Seorang kawan dari Makassar tiba-tiba menelepon saya di awal September 2016. Kawan lama yang sudah beberapa tahun tidak bertemu. Maklum kami saling berjauhan. “Kalau ada waktu nanti kita ketemu di Galeri Foto Jurnalistik Antara di Pasar Baru tanggal 3 September pukul 15.00,” katanya.
Saya pun mengiyakan. Sehabis makan siang di Kota Tua Jakarta, saya pun bergegas ke sana. Kebetulan saat itu ada diskusi bertajuk “Dokumen Negara dan Ular Besi Penyelamat Republik”. Pembicaranya Rusdhy Hoesein, seorang dokter medis yang dikenal sebagai sejarawan. Pembicara lain Djoko Utomo, mantan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) periode 2004-2009. Sebagai moderator Hermanus Prihatna dari Antara.
Sebagai pembicara pertama, Rusdhy memutarkan sebuah film dokumenter tentang masa awal berdirinya Republik Indonesia. Film itu ditemukan di luar negeri, menggambarkan suasana Stasiun Manggarai Jakarta. Rupanya Rusdhy cukup paham kereta api. Ia memperlihatkan jenis lokomotif buatan Jerman.
![Pak Djoko (kiri) dan Pak Rusdhy (kanan)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/09/antara-02-57d2b4f45297736f4c4b4450.jpg?t=o&v=770)
Nah, inilah kelemahan pemerintah kita untuk melestarikan peninggalan bersejarah. Dulu, menurut Rusdhy, Stasiun Manggarai memiliki tiga peron yang konstruksinya berbahan kayu besi. Ironisnya, kini hanya tersisa dua peron yang masih asli karena peron paling barat telah dibongkar dan diganti konstruksi besi.
“Kalau peron yang tersisa ini dibongkar juga, habislah kenangan kita tentang Manggarai,” katanya dengan nada tinggi. Kemungkinan besar sisa-sisa ini pun akan hilang. Apalagi Stasiun Manggarai digadang-gadang menjadi stasiun besar dan modern. Dikabarkan kereta api menuju Bandar Udara Soekarno-Hatta akan beroperasi dari sini.
![Teks Proklamasi, berbeda antara tulisan tangan dengan yang ditik Sayuti Melik](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/09/antara-03-57d2b55d959373bf4aaadaab.jpg?t=o&v=770)
Djoko Utomo menjadi pembicara berikutnya. Ia mengatakan asumsi dasar yang selama ini berkembang dalam masyarakat soal arsip bahwa banyak orang terbatas menganggap arsip sebagai sumber dan bukti sejarah. Memang sepanjang pengalamannya di ANRI, pengguna arsip didominasi oleh kalangan akademisi. Padahal arsip bisa lebih berguna dari itu. Selain untuk penelitian, katanya, arsip harusnya bisa diakses oleh masyarakat luas dan berguna untuk kemaslahatan masyarakat.
Djoko mengatakan banyak contoh kegunaan arsip. Salah satunya untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia. Sayangnya, hal itu pernah diabaikan oleh pemangku kebijakan. Saat Belanda pergi dari Indonesia, banyak persoalan terkait perbatasan bekas negara kolonial tidak diperhatikan. “Lihat lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke Malaysia,” ujar Djoko.
Belajar dari hal tersebut, Djoko mengusulkan suatu terminologi khas guna mencegah masalah seperti itu terulang kembali di masa depan. “Saat penyusunan undang-undang kearsipan, saya memasukkan apa yang disebut sebagai arsip terjaga,” jelasnya.
Menurut definisi dalam UU No. 43 tahun 2009 tentang Kearsipan, definisi arsip terjaga adalah arsip negara yang berkaitan dengan keberadaan dan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dokumen yang dapat dikategorikan sebagai arsip terjaga meliputi dokumen kependudukan, kewilayahan, kepulauan, perbatasan, perjanjian internasional, kontrak karya, dan masalah pemerintahan strategis. Diskusi juga diselingi dengan tanya jawab. Lumayan seru.