengan nama negaranya, yakni M untuk Malaya, O untuk Oceania, B untuk Burma (sekarang Myanmar), dan P untuk Phillipine (Filipina).
Mengapa bukan huruf I? Boleh jadi takut dipandang Indies, yang dikaitkan dengan Hindia-Belanda. Â Tafsiran lain, Jepang sudah merencanakan akan menginvasi India sehingga uang kertasnya memakai prefiks I.
Semoga teman-teman Kompasianer memiliki data lain sehingga memperkaya informasi tentang dunia numismatik Indonesia.***